Money Can’t Take Care of Itself

A little story of how I manage my money. (In Bahasa Indonesia)

Jezibel Alfiya
6 min readJul 27, 2020

Seperti pada storyku pada awal-awal menulis di medium*, aku terbilang cukup muda untuk lulus dari pendidikan S1 dan lanjut untuk bekerja. Dari pekerjaanku, aku mendapat cukup uang yang masuk ke dalam rekeningku. Posisiku sekarang adalah karyawan yang bujangan dan tidak memiliki tanggungan apapun, karena orangtuaku masih bekerja dan biaya hidup adik-adikku juga masih bisa ditunjang oleh mereka. Alhamdulillah. Namun, bukan berarti uang tersebut keluar masuk rekeningku untuk sesuatu yang tidak berguna.

*“How It Feels When You’re Too Young to Work at A Company” by Jezibel Alfiya: https://link.medium.com/e6H61BqXj8

Saat awal dapat gaji, rasanya kaget, karena ada sesuatu dengan jumlah tidak kecil yang masuk ke dalam rekening tapi bukan uang dari orangtua. Awalnya aku bingung, hal apa yang harus kulakukan dengan uang tersebut. Beberapa bulan pertama, aku sempat kalap. Beli baju kerja, kosmetik, sepatu, dan tentu saja, makanan yang enak-enak. Di akhir bulan, pasti sudah bisa ditebak, tidak ada sisa untuk menabung. Begitu pula dengan beberapa bulan setelahnya.

Namun, ada beberapa temanku yang suka cerita bahwa gajinya sudah dialokasikan untuk beberapa hal, seperti orangtua, tabungan rumah, dan travelling. Lalu aku berpikir, gajiku kok selalu habis. Apa gajiku berbeda dengan temanku? Ah tidak mungkin. Kita seangkatan. Saat kupastikan lagi, nampaknya gaji kami sama. Ternyata yang salah adalah pada manajemen finansial pribadiku.

Dalam agamaku, harta yang kumiliki adalah titipan dari Tuhanku. Di kehidupan setelah mati nanti, aku akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah kuperbuat dengan hartaku. Ini semua kudapat dari proses belajarku tentang harta pribadi selama ini.

Dari pedoman ini, aku kemudian berpikir, semuda apapun aku, aku harus tetap menggunakan hartaku di jalan yang benar dan bermanfaat. Mungkin kadang ada orang seusiaku yang berpikir muda cuma sekali, sehingga seluruh hartanya ia gunakan untuk bersenang-senang. Eits, itu bukan hal yang salah ketika kamu memang sudah mengatur porsi yang tepat untuk hal yang lain dan jangka waktu yang panjang. Tapi kalau belum, wah, lebih baik cepat-cepat diatur sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi sekarang ataupun nanti.

Ada beberapa temanku yang sempat bertanya kepadaku bagaimana cara mengatur keuangan pribadi. Dilansir dari beberapa post dan web seminar oleh Mbak Prita Ghozie, salah satu praktisi financial planning dari suatu konsultan keuangan — yang juga sekarang aku adopsi sebagai caraku mengatur keuangan pribadi — ada urutan dari beberapa pos keuangan untuk mengatur anggaran.

1. Pos Zakat dan Sosial

Bagi yang beragama Islam, pos ini adalah hal yang tidak boleh ditinggalkan. Akupun yakin, agama lain juga mengajarkan untuk berbagi kepada sesama. Bahkan, bisa dikatakan bahwa investasi terbesar adalah zakat ataupun sedekah, karena imbal hasilnya Tuhan yang langsung turut andil. Dalam bukunya, Mbak Prita bilang kita bisa mengalokasikan 5% dari pendapatan untuk mengeluarkan zakat dan berbagi kepada orang lain, contohnya sedekah (Ghozie, 2013).

2. Pos Dana Darurat

Aku membaca beberapa sumber — selain dari Mbak Prita — tentang dana darurat ini, salah satunya adalah akun instagram investashe_. Akun tersebut menyarankan untuk mempersiapkan sesedikitnya 6x pengeluaran bulanan kita. Tips itu untuk yang masih single. Kalau sudah menikah tapi belum punya anak, bisa siapkan 6–9x pengeluaran bulanan. Kalau sudah punya anak, sisihkan sebesar 12x pengeluaran bulanan. DD ini harus likuid karena bisa diambil sewaktu-waktu dan tidak boleh digunakan selain untuk hal darurat seperti PHK dan bencana alam. Agar tidak tergerus inflasi, DD bisa dimasukkan ke reksadana. Mbak Prita sendiri menyarankan mengalokasikan 5% dari pendapatan sebulan untuk si DD ini.

3. Pos Premi Asuransi

Nah, bagi yang punya asuransi, tentu ada kewajiban yang harus dibayar setiap bulan. Mbak Prita menyarankan untuk mengalokasikan dana sebesar 5% untuk pos ini. Kalau belum terdaftar diasuransi, menurutku bisa dialokasikan untuk pos lain. Bisa saja untuk membayar cicilan jika ada. Jika tidak ada juga, lebih baik masuk pos investasi.

4. Pos Biaya Hidup dan Cicilan

Mbak Prita, Investashe, maupun konsultan lain berpendapat bahwa selesaikan dulu kewajiban atas pinjaman termasuk cicilan atau premi asuransi yang kita miliki. Setelah itu, barulah kita bisa mengalokasikan dana untuk biaya hidup. Biaya hidup ya, tidak termasuk gaya hidup. Mbak Prita menyarankan untuk mengalokasikan 60% untuk pos ini.

Yang kuketahui dari buku Elizabeth Warren, ada metode bernama 50–30–20 rule untuk mengatur keuangan pribadi secara sederhana. 50% dialokasikan untuk wants atau kebutuhan, 30% untuk needs atau keinginan, dan 20% untuk saving atau disimpan untuk tabungan dan investasi. Entah mengapa ini tidak bisa kuadopsi. 30% untuk needs sangatlah besar untuk seseorang sepertiku yang ingin lebih banyak berinvestasi.

Oh ya, pesan untuk kita semua juga, kita harus benar-benar memendam ego untuk mengatur gaya hidup kita agar tidak hedonis jika kita mau merancang keuangan yang baik untuk jangka waktu yang panjang.

5. Pos Menabung

Kamu ada rencana menikah? Atau jalan-jalan keluar negeri? Pergi haji? Umrah? Atau punya rumah? Disinilah pos yang kita buat untuk mempersiapkan dana untuk hal-hal yang kusebutkan tadi. Mbak Prita maupun investashe menyarankan untuk mengalokasikan 5% dari pendapatan untuk pos ini setiap bulan.

6. Pos Investasi

Ini pos menarik. Di pos ini, kita bisa break down ulang apa tujuan keuangan kita, profil risiko kita, cara memilih investasi yang tepat, dan lain-lain. Mungkin nanti bisa dibahas di lain post. Investasi yang dimaksud pun bisa bermacam-macam, bisa saham, reksadana, emas, tanah atau rumah, dan lainnya. Imbal hasil dari investasi pun bukan untuk diharapkan kembali kurang dari 1 tahun. Disarankan untuk mengalokasikan 10% dari pendapatan untuk pos ini (Ghozie, 2013).

7. Pos Gaya Hidup

Pos yang paling terakhir dan ditunggu-tunggu! Kalau di 50–30–20 rule, pos ini mirip dengan pos needs. Disini kita disarankan untuk mengalokasikan hanya 10% dari pendapatan kita perbulan. Yang biasa nongkrong di café, beli kopi ala-ala, atau setiap ada diskon pasti kalap mungkin akan kesulitan. Hal yang mengejutkan lagi bahwa jika kamu gemar belajar, hal tersebut menjadi gaya hidupmu yang mana akan membuat kamu harus mengalokasikan uangmu untuk membeli buku, daftar seminar, daftar les, dan lain-lain. Kata mbak Prita juga, yang mahal tuh bukan biaya hidup, tapi gaya hidup. Makin naik gaji kita, makin naik juga gaya hidup kita. Akupun kadang iri sama orang-orang yang bisa stay down to earth dan ngga terpengaruh sama pergaulan yang boros di lingkungan mereka. Semoga kita bisa ya, gaji naik tapi pengeluaran stabil. Aamiin.

Pos-pos tadi memang tidak semua kugunakan, karena aku bukan pengguna kartu kredit ataupun asuransi tambahan selain dari kantor dan tidak punya cicilan. Dana untuk pos zakat dan menabung aku gabung dengan dana pos investasiku di satu rekening, dana gaya hidup aku gabung di rekening biaya hidup, dan dana untuk pos DD aku pisah sendiri ke satu rekening. Apakah uangnya bisa tercampur? Tidak. Karena sudah kuanggarkan sejak gaji turun di bulan tersebut, dan aku juga berusaha mengingat dan mencatat setiap pengeluaranku di bulan tersebut, sehingga ketika keluar jalur, aku bisa cepat-cepat kembali.

Salah satu cita-citaku adalah saat aku pensiun nanti, aku tidak perlu bergantung kepada siapapun. Ada yang menyebutnya juga sebagai financial freedom, dimana kita tidak punya lagi tanggungan untuk dibayar dan kita bisa hidup sejahtera dengan segala cerita yang pernah kita torehkan di hidup kita masing-masing. Aku juga ingin banyak membantu orang-orang yang belum beruntung di luar sana.

Kalau ada yang bilang, duh, buat makan enak aja masih mikir-mikir, gimana untuk investasi? Aku pernah dengar dari suatu sumber, untuk menjaga cashflow keuangan kita tetep baik, ada 2 cara: memperbanyak pendapatan kita atau mengurangi pengeluaran kita. Tinggal pilih. Biar bisa investasi, mungkin kita bisa cari cara untuk usaha agar pendapatan kita bertambah. Menawarkan jasa kita, atau reseller dan dropship, belajar masak, atau belajar dari sumber-sumber yang gratis. Mudah ngomongnya? Memang sangat mudah. Tapi bukan berarti setelah dengar itu kita boleh menyerah kan.

Segitu aja dulu, karena aku yakin pembahasannya sudah panjaang sekali. Feel free to discuss with me! Yuk sama-sama belajar.

--

--