Nilai KHS/Transkrip: Antara Cerminan Kemampuan Diri dan Beban Moral

Muhammad Ridho K. Pratama
Ridho's Personal Note
3 min readFeb 6, 2018
Photo by Ben White on Unsplash

Tidak ada satupun mahasiswa yang punya keinginan untuk dapat nilai pas-pasan ketika masa studi di perkuliahan. Semuanya pasti punya keinginan untuk dapat nilai gemilang pada masa studinya, entah apa motifnya maupun dengan cara apa menggapainya.

Teringat masa-masa ketika saya masih kuliah, setelah KRS an…

-- begin chat room discussion --
0xFEA321: Rek, matkul X dosen pak 0x999FFC gimana rek, ngajar sama nilainya enak kah?
0xD90A34: @0xFEA321 enak kok, nilainya gampang sama ngajarnya enak.
0x034EEF: aduh aku dapet pak 0x76FCEE neh, kata kating nilainya susah :(
0xD90A34: RIP :(

--- (another conversation) ---
0x55EFC0: udahlah nikmatin aja lah semester ini..
-- end chat room discussion --

Tenang, transkrip chat diatas hanyalah imajinasi saya, yang kira-kira sesuai gambaran dengan apa yang pernah saya dan teman-teman alami.

Setelah satu semester telah dilalui, kebanyakan mahasiswa, termasuk saya salah satunya, memiliki satu keresahan yang sama, yaitu nilai di KHS. Ketika nilai di KHS ternyata bagus, respon yang tergambar hanyalah satu, puas dan senang. Ketika jelek, ekspresinya bisa berbagai macam, ya ada yang legowo, ada yang tidak terima, ada yang protes bahkan ada yang nangis. Begitulah cerita tiap akhir semester yang polanya selalu sama.

Nilai yang didapat selama kuliah memiliki 2 makna, antara cerminan kemampuan diri dan beban moral.

Kemampuan diri atas penguasaan mata kuliah yang diajarkan di kelas ya memang diukur dengan nilai-nilai yang ada di KHS, ya walaupun terkadang juga masih ada miss di sana sini, misalkan nilai yang tidak sesuai dengan kemampuan, misalkan seorang mahasiswa yang harusnya layak dapat A ternyata ia dapat C+.

Tetapi ketika pada suatu kesempatan untuk menguji kemampuan penguasaan materi atas orang tersebut, ada 2 kemungkinan, kemampuannya sesuai dengan apa yang tercetak diatas kertas, atau malah sebaliknya. Kalau memang kemampuannya setara dengan nilai di KHS yang nilainya A, berarti memang cocok. Itulah cerminan kemampuan diri yang sebenarnya. Kalau sebaliknya, misalkan nilai di KHS dapat A, sedangkan ketika skill test tidak mencerminkan nilai A tadi? Silakan simpulkan.

Silakan bayangkan sendiri, ketika kita punya nilai di KHS isinya A semua, namun ketika skill test, entah pada waktu seleksi asisten lab atau pada test di perusahaan, kita tidak bisa perform maksimal atau bahkan tidak bisa mengerjakan test sama sekali. Transkrip/KHS seakan tidak valid.

Beban moral disini adalah, ketika kita memiliki nilai-nilai bagus di KHS, kita mau tidak mau, suka tidak suka wajib mengupgrade skill kita agar sesuai, atau bahkan melampaui apa yang tercetak di atas kertas. Dan harus bisa membuktikan bahwa apa yang tertulis di KHS itu benar adanya. Nilai bagus yang telah kita dapatkan itu seakan menantang, nilai bagus segini ini kamu udah bisa apa aja? Kemampuanmu ini sepadan atau tidak dengan apa yang tercetak diatas kertas?

Impresi orang terhadap bagusnya transkrip/KHS kita itu juga salah satu beban moral juga, dan impresi pertama yang terlontar biasanya tak jauh-jauh dari “wah dia pintar dan cerdas ya..”.

Seseorang yang punya nilai berantakan di transkrip/KHS juga memikul beban moral. Tak jarang, nilai berantakan di transkrip/KHS diindentikkan dengan malas belajar, doyan main, tidak niat kuliah, abai dengan tugasnya sebagai seorang pembelajar, dan lain-lain. Stereotype tadi yang jadi beban moral orang yang punya nilai berantakan, walaupun di kenyataannya mungkin faktor berantakannya tak selalu seperti itu.

Titip pesan saja untuk para pembaca, termasuk saya sendiri…

Kalau memang ingin dapat hasil maupun pencapaian yang bagus…

Belajar dan kerjalah dengan tekun, kelak hasil yang didapatkan akan sesuai dengan kemampuan dan usaha yang dikeluarkan. Insha Allah.

Jika hasilnya baik, segeralah bersyukur dan harus selalu upgrade diri. Dan harus diingat betul, hasil yang baik itu terkadang berasal dari rasa kasihan.

Jika hasilnya kurang baik, refleksi diri, perbaiki apa yang kurang, tidak usah sibuk mencari kambing hitam dan mengutuk nasib atas kegagalan yang terjadi.

Kita juga harus ingat, pencapaian kita akan selalu menghasilkan konsekuensi yang harus ditanggung.

Akhir kata,

Do the best, let God takes the rest.

--

--