cepat sembuh, Aka! Leen kesepian

ara
5 min readJun 24, 2023

--

Minggu sore. Tampaklah dua bocah tengah berembuk — yang lebih terlihat sedang melangsungkan pertengkaran sengit: perkara memperdebatkan apakah seharusnya waktu libur digunakan untuk bermain atau justru mempersiapkan pelajaran untuk hari Senin yang akan tiba esok hari.

“Gak mau. Pokoknya aku mau main aja.” Raka memajukan bibirnya dan bersedekap dada. Berpegang teguh pada pilihannya untuk fokus bermain.

“GAK BOLEEEH!!! Aku bilangin Bunda, nih! Akanya nggak mau belajar.” Leen menunjuk-nunjuk wajah Raka yang sudah kusut itu.

“Belajar nanti-nanti aja, Leen. Malem, kan, bisa. Sekarang, main dulu. Ya, ya, ya?” Raka berusaha merayu dan meluluhkan hati Leen. “Jangan bilangin Bunda, ya ….”

Leen bergeming. Mukanya masih menyiratkan kekesalan terdalam. Mengajak Raka belajar bersama, sama saja dengan membiarkan emosinya terkuras habis.

“Nih. Mau nggak?” Raka menyodorkan camilan popcorn dalam bentuk kemasan, menawarkannya pada Leen.

Leen menggeleng ogah-ogahan.

“Iniii, beneran!” Raka pikir Leen masih marah, maka dari itu enggan menerima popcorn pemberiannya.

“Gak mau, Aka!” Leen memelototi lawan bicaranya. Kalau tidak mau, jangan dipaksa, dong?

“Ambil, nggak???” Raka masih memaksa.

Leen menggeleng kuat, masih membulatkan pupil matanya.

Yang dipelototi auto ciut dan justru menurunkan bungkusan popcornnya.

“Kenapa Leen nggak mau? Ini enak, tau….”

Garis wajah Leen menurun. Melihat Raka yang menunduk sedih, jadi membuatnya merasa bersalah.

“Aku… soalnya aku nggak suka popcorn. Katanya, popcorn terbuat dari jagung. Nah, Leen nggak suka jagung,” aku Leen jujur.

Raka kecil diam-diam menautkan jari-jarinya. Menyesal telah memaksa Leen memakan makanan yang tidak disukainya “Maaf.”

Leen mengangkat alis. Sedikit bingung.

“Maaf, yaaah, Aka udah maksa Leen mam popcorn.” Raka beringsut menjauh demi menaruh kemasan popcorn itu di sudut meja.

“Kok, disimpen lagi popcornnya?” Leen mengangkat wajah, memperhatikan gerak-gerik temannya yang tiba-tiba.

“Gak jadi, ah. Kan, Leen nggak suka. Kalo gitu, aku juga ikutan nggak suka sama popcorn, deh.”

“Tapi, bukannya Aka suka popcorn?”

“Itu dulu. Sekarang udah nggak suka.”

“Ya udah. Terserah.”

“Kita mam ini aja!”

Sontak saja Leen ternganga lebar tatkala bocah laki-laki itu mengangkat sebatang cokelat tinggi-tinggi.

“Haaah? Cokelat lagi?”

***

“Udah ah… main congklak muluuu. Bosen! Hot wheels-ku belum dimainin lagi, tuh…” Raka merebahkan tubuhnya malas-malasan. Sebetulnya ia terpaksa mengiyakan Leen yang meminta untuk main congklak bersamanya agar teman ceweknya itu tidak bocor ke Bunda kalau Raka nggak mau belajar.

“Bilang aja kamu nyerah.” Cengiran Leen sarat akan ledekan.

“Bodoooo amat,” cibir Raka dengan wajah konyol khas anak kecil.

“Nanti malem harus belajar. Oke?” Leen memperingati Raka untuk kesekian kali.

“Yaaa.” Yang diperingati hanya mengangguk malas.

“Belajar Matematika, loh. Biar nilai kamu bisa naik dikit.”

“Kalo itu, sih, males aku.” Raka menjawab sejujur mungkin.

“Ih? Kok gitu?” Leen tampak tak terima.

“Makanya kamu yang ajarin. Bu Tika, mah, galak.”

“Bu Tika galak sama kamu gara-gara kamu bandel, sih! Aku juga males ngajarin kamu kalo kamunya main melulu.”

“Eh???” Tiba-tiba Raka berdiri dari tidurnya. Tak memedulikan mainannya yang berserakan di lantai bahkan hampir diinjak.

“Apa?” Leen mendongak, ikutan kaget karena Raka tampak antusias dalam sekejap.

“Denger, nggak? Di luar hujan!”

Jeda sejenak, yang berarti Leen sedang mengamati suara rintik-rintik dari luar.

“Terus kenapa?” tanya Leen, tidak paham maksud Raka.

“Kita main kapal, yuk!”

Raka buru-buru mengambil dua lembar kertas yang salah satunya diberikan kepada Leen. Kemudian, bocah laki-laki itu melipat kertas miliknya dengan lihai sehingga hasil akhirnya tampak membentuk sebuah perahu.

“Kok kamu bisa, Ka?” Leen terkagum-kagum.

“Ayo, Leen, bikin juga! Cepetan! Keburu hujannya pergi!”

“Bentar, ih! Abis ini diapain?” Leen yang ternyata ketinggalan gerakan melipat Raka, akhirnya dibantu oleh Raka.

Dalam hitungan detik, perahu milik Leen sudah jadi. Penuh semangat, Raka membawa perahu miliknya dan menggandeng tangan Leen agar segera ke depan rumah untuk memanfaatkan hujan.

“Aka!!! Jangan lari-lari, licin. Nanti jatuh!” Leen mengingatkan Raka yang tentu hanya dianggap angin lalu olehnya.

“Sini sini. Taruh perahunya di sini. Cepeeet!”

“Iya, iya. Sabar. Tuh… udah. Wiii, perahunya bisa jalan, gitu ya?”

“Itu namanya berlayar!”

Sepasang anak kecil itu tampak anteng menyaksikan perahu buatan mereka berlayar sempurna di atas genangan air hujan. Belum puas sampai di situ, keduanya turun ke jalan. Sekalian hujan-hujanan, bersenandung di bawah derasnya air hujan, berputar-putar sambil tertawa riang, menikmati setiap tetes yang menerpa sampai suara bersin dari Raka menghentikan semuanya.

“Aka sakit?”

“Hidungku gatal,” jawab Raka seraya menggaruk hidungnya yang memerah.

“Masuk aja, yuk.” Leen menatap Raka dengan pandangan khawatir.

“Dingin ….” Raka memeluk tubuhnya sendiri, mulai menggigil.

“Ayo, masuk! Nanti aku buatin cokelat panas.”

“Buat aku?” tanya Raka memastikan.

“He’em.”

“Horeee!” Raka berjingkrak kesenangan. “Makasih, Leen.”

“Tapi Aka jangan sakit, ya?” Leen meraih tangan Raka dan memeluknya erat.

“Kalo aku demam gimana?”

“Raka! Aleen! Yaa ampun… sejak kapan kalian hujan-hujanan?! Siapa yang ngebolehin kalian hujan-hujanan?!”

Raka dan Leen saling bertatapan sebelum tertawa lepas, menertawakan diri masing-masing karena sama-sama ketahuan Bunda.

***

“Udah Bunda bilang, Raka tuh gak bisa kedinginan. Tapi Rakanya tetep aja bandel, suka banget mandi hujan.” Bunda berkata kepada anak perempuan di sampingnya.

“Yah… Leen nggak tau, Bunda. Kalo Leen tau, Leen bisa tarik Aka biar jangan hujan-hujanan,” balas Leen sambil membawa secangkir cokelat panas.

“Hati-hati bawanya, ya. Awas tumpah.”

“HAHAHAH!” Raka yang rambutnya masih ditemplokin handuk dan baru saja berganti baju malah terbahak puas begitu melihat wujud Leen yang dibungkus kaos putih miliknya yang bergambar kartun Cars. “Ih, masa Leen pake baju cowok, sih ….”

“Raka!” Bunda menegur galak. “Pinjem dulu, Leennya. Kamu sih, ngajakin Leen hujan-hujanan.”

“Hatchim!”

“Nah… kan. Tunggu sebentar, Bunda mau ambil obat dulu, deh.” Bunda kembali ke dapur.

Leen mendekati tempat di mana Raka duduk. “Ini…” Leen meletakkan cangkirnya dengan penuh kehati-hatian.

“Punya kamu, mana?” tanya Raka.

Leen menggeleng. “Kamu aja.”

Leen terkesiap sewaktu Raka mendekat dan memeluknya tanpa aba-aba.

“AKAAAA!!! RAMBUT KAMU MASIH BASAH, TAU!”

“Sengaja. Biar kamu ikut kebasahan lagi.”

“BUNDAAAAA!!!”

***

Senin paginya, pukul 06.30.

BBM CHAT:

Raka gans 😎🤘

Woyyyy

PING!!!

Asik donk aku egk sekolah

Hehehhhhh :D

Leen 👧🏻🧚🏻‍♀️🐱🌸🍦

Hoo

Knp ka

???!

Bolos yak

Iiiih bolos

Bilang in Bundaaaa ah

Raka gans 😎🤘

Gk siihhh

Wuuu

Demam ak

Dari tadi malam😷🤧

Leen 👧🏻🧚🏻‍♀️🐱🌸🍦

Yah :(((

Sendirian donk aku dudukny😞😒😟😭

Raka gans 😎🤘

Kasihannn😛😛😛😛

Dah y

Bunda mrh mrh

Gboleh Main HAPE

Leen 👧🏻🧚🏻‍♀️🐱🌸🍦

Eh

Ka

Kata Mbak

Badanku pns…

Sdg di kompres aku

😭😭😭😭

Gk jd sklh dh

Tiga hari kemudian ….

Leen 👧🏻🧚🏻‍♀️🐱🌸🍦

Ka

Raka

R A K A

r

a

k

a

Cpt smbuh y

Aku kesepian tawuuu

:)

Leen BBM status update:

Bwt Raka

GWS………

❤️❤️❤️❤️

--

--