Sebuah Review: Kulari ke Pantai, Munculnya Bakat-Bakat Baru!

AW
Sebuah Review
Published in
5 min readJul 26, 2018

Beberapa minggu lalu saya impulsif pergi ke Taman Ismail Marzuki untuk menonton film yang sebetulnya tidak begitu saya tunggu, bahkan saya lupa tanggal rilisnya, walaupun sebetulnya dulu sempat penasaran juga sih..

Judulnya Kulari ke Pantai, yang disutradarai oleh Riri Riza. Nah! yang bikin penasaran sebetulnya adalah aktor yang bermain di film ini, Maisha Kanna, beberapa waktu lalu anak ini sempat bermain di perhelatan musikal yang diadakan oleh @jktmovein yang memainkan pentas musikal Petualangan Sherina, yah sayangnya karena satu dan dua hal saya nggak jadi nonton, padahal sudah beli tiketnya….

Kulari ke Pantai, courtesy of google.com

Anyway!

Ternyata penasaran saya terbayar setelah nonton film ini, tapi sebelum membahas rasa penasaran saya ke anak-anak ini, saya mau cerita dulu tentang filmnya.

Jadi film ini bercerita tentang seorang anak perempuan bernama Samudra, atau yang maunya dipanggil Sam (Maisha Kanna), anak ini tinggal di Rote Ndao bersama ibunya mama Uci (Marsha Timothy) dan bapaknya yang adventurous (Ibnu Jamil), mereka telah merencanakan sebuah trip menuju G-Land, nama beken dari Pantai Plengkung yang terletak di pojok kanan bawah pulau Jawa, tepatnya di daerah Banyuwangi. Di G-Land, Sam ingin bertemu dengan idolanya, seorang surfer perempuan bernama Kailani. Tapi ternyata yang bisa menjalani trip ini hanya Sam dan mama Uci, si bapak yang adventurous ini tidak bisa ikut karena alasan yang saya lupa lol.

Sebelum mereka berangkat, Sam dan ibunya mengunjungi keluarga besarnya di Jakarta untuk bersilaturahmi, dan di sana Sam bertemu dengan sepupunya yang bernama Happy (Lil’li Latisha). Sam dan Happy rupanya tak terlalu cocok. Sam yang tinggal beberapa tahun di Rote Ndao memiliki sifat yang cukup berbeda dengan Happy. Happy benar-benar memiliki khas kids Jakarta jaman now, sedangkan Sam punya jiwa petualang turunan bapak dan ibunya.

Cerita pun mulai seru ketika tiba-tiba Happy disuruh ibunya untuk ikut road trip yang diadakan oleh Sam dan Mama Uci, alasannya supaya Happy bisa dekat dengan Sam. Selama perjalanan dari Jakarta menuju G-Land, konflik-konflik lucu khas anak-anak antara Sam dan Happy pun tak terhindarkan.

Kira-kira begitu, selebihnya silahkan nonton sendiri! hahaha, saya kira kalau reviewnya terlalu spoilery kurang seru juga kan?

Keluarga Cema… eh keluarga Mama Uci, Sam, dan Happy, courtesy of google.com

Nah balik lagi ke topik awal, betapa penasarannya saya sama si Maisha Kanna atau yang biasa dipanggil Mimi oleh teman-temannya. Menurut saya anak ini future star, entah ya, tapi dengan pembawaannya yang sangat teatrikal, dia coba pakai teknik ini di layar lebar, dapet banget kalau memang dia ini anak yang punya karakter seperti itu, nggak dibuat-buat, sepertinya dia memang bakat ya atau gimana. Yang bikin anak ini lebih keasah lagi, karakter Sam ini juga dikasih satu keunikan yang cukup aneh, *sedikitspoileralert* Sam punya semacam kelainan yaitu kalau dia mengonsumsi gula, Sam akan bertingkah aneh seperti kena hiperaktif atau atau hiperglucose, tapi penyakit ini tak dijelaskan hingga akhir film, dan memang hanya menjadi zat tambahan untuk si karakter, tapi menurut saya ini sangat bagus buat Mimi untuk membuktikan seberapa gila nya dia, dan itu betul-betul kesampaian di film ini, saya pun sampai bingung sama anak ini karena mainnya terlalu asik syalala.

Hal yang sama juga saya rasakan di peran Happy yang dimainkan oleh Lil’li Latisha, perawakan, cara bicaranya juga lucu sekali, karakter yang diberikan memang menyebalkan dan menjurus ke kids jaman now, penggunaan bahasa Inggris yang berlebihan, aktingnya pun tidak kalah dengan Mimi, betul-betul khas anak-anak dan sangat natural, walaupun ada beberapa titik mungkin sedikit terpaksa karena mungkin arahan skenario, tapi tetap pas! usut punya usut, anak ini pun juga ternyata bermain di musikal Petualangan Sherina yang lalu (setelah saya kepoin medsosnya).

Marsha Timothy sendiri sebagai mama Uci, menghadirkan karakter ibu yang asik, mungkin tidak terlalu keibuan, namun menonjolkan kalau ibu bisa menjadi sahabat untuk anak-anaknya. Kualitas aktingnya mungkin tak terlalu diuji seperti di film-film sebelumnya (walaupun sempat mama Uci berubah menjadi Marlina dalam beberapa detik :)) ) tapi mungkin cukup menantang karena lawannya 2 anak yang punya bakat lebih, hahaha.

Dani dan ukulelenya, courtesy of google.com

Lalu ada kehadiran si bule yang bernama suku_dani yang mampu berbahasa Indonesia dengan logat ketimur-timuran(yang entah kenapa dipermasalahkan orang, buat saya sih fine aja lah, daripada situ berusaha using english in a very british way?, ini ada di film sih lol), awalnya saya pikir “ngapain sih ni bule di film ini?”, tapi ternyata bule ini menjadi salah satu showstealer yang cukup ditunggu aksinya, ia selalu membawa ukulele dan selalu memainkan 3 kunci di awal sebelum bercerita, kocak!

Saya jadi makin curiga sama sutradaranya, yaitu mas Riri Riza, yang berkali-kali menyihir saya dengan arahannya ke anak-anak yang begitu magis, makan apa ya dia? Sejak Petualangan Sherina, yang amat sangat fenomenal, yang bahkan lagu-lagunya masih saya nyanyikan hingga sekarang, lalu Laskar Pelangi, yang membuat saya ingin bertemu dengan anak-anak di sebuah pulau nun jauh di sana, lalu film ini yang begitu ringan dan segar, saya kasih banyak tepuk tangan buat sang sutradara dan juga produser kombonya yang selalu menemani, Mira Lesmana.

Mas Riri pun juga sepertinya tak mau memakai formula yang biasa di film ini, justru film ini dibuat sederhana agar penonton, khususnya saya, menebak-nebak jalan cerita yang terprediksi dan ternyata malah dibuat begitu sederhana, konflik dan klimaksnya pun juga dibuat nalar dan “wah iya bisa jadi sih kejadian yang begini” begitu pikir saya, sederhana dan hangat.

Namun tentunya ada beberapa titik yang mungkin menurut saya sedikit terpaksa, ada beberapa pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat film, namun diucapkan secara gamblang, seperti ada adegan Happy ditegur Dani dengan dialog “kita harus menggunakan bahasa Indonesia di negara sendiri”, mungkin terlalu nyablak, tapi karena mungkin ini film anak-anak, bisa jadi si pembuat film ingin penonton tak usah repot-repot mencerna pesan yang terlalu tersirat, jadi tak masalah!

Sam dan Happy lagi mantai, courtesy of google.com

Yap! setutup punya setutup, film ini sungguh menarik, apalagi buat saya yang senang jalan-jalan, memang lebih dari setengah durasi film ada di mobil dan tempat-tempat menarik di sepanjang Jawa. Sangat saya rekomendasikan buat kamu yang kangen film anak-anak, ingin menonton film segar, dan ingin melihat wajah-wajah baru yang boleh jadi akan menghiasi layar bioskop di kemudian hari! ce’ilahhhh

film ini masih ada di bioskop sih by the time saya post review ini, sok buruan nonton!

Verdict 8/10

--

--