For the first time

Almatiar
4 min readDec 14, 2022

--

From Unforeseen by AlmatiarAU

Hari sabtu yang ditunggu akhirnya datang juga. Sore itu, Gemma dan Rakyan memilih tempat duduk di sudut kafe yang terletak di daerah Terogong, Fatmawati. Kafe bernama Lady Eve Patisserie itu menempati sebuah rumah yang disewakan, sehingga atmosfernya terasa sangat nyaman dan hangat, layaknya berada di rumah teman.

Sepiring Carrot Cake dan Chocolate Devil Cake terletak di meja yang memisahkan dua insan tersebut, dilengkapi oleh dua cangkir berisi kopi hangat. Atmosfer canggung masih menyelimuti keduanya bahkan setelah menempuh perjalanan dari rumah Gemma menuju kafe. Saling mencuri pandang dengan senyum malu-malu, entah apa yang ditunggu untuk memulai perbincangan. Ketika untuk kesekian kalinya tatapan mereka saling beradu, keduanya akhirnya tertawa geli.

“Mas, ini dicobain dulu, katanya chocolate devil cake itu rasanya paling nyoklat banget di antara kue-kue coklat lainnya.”

Gemma dapat merasakan telapak tangannya sedikit berkeringat, mungkin karena debaran anomali dari jantungnya sedari tadi.

“I-iya… tapi sebenernya saya juga suka rasa-rasa kue lain lho, bukan cuma kue coklat.”

“Eh? Aduh maaf ya saya langsung asumsi…”

Kali ini Rakyan yang salah tingkah. Maksud hati memberi informasi, tetapi malah seperti interupsi.

“Eh bukan, bukan, maksudnya saya tetep makasih dipilihin, cuma mau kasih tahu aja…”

Gemma melingkarkan kedua telapak tangan di cangkir kopi pilihannya, berusaha menenangkan jantung dan hatinya, juga sebagai usaha mengalirkan sedikit udara hangat ke sekujur tubuh yang terasa dingin akibat rasa gelisah yang tak kunjung usai.

Aneh, padahal jelas-jelas ini bukan pertama kalinya mereka berduaan. Tetapi kali ini kondisinya jelas, ini adalah kencan. Suatu kegiatan dimana dua orang yang mempunyai ketertarikan dengan satu sama lain menghabiskan waktu bersama, dengan tujuan mengenal pribadi masing-masing lebih baik. Namun, kata kunci “ketertarikan” itu menjadi sebuah beban sendiri baginya. Mengapa begitu mudah rasanya tertarik pada sosok Rakyan Wardana? Ya, tentu saja karena lelaki itu adalah sosok impian semua wanita, juga mungkin calon menantu impian semua orang tua. Sebaliknya, apa bagian dirinya yang “menarik” bagi Rakyan? Jawabannya tak kunjung ia temukan dan membuatnya semakin gelisah.

Bukan apa-apa, Gemma pernah gagal menikah. Ia pernah menjadi korban janji-janji manis seorang pria yang ternyata ujungnya bualan belaka. Maka instingnya pun harus bekerja, demi tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dari kenyataan bahwa Rakyan adalah mantan pacar Kamala saja sebetulnya sudah menjadi sebuah pertanda, tetapi mengapa daya tarik yang ada di antara mereka seolah tak kunjung padam, dan Gemma tahu, Rakyan merasakan hal yang sama. Tetapi, gadis itu juga tahu, apa yang berkobar dengan tiba-tiba juga mudah redup tanpa aba-aba. Menempatkan dirinya di garda depan tanpa jaring penyelamat adalah suatu pertaruhan hati yang harus diambil resikonya. Masalahnya, apakah Rakyan melakukan hal yang sama?

“Gemma…”

“Iya, Mas?”

Rakyan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, hanya sebuah gestur yang dilakukannya apabila salah tingkah.

“Uhm… kamu sukanya kalau pergi sama pacarnya kemana? Atau kegiatan apa?”

Gemma kembali tertawa geli, terutama ketika Rakyan pun tak dapat menahan senyumnya. Gemma dapat melihat kedua telinga Rakyan yang sedikit memerah di ujungnya, apakah itu yang terjadi ketika sang lelaki merasa malu?

“Apa ya… nggak ada yang terlalu spesial sih Mas kalau dipikir-pikir. Kayaknya kegiatan apapun asal sama-sama dia udah cukup bikin saya seneng. Di rumah aja nggak ngapa-ngapain juga udah cukup bahagia, yang penting saya ngerasa disayang aja, hehe.”

“Nggak bosen kah kalau nggak kemana-mana?”

“Ya mau juga sih sekali-kali pergi bareng, tapi berhubung saya hobinya baking, jadi malah pengennya dirumah aja santai-santai, nyobain resep baru, terus nanti dimakan bareng sembari nonton apa gitu.”

“That sounds great. So great.”

“Masa? Emang kalau Mas Rakyan sukanya gimana?”

“Sama. Saya… kayaknya nggak punya banyak interest in anything, Gemma. Kalau kata temen-temen saya, I’m a straightforward and plain person. Saya ngerasa cukup dengan istirahat, main game, nonton, masak, makan, dan berinteraksi sama orang-orang yang memang dekat dengan saya.”

Gemma mendengarkan dengan seksama, akan tetapi tangannya sembari memotong kue di depannya hingga berbentuk potongan-potongan kecil.

“Most of them say I’m a boring person, don’t you think so?”

Jika sedari tadi hatinya dipenuhi dengan kupu-kupu yang beterbangan karena debaran jantungnya yang semakin kencang terutama ketika menatap Rakyan, kini yang dirasakannya adalah simpati yang amat dalam. Bagaimana bisa seseorang yang nyaris sempurna di matanya merasa begitu insecure? Being plain and straightforward doesn’t always mean boring, sometimes, it means you know what you want and focus your energy on that.

“Nggak. Menurut saya, artinya Mas Rakyan justru mengenal diri sendiri dengan baik. You know what you want and what you don’t want, dan justru nggak membuang waktu untuk ngurusin hal-hal yang jelas-jelas Mas Rakyan nggak suka. It’s admirable tahu Mas. Kebanyakan orang-orang seumur Mas Rakyan, atau saya, bukannya masih di fase yang belum tahu apa yang kita mau? Jadi, kalau Mas Rakyan justru udah tahu, bukannya hebat?”

Dan, ketika Gemma mendorong piring Chocolate Devil Cake yang sudah ia potong-potong ke arah Rakyan, sembari memberi gestur agar Rakyan mencobanya, lelaki itu terhenyak. For the first time, in a very long time, Rakyan merasa dimengerti, dipahami, dan yang paling utama, taken care of. Seketika bahunya terasa ringan. Tanpa sadar selama ini ia sudah menanggung beban yang cukup berat di sana. Mendorong dirinya setiap hari untuk menjadi pribadi yang lebih, baik dari segi pekerjaan maupun pencapaian. Ternyata, Rakyan lelah, dan Gemma, tanpa banyak usaha, berhasil membagi bebannya hanya dengan sebuah gestur sederhana.

--

--