Bagaimana Manusia Merekayasa Gempa

#02 : CatatanKPA — Penjelasan Proyek InaTEWS dan Teorinya (Versi Sederhana)

Hermawan, Arif
5 min readJul 7, 2024

Pendahulan

Halo, akhirnya aku ada waktu lagi untuk menulis CatatanKPA. Di episode sebelumnya, aku bercerita tentang pelbagai yang harus disiapkan dalam pelaksanaan kerja praktik. Adapun bagi teman-teman yang ingin membacanya bisa membuka tautan di bawah ini .

Pada kesempatan kali ini, mungkin aku ingin mengulas singkat tentang proyek tempat aku menjalani kerja praktik. Selain itu, beberapa teori yang aku baca juga akan aku jelaskan sesederhana yang aku bisa.

Aku sendiri melaksanakan proyek kerja praktik di proyek milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Tempat yang sering di sebut oleh sebagian netizen apabila ada kejadian di luar nalar.

Di luar Prediksi BMKG (Sumber Google)

Penjelasan Proyek dan Latar Belakangnya

“Indonesia adalah salah satu negara yang rawan terhadap bencana…”

Setidaknya itulah penggalan kalimat yang sering digunakan dalam berbagai esai. Oleh karena itu, izinkan aku untuk menggunakan kalimat ini juga. Indonesia adalah salah satu negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh beberapa lempengan.

Lempeng Tektonik di Indonesia (Sumber : Ruang Guru)

Oleh karena itu, salah satu aspek penting yang perlu dimiliki Indonesia adalah instrumentasi pemantauan dan peringatan bencana. Melalui pendanaan Bank Dunia, Indonesia mempunyai proyek besar untuk membangun Multi-Hazard Early Warning System.

Salah satu proyeknya adalah Pembangunan Gedung Operasional Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Tujuan Pembangunan Gedung untuk mewujudkan fasilitas sarana dan prasarana operasional command centre dalam rangka upaya memberikan pelayanan informasi pada saat operasi sebelum, saat dan pasca terjadinya gempa sehingga memberikan jaminan keselamatan baik penghuni maupun gedungnya.

Sebetulnya arahan dari IDRIP sendiri menyarankan Indonesia dalam rangka peningkatan kapasitas sistem peringatan Tsunami pasca terjadinya gempa. Namun, karena Jakarta termasuk wilayah rawan gempa perlu adanya bangunan yang tahan terhadap gempa.

Enggak lucu dong mau buat sistem pemantauan bencana setelah gempa, tapi bangunanya udah roboh duluan karena gempanya.

Gedung ini juga diklaim bisa bertahan apabila gempa Megathrust terjadi. Di sinilah Teknik Sipil (dan disiplin lainnya) terutama Rekayasa Struktur dan Rekayasa Geoteknik memainkan perannya tentang bagaimana manusia merekayasa gempa.

Rekayasa Gempa

Earthquake engineering is an interdisciplinary branch of engineering that designs and analyzes structures, such as buildings and bridges, with earthquakes in mind. Its overall goal is to make such structures more resistant to earthquakes. — Wikipedia

Mungkin masyarakat Nusantara sudah mengenal teknologi kegempaan mungkin sudah ada sejak zaman Majapahit. Hal ini tercermin dari kearifan lokal berupa konstruksi bangunan terutama pada fondasinya. Di lain kesempatan mungkin aku ingin lebih bercerita panjang tentang identitas kita yang pernah memiliki budaya dan peradaban yang maju.

Rumah Omo Hamda yang Tidak Rusak Pasca Gempa Nias
Peninggalan Sejarah Fondasi Umpak dari Zaman Majapahit

Kembali ke pembahasan, lalu bagaimana manusia melakukan rekayasa terhadap gempa.

A traditional “brute force” method for making earthquake resistant structures is to design a stiff and strong enough structure so that it could accommodate foreseeable lateral forces.

Metode paling tradisional sederhananya dengan membuat komponen-komponen bangunan sebesar mungkin sehingga memiliki kekuatan yang cukup ketika menghadapi gempa.

Tentunya ini berimplikasi pada mahalnya pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan bangunan yang tahan gempa. Selain itu, dimensi yang besar tentunya tidak ramah terhadap lingkungan.

Sebenarnya sudah banyak metode yang dikembangkan oleh peradaban manusia dalam rangka menghasilkan bangunan yang aman terhadap gempa. Salah satu tesis merangkum dengan baik tentang beberapa metode yang telah dikembangkan oleh manusia sejauh ini.

Classification of seismic protection systems

Pembeda antara sistem aktif dan pasif ada pada kebutuhan energi. Namun, pada kali ini aku hanya ingin mengulas singkat tentang sistem pasif.

Sebelum itu mungkin ada baiknya kita mengingat lagi satu fenomena yang disebut resonansi.

re.so.nan.si n Fis peristiwa turut bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran gelombang elektromagnetik luar.

Salah satu bahaya yang mengancam suatu bangunan adalah apabila terjadi resonansi. Bahanyanya adalah karena resonansi akan menyebabkan beban yang diterima oleh bangunan berkali-kali lipat lebih besar dari pada yang diberikan.

Fenomena ini terjadi apabila periode natural (periode getar bangunan) nilainya sama dengan periode beban. Periode beban? Iya, periode beban karena dalam konteks gempa, kita membicarakan beban yang tidak statis. Dia memiliki periodenya tersendiri.

Base Isolator adalah salah satu inovasi yang dikembangkan manusia dalam rangka membuat bangunan lebih tahan gempa. Cara kerjanya secara sederhana dengan mengurangi energi yang diterima oleh bangunan dan “memanipulasi” periode natural bangunan sedemikian hingga sehingga tidak terjadi resonansi. Kurang lebih seperti ini bangunan yang memiliki base isolator.

Struktur akan bergerak seirama dengan getaran yang diberikan oleh bumi. Menyebabkan dia menerima beban yang lebih lemah.

Ada lagi sistem lainnya yang paling terkenal adalah Tunned Mass Damper (TMD). Salah satu bangunan terkenal yang mengaplikasikan sistem ini adalah Taipei 101. Gedung dengan 101 lantai ini mempunyai kemampuan menyerap energi yang dirambatkan oleh getaran gempa melalui sebuah pendulum raksasa.

Sistem TMD

Nah, balik lagi ke konteks proyek KP-ku di gedung InaTEWS ini untuk merekayasa gempa, kita pake sistem base isolator spesifiknya tipe friction pendulum. Lebih lengkapnya mungkin temen-temen bisa baca di sini.

Menariknya lagi base isolator yang akan dipasang di basement baru sampai 6–7 bulan ke depan. Namun, karena mengejar penyelesaian proyek yang direncanakan harus selesai dalam 1 tahun. Gedung ini “terpaksa” harus diselesaikan terlebih dahulu strukturnya baru dipasang base isolatornya di lain waktu.

Jadi, bangun dulu strukturnya sampai lantai 9, nanti kalau base isolator sudah sampai, tiang di basement akan dipotong lalu dipasang base isolator. Keren ya! Metode ini di klaim pertama kalinya di laksanakan di Indonesia.

Penutup

Mungkin sekian CatatanKPA episode 2. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dan semoga bisa memicu tumbuhnya rasa ingin tahu.

CatatanKPA — Catatan Kerja Praktik Aher — adalah serial tentang catatan perjalanan kerja praktik Arif Hermawan. Catatan ini di tulis dalam rangka membuat dokumentasi pengalaman kerja praktik Arif di proyek InaTEWS BMKG.

Tentang Saya : Arif Hermawan biasa dipanggil Arif atau Aher merupakan mahasiswa Teknik Sipil yang hampir menuju tingkat akhir. Saya senang bercerita tentang Teknik Sipil, Refleksi Kehidupan, dan Hal-hal yang menurut saya menarik untuk di bahas. Follow untuk dapat saling terhubung di Medium ya! Jangan lupa tinggalkan clap dan komentar karena kata mas Ivan Lanin ini bikin penulis tambah semangat nulis.

--

--

Hermawan, Arif

Mahasiswa yang suka menulis tentang hal-hal yang dipelajari di perkuliahan Teknik Sipil.