Jakarta Tidak Seburuk yang Saya Bayangkan

Menjadi Pengguna Sarana Transportasi Publik Jakarta

Hermawan, Arif
5 min readMay 10, 2024

Pendahuluan

Beberapa hari yang lalu aku dan mahasiswa Teknik Sipil lainnya mengadakan kuliah lapangan. Ada tiga tempat yang kami kunjungi saat itu. Pertama, PT. Artha Mas Graha sebuah perusahaan fabrikasi dan konstruksi baja. Kedua, kami mengunjungi PT. Cipta Galvanizing Indonesia perusahaan yang bergerak di bidang perlindungan baja menggunakan metode Hot Dip Galvanizing (dicelup dalam Zinc panas).

Setelah hari sudah sore dan kami semua sudah lelah, kami lalu melanjutkan perjalanan ke penginapan untuk beristirahat. Dalam perjalanan, saya lihat padatnya kota Jakarta. Klakson di mana-mana menjadi dengungan rutin yang masuk ke dalam telinga. Ah, ini dia kehidupan keras Jakarta.

TransJakarta Salah Satu Transportasi Publik di Jakarta

Namun, dibalik padatnya kota Jakarta, ada satu dua hal yang saya kagumi dari kota ini. Tulisan ini akan menjelaskan tentang pengalaman saya menikmati transportasi publik di Kota yang padat ini.

Dari Hotel Ke Blok M

Perjalanan diawali dengan berjalan dari Hotel ke Blok M. Saat itu, kami harus menyusul teman-teman kami yang ada di Hotel yang lain. Saya menyusuri trotoar di area Panglima Polim. Cukup nyaman dan walkable setidaknya saat itu puluhan kami dapat berjalan di trotoar itu dengan nyaman. Setidaknya pula, jika dibandingkan dengan trotoar yang ada di Bandung, sangat jauh kualitasnya.

Sumber : Google Maps
Sumber : Dokumentasi Kelas (Si Kami yang Beramai-Ramai)
Sumber : Foto Nicholas (Macetnya Jalan di samping Trotoar Lebar)

Setelah sebagian teman dari hotel yang lain bergabung, kami melanjutkan perjalanan menuju Blok M. Tujuan kami adalah untuk jalan-jalan dan makan. Terus kami susuri trotoar sampai kami tiba di ramainya salah satu pusat kota dengan banyaknya orang yang berjualan jajanan. Suasana di sana sangat hidup.

Orang berkumpul dan bercengkrama untuk sembari menikmati jajanan atau kudapan yang ada di sana.

Giliran kami juga untuk memesan makanan. Gultik atau Gulai Tikungan. Salah satu jajanan yang lumayan banyak dijual di area blok M. Sejujurnya saya agak kurang cocok makan di tempat ini. Ini hanyalah masalah personal perut saya yang tidak bisa terkenyangkan oleh tiga sendok nasi dan tiga potong daging.

Sumber : Dokumentasi Kelas

Menggunakan MRT ke GBK

Kami lalu melanjutkan perjalanan. Dengan berganti pemandu perjalanan, kami terus berjalan menyusuri malam Jakarta. Ke sana ke mari tidak tau arahnya ke mana. Akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan MRT untuk pergi ke GBK. Keramaian awal yang terjadi adalah karena sebagian dari kami lupa untuk membawa e-money. Untungnya sebagian kawan ada yang membawa e-money lebih dari satu. Selain itu, ternyata di stasiun juga terdapat loket pembelian tiket menggunakan MRT.

Peta Integrasi Transportasi Jakarta

Hanya dengan biaya Rp 5000, kami bisa bergerak dari St. blok M ke St. GBK. Suasananya sangat nyaman dan dingin. Banyak orang juga terlihat mengandalkan transum ini.

Potret Dosen Parodi Teknik Sipil Sebelum Naik MRT
Menjadi NPC dan menikmati MRT

Ada satu momen lucu yang aku dapati ketika melewati stasiun Senayan Mastercard (Mastercard nya bener-bener harus disebut). Ketika penyiar mengumumkan MRT sudah sampai St. Senayan ada gimik yang menjadi pengalaman tersendiri.

“Senayan Mastercard turutut tututut….Senayan Mastercard turutut tututut”

Sesampainya di stasiun, kami melanjutkan perjalanan turis kami menuju GBK. Aku cukup kaget masih banyak orang yang berolahraga di malam hari. Mungkin karena memang para pekerja kantoran hanya memiliki waktu malam hari untuk olahraga. Selain itu, sepertinya berolahraga di pagi hari akan terasa cukup panas.

Penutup Walkable City Harapan Warga Bandung

Sejujurnya sebagai orang yang cukup lama tinggal di Bandung, meskipun belum pernah melakukan perjalanan cukup jauh, ketersediaan transportasi publik dan terciptanya walkable city merupakan harapan bagi setidaknya sebagian warga Bandung.

Bayangkan saja kita dari ITB ke PVJ cukup tap satu kartu dan kita bisa nge-date menyusuri kota Bandung yang katanya indah. Hal ini bisa diwujudkan dimulai dengan penyediaan trotoar yang ramah bagi pejalan kaki dan inklusif. Upaya ini memerlukan perencanaan yang terpadu dan melibatkan banyak pihak. Mengapa banyak pihak? Ini yang menjadi salah satu ke unikan perencanaan infrastruktur pejalan kaki yang ada di Indonesia. Sebagai contoh kasus di DKI Jakarta. Menurut salah satu artikel dari ITDP menyebutkan pengadaan infrastruktur bagi pejalan kaki di Jakarta dipegang oleh dua dinas teknis utama, yaitu Dinas Perhubungan dan Dinas Bina Marga. Dinas Perhubungan bertanggung jawab atas rekayasa lalu lintas dan pemarkaan sedangkan dinas Bina Marga mengerjakan konstruksi jalan dan trotoar.

Baca lebih lanjut : Perencanaan Terpadu, Kunci Fasilitas Pejalan Kaki dan Pesepeda Berkualitas Tinggi — Institute for Transportation and Development Policy (itdp-indonesia.org)

Sumber : ITDP Trotoar yang ramah pejalan kaki dan inklusif

Padahal di kota-kota maju, penanggung jawab infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda dipegang oleh satu badan yang sama.

Sumber : ITDP

Masih banyak yang perlu dibahas tentnunya. Yang baru aku bahas hanya tentang trotoarnya saja. Karena tentunya upaya ini perlu dibarengi dengan pengadaan transportasi publik. Namun, mungkin akan menjadi bahan artikel berikutnya saja.

--

--

Hermawan, Arif

Mahasiswa yang suka menulis tentang hal-hal yang dipelajari di perkuliahan Teknik Sipil.