Ini Lho Sebab Mengapa Kita Harus Mengurangi Sosial Media

Ternyata Sosial Media Mempengaruhi Kesehatan Batin

Naufal Rabbani
5 min readJun 28, 2019

Agak aneh memang menuliskan hal ini, tapi saya termasuk orang yang mudah resah saat menggunakan sosial media. Saya resah ketika tidak mendapat respon, resah ketika pesan tak terbaca, resah takut terlewat suatu informasi yang penting, dan bahkan parahnya, tiba-tiba galau sendiri saat melihat story orang lain.

Why? Apa penyebab keresahan tersebut?

Setelah membaca beberapa artikel dan menyimak beberapa talks, saya mendapati beberapa hal menarik. Untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Otak Memproduksi Dopamine Saat Kita Bersosial Media

Ternyata bukan kita yang secara langsung kecanduan sosial media, tapi karena otak kita yang terstimulasi secara berlebihan. Mengerikan.

Sosial media ternyata memiliki dampak pada otak. Otak akan memproduksi suatu bahan kimiawi yang bernama dopamine. Efek Dopamine pada tubuh adalah menimbulkan rasa bahagia, termotivasi atau membentuk mood yang baik. Dopamine berperan besar dalam pembentukan perilaku yang motifnya adalah karena adanya hadiah atau biasa disebut reward-motivated behaviour.

Setiap feedback positif yang didapat dari sosial media seperti balasan, likes, comments, subscribe, dan lain sebagainya akan memicu otak untuk memproduksi dopamine.

Otak menganggap feedback positif dari sosial media sebagai suatu reward hingga akhirnya terbentuklah kebiasaan baru seperti: compulsive checking atau pengecekan secara berulang dan terus-menerus untuk mencari reward sosial media. Otak akan terus mencari-cari social reward dari produk sosial media dan mendadak resah jika tidak mendapatkannya.

Karena Sosial Media, Kita mencari kerasahan kita sendiri.

Terbentuknya Adiksi pada Sosial Media

Dopamine juga menimbulkan adiksi. Ini sebabnya kita sering sekali mengecek smartphone secara berulang untuk mencari-cari notifikasi. Bahkan saat bangun tidur pun yang pertama kali dicek adalah ponsel. Ngeri gak sih?

Awalnya kita mencari notifikasi di whatsapp chat, apakah ada chat baru? oh tidak ada. Kita beralih ke story whatsapp, apakah ada story baru? oh tidak ada. Kita beralih lagi ke instagram, Siapa aja sih yang sudah liat story kita? oh ternyata masih sedikit. Apakah ada DM baru? oh tidak ada. Apa ada likes dan comments baru? oh tidak ada juga.

Anehnya, kita sadar secara penuh bahwa sering kali saat kita mengecek smartphone, tidak didapati notifikasi disana. Tapi kok malah terus mencari? Itu adalah Candu. Adiksi. Sama halnya candu terhadap hal negatif lainnya.

Bahkan disaat kita punya waktu luang, bingung mau ngapain, tanpa pikir panjang, jemari kita tiba-tiba secara otomatis mulai menggeser-nggeser smartphone dan melakukan compulsive checking. Ini siapa yang suruh?

Karena Sosial Media, Candu kita anggap sebagai hal yang lumrah.

Distraksi Notifikasi

Layar Ponsel nyala sedikit sudah buru-buru checking dan tak sabar memberikan respon. Mungkin tidak semua orang merasakan hal ini, tapi inilah yang saya rasakan ketika mendapat notifikasi baru.

Saat asik-asiknya melakukan suatu pekerjaan entah itu mengerjakan tugas kuliah ataupun membaca artikel atau buku, notifikasi sering kali merusak fokus yang susah payah dibentuk. Alih-alih ingin fokus, entah mengapa diri ini lebih tergoda untuk membuka dan melihat notifikasi, “Emang notif apa sih itu?”

Setelah membukanya, tergoda untuk segera meresponnya. dan tenyata para pemberi feedback juga tergoda membalas respon dari kita. Ini terus terjadi hingga kita lupa, sampai mana pekerjaan kita tadi. Hmm…

Distraksi ini tentu merusak fokus. Membuat kinerja kita menjadi tidak optimal. Dan berujung pada hasil kerja kita nantinya. Kita kehilangan kesempatan untuk melakukan Deep Work dan menghasilkan karya terbaik.

Karena Sosial Media, Otak telah berkurang kemampuannya untuk fokus.

Tanpa Sadar Kita Meragukan Diri Sendiri

Saat buka story Whatsapp atau Instagram tiba-tiba terbesit:

“Enak banget sih dia, bisa shopping tiap hari”

“Eh ternyata si dia lagi travelling, kok aku gak diajak sih?”

“Nih orang banyak makan tapi kok masih ramping-ramping aja sih?”

“Nih orang mulus parah wajahnya, pake apaan sih?”

“Lhooo, dia udah nyelesain tugas. Aku belom sama sekali coba!”

“Gila, kece banget pencapaiannya. Aku bisa gak yaa kayak dia?”

Udahlah gak perlu mengelak, pasti beberapa statemen yang serupa pernah terbesit secara tak sadar pada benak saat melihat story ataupun post dari orang lain. Hayo ngaku!

Tau gak sih, ternyata dengan berstatemen seperti di atas, kita telah meragukan diri sendiri. Kita telah mempertanyakan self-worthiness diri sendiri. Dampaknya adalah kita akan merasa rendah, tak berdaya, tak berguna, tak dihargai, tak dicintai. Akhirnya, kita akan sulit untuk mensyukuri apa yang telah kita punya. Merasa miskin, merasa dekil, merasa kurang, merasa tidak layak, merupakan produk hasil meragukan diri sendiri.

Yakin masih mau nonton story atau posting orang lain yang tak bermanfaat?

Karena Sosial Media, Kita meragukan diri sendiri

Tanpa Sadar Kita Tidak Menghargai Orang Lain

Susah-susah janjian jauh-jauh hari buat bertemu. Eh, ujung-ujungnya sibuk dengan ponsel masing-masing. Lantas apa bedanya antara bertemu dan tidak bertemu? Padahal masing-masing kita sudah susah paya menyisihkan waktu dan usahanya untuk bertemu.

Ada orang ngomong panjang lebar, cerita ini itu, tapi malah direspon dengan “Sorry, Gimana gimana tadi?” Gara-gara tidak memperhatikan. Sebel gak sih semisal pihak yang bercerita itu adalah kamu? sedangkan kamu membahas hal yang penting dan butuh pendapat.

Jika kita melakukan hal yang serupa, secara tidak langsung kita telah menilai bahwa orang yang kita hadapi atau temui is unworthy. Dan ponsel kita lebih layak untuk diperhatikan. Parah!

Pernahkah kita mencoba untuk menikmati waktu bersama. Bercengkrama dengan keakraban, kehangatan. Mendengar dan berbagi pengalaman yang berarti dan menyenangkan?

Padahal, setiap orang memiliki waktu yang terbatas. Jadi, jangan pernah lewatkan waktu-waktu yang berarti bersama orang yang kita sayangi. Karena bisa jadi, itu takkan terulang kembali.

Makin kita menghargai orang lain, makin banyak kebaikkan yang bisa kita dapat.

Karena Sosial Media, Kita meremehkan orang lain.

Kesimpulan

Sosial media tentu tidak selalu memberikan dampak negatif, tapi jika teman-teman merasakan apa yang saya rasakan — cieeh sama rasa — , itu artinya sosial media memiliki dampak negatif yang cukup signifikan untuk mengusik pikiran dan menimbulkan stress. Mengurangi Produktifitas. Mengurangi Daya Fokus.

Bijak menggunakan sosial media, selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki, dan menghargai orang lain menjadi kunci utama untuk mendapatkan manfaat dari sosial media.

Jadi gimana? Mau ikutan coba mengurangi sosial media gak nih? Bukankah hal yang berlebihan itu tidak baik?

Jika dirasa artikel ini bermanfaat, jangan lupa share yaa. Agar lebih banyak lagi orang yang aware saat menggunakan sosial media.

Penutup

Setiap detil isi konten dalam artikel ini tidak bermaksud untuk show off, menyinggung, menyindir, mengkritik ataupun sejenisnya. Melainkan hanya menyampaikan dampak negatif dalam bersosial media.

Sangat terbuka untuk kritik dan saran. Kalau saya salah, mohon dengan sangat untuk diingatkan. Semoga bermanfaat dan jangan lupa Like and Share~

--

--

Naufal Rabbani

Frontend Engineer. SidoarjoDev Initiator. @github and @vuejs enthusiast, find me on github https://github.com/BosNaufal.