BADAI.

Zeuu
3 min readApr 1, 2022

--

Badai mengerang memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Terbangun tengah malam, Lalu mencoba melanjutkan tidur, namun nyatanya tak bisa.

Ingatan ingatan itu tetap mengganggu kepala Badai hingga membuatnya tetap terjaga. Bayangan Sky yang terus menyakiti dirinya sendiri sangat sukses membuat Badai hanya menatap langit-langit kamarnya hingga berjam-jam.

Bunyi alarm mengganggu tidurnya yang hanya berlangsung selama empat jam. Tenggorokannya pun terasa sangat kering. Badai membutuhkan segelas air dan mungkin satu buah roti untuk mengganjal perutnya sebelum kembali tidur.

Badai keluar kamar, menuruni anak tangga perlahan-lahan. Sampai di pijakan terakhir, Ia melihat kedua orang tuanya yang sudah sangat rapi tengah tersenyum memandangnya.

“Badai, kamu sakit?” tanya Papa menatap penuh khawatir.

Badai menggeleng pelan sebagai jawaban.

Kini sang Mama yang menatap Badai dengan pandangan berharap.

“Kamu— bener ga mau ikut?” ada jeda sebelum Mama kembali melanjutkan perkataannya.

Badai bisa melihat dengan jelas tangan Sang Papa yang tengah merangkul bahu Mama, lalu mengelusnya dengan lembut.

“Hmm.”

“Yaudah. Nanti sarapan, ya.” ucap Mama sambil tersenyum tipis. “Mama, udah masakin nasi goreng sosis kesukaan kamu.”

Lagi, Badai hanya berdehem pelan. Sampai kedua orang tuanya pamit untuk pergi. Meninggalkannya yang masih diam menatap punggung itu.

Sudah sekitar sepuluh menit, Badai diam menatap piring berisikan nasi goreng kesukaannya dengan pandangan kosong.

Nafsu makannya pun sama sekali tidak ada. Seraya menghela nafasnya, ia mengangkat sendok kemudian mencoba untuk makan.

Nasi goreng itu berhasil masuk ke dalam perutnya, dan rasa masakan Mamanya masih sama. Hanya suasananya yang berbeda saat ini. Tidak ada suara tawa ketika Sky berhasil merebut sosis milik Badai, tidak ada keluhan sang Mama karena kedua anaknya yang ribut ketika makan, tidak ada pembelaan dari Papanya untuk Badai ketika melihat anaknya merajuk.

Badai kembali menyendokkan nasi goreng kesukaannya dan Sky dalam diam. Kemudian memejamkan matanya, menahan sesuatu yang mungkin bisa dengan bebas keluar kapan saja.

Sudah mencoba untuk makan masakan sang Mama, namun hanya tiga sendok saja yang berhasil Badai makan. Sekarang ia memutuskan kembali ke dalam kamar untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

Ketika Badai sudah berada di antara dua pintu. Matanya tertuju kembali pada pintu kamar Sky.

Hati kecilnya meminta Badai untuk memasuki kamar itu, akan tetapi ada penolakan dari dirinya yang lain agar tidak masuk ke kamar itu. Seperti kedua magnet yang saling berlawanan.

Dan pada akhirnya, dorongan untuk Badai masuk berhasil memenangkan pergumulan tersebut.

Tangannya terulur memegang gagang pintu tersebut. Perlahan namun pasti, Badai menggerakkannya lalu mendorong pintu itu.

Saat pintu terbuka. Semerbak harum kamar Sky menerpa indra penciumannya. Harum yang begitu dirindukan Badai.

Melangkahkan kakinya masuk ke dalam, Badai langsung disuguhkan dengan kemunculan bayangan Sky tengah tertawa di atas kasur, disusul Sky yang tengah berkutat di meja belajarnya.

Semua bayangan-bayangan itu bermunculan silih-berganti. Bak hantu yang tengah menunjukkan sosoknya.

Air muka Badai yang semula datar, lambat-laun berubah menjadi sendu. Hatinya bagai tersayat pisau tajam yang mulai merobeknya perlahan-lahan.

Mendekati meja belajar lalu mengambil satu buah bingkai foto yang ada di situ. Badai memandang foto tersebut dengan seksama. Lantas kalimat pertama yang terlintas dalam benaknya “Kamu bahagia?” kemudian disusul dengan lekukan senyum kecil di bibir pucat Badai.

Ternyata, Badai tidak setegar itu.

Ternyata, Badai tidak sekuat itu.

Pertahanan yang selama ini ia buat, hari ini hancur semua.

Air mata yang sudah lama ia tahan-tahan, akhirnya runtuh juga tatkala tangannya mengelus lembut bingkai foto yang menampakkan wajah Sky ketika tersenyum.

"Sky... Selamat ulang tahun...." ujarnya lirih dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari matanya.

Badai menggigit bibirnya begitu kuat, menahan suara isakan yang bisa kapan saja keluar. Ia tidak peduli jika dirinya terluka. Badai memilih menangis dalam diam, memilih untuk merasakan sakit ini sendirian tanpa orang tahu bahwa dirinya terluka begitu dalam.

Di dalam kamar itu, sang Adik terduduk lesu di lantai seraya mengelus foto sang Kakak. Badai yang terlihat begitu gagah biasanya. Kini telah berganti menjadi sosok yang sangat rapuh dan terluka.

Tubuhnya bergetar hebat, air matanya tak kunjung berhenti sampai tubuhnya ia rebahkan di lantai seraya tangannya memeluk erat bingkai foto Sky.

Badai berharap semua yang terjadi saat ini hanya mimpinya, ia berharap ketika bangun, sang Kakak ada disampingnya. Ia terus berharap dan berharap bahkan setiap harinya. Walaupun Badai tau, harapannya tak mungkin terwujud.

--

--

Zeuu
Zeuu

Written by Zeuu

Selamat datang, selamat membaca 👣 jika suka silahkan tinggalkan jejak kecilmu 🤍