Aurora Borealis — Gunvin

part 40

gomu
6 min readFeb 27, 2024

“Malam sayangku.” Ucap putra mahkota yang sekarang sudah menjadi seorang raja. Ya… walaupun sebenarnya belum ada upacara resminya, dan seseorang yang calon raja denne itu panggil sayangku malah diam membisu. Ia kesal. Bagaimana tidak kesal? Setelah surat sok romantis di kirim, kekasihnya itu tidak menemuinya bahkan sampai keesokannya, dan baru datang saat larut malam.

Gunwook pun membawa tubuh ramping kekasihnya itu kedalam pelukannya, lalu ia elus surainya sebari pipinya ia tempelkan pada surai halus kasihnya. Tangannya pun turun untuk memberikan tepukan dipunggung. Menenangkan kasihnya yang risau.

Gyuvin yang berada dipelukan dan menerima semua afeksi hanya bisa memeluk kembali dengan erat. Matanya kini memanas.

“Sayang.”

“Gunwook.”

“Hm? Mau bicara sambil duduk?” dan jawaban dari pertanyaannya adalah sebuah gelengan kepala.

Udara semakin dingin, dan keduanya kini berada dibalkon kamar gunwook.

“Gunwook, nanti gunwook sibuk.”

Hening

“Nanti sepi.”

Hening

“Gunwook?”

Pelukan pun semakin erat, kedua tangan si sulung denne memeluk erat tubuh si bungsu chivash. Memberikan kehangatan sebisanya. Lalu ia lepas, dan ia tangkup kedua pipi kasihnya sebari mengecup dahi cantik di wajahnya yang mungil itu.

“Dahinya udah aku cium biar gak mengkerut terus sambil mikirin hal jelek.”

“Maaf gunwook.”

“Gak apa-apa sayang. Kamu kaget, dan belum terbiasa. Aku juga gitu.”

Gyuvin mentatap kedalam mata hitam milik gunwook mencoba menghantarkan maksudnya tanpa perlu berucap karena anak manis ini tidak tahu harus merangkai kata apa, dan tentu saja gunwook mengerti dengan sedikit tebakan, kemudian ia tersenyum dan mendekat.

Keduanya berciuman dibalkon diantara gelapnya langit berlatarkan bulan berwarna kelabu namun tetap memantulkan cahaya dari sang fajar yang tenggelam.

Kini keduanya terengah didinginnya salju yang menyelimuti keduanya. Saling bertatap rindu. Menyunggingkan senyum. Lalu saling menggenggam dan berlalu ketempat yang hangat sehangat cinta keduanya.

Malam ini tak ada tangan kanan mereka yang mengganggu, keduanya asik berpelukkan dengan diselimuti selimut yang tebal.

“Gunwook.”

“Iya?”

“Maaf aku belum bisa terbiasa.”

“Gak apa-apa sayang. Aku juga belum terbiasa dengan banyak kebiasaan baru dan waktunya tinggal tiga hari.”

Gyuvin menggesekkan hidung nya ke dada gunwook lalu menenggelamkan wajahnya ke dada bidang kasihnya, dan disambut elusan disurai oleh kasihnya itu.

“Nanti gunwook jadi raja.” Cicitnya dengan suara teredam.

“Iya, kamu jadi pendamping raja.” Jawab gunwook “jadi mau dipanggil apa?”

“Belum tahu, aku juga masih jadi pangeran. Ish kenapa dua puluh lama sekali.”

Gunwook terkekeh mendengar keluhan cintanya, tapi detik berikutnya ia pun mengeluh juga tentang lama nya dua tahun itu.

Keduanya asik berbincang dengan riang.

Sampai akhirnya.

“Aku pulang ke chivash setelah gunwook resmi jadi raja kan?”

“Iya. Nanti aku antar.”

“Iya harus antar.” lagi — lagi jawaban gyuvin mampu membuat gunwook terkekeh.

“Gunwook, aku bisa tahan kok gak ketemu.”

“Iya nanti aku mampir pasti dalam sebulan.”

“Gunwook!”

“Kalau ada senggang aku juga bakal berangkat ketemu kamu.”

“Ish nanti kamu capek.”

“Nanti kita jalan — jalan dichivash ya? Aku udah jadi raja jadi ayahmu gak bisa larang — larang anak manisnya lagi.”

“Gunwook….hiks”

Gunwook dengan panik melepaskan pelukan lalu mengecupi seluruh wajah dari gyuvin agar siempunya berhenti terisak.

“Udaaaah.”

“Jangan nangis dong cantik.” Cup! Satu kecupan terakhir dibibir sebagai penutup serangan kecupan tadi.

“Habisnya… aku aku mau disini aja.”

“Iya nanti ya aku bawa kamu kesini kalau memungkinkan.”

“Aku boleh mampir sendiri gak kesini?”

“Gak boleh sayang.”

“Kan ada penjaga?”

“Bahaya dilautnya.”

“Gunwooook.”

“Sayang. Aku janji bakal sering dateng. Oke? Jadi tolong bantu aku dari jauh.”

Gyuvin terdiam mendengar jawaban masuk akal itu. Ia tidak seharusnya bersikap kekanakan terus — menerus.

Keduanya saling bertatap lagi, dan ciuman kali ini dimulai oleh gyuvin yang kini duduk diperut gunwook sambil mencium bibir kekasihnya itu. Keduanya pun kini larut dalam ciuman malam yang penuh rasa.

Lagi — lagi si bungu chivash harus duduk sendiri dengan sepinya. Sebenarnya ada penjaga dibelakang agak jauh. Juga ada matthew yang kini sedang meminta penjaga untuk membawakan cake manis untuk si bungsu chivash yang sedang gundah.

Gyuvin memejamkan matanya sambil duduk dikursi kayu milik penjaga. Kini ia berada di halaman dimana para pejaga tinggal. Tiba — tiba ia penasaran dan ingin tahu saja.

Namun rasanya malah semakin hampa dan sunyi, karena hampir semua nya sedang bertugas. Mau bagaimana lagi? Putra mahkota akan menjadi raja. Raja mereka yang baru.

Gyuvin menghembuskan nafasnya dengan lelah, pikirannya terus bercampur dengan tidak beraturan.

Ia tidak ingin kehilangan gunwook yang selalu ada disampingnya akhir — akhir ini, namun ia tidak bisa egois.

Gunwooknya bukan hanya miliknya saja, tapi juga milik denne. Ia sangat tahu itu. Seperti kakaknya yang juga milik chivash. Sebuah alasan mengapa anak kedua yang dijodohkan.

Apakah ia tidak berharga bagi chivash jadi ia yang dikorbankan?

Atau apa?

Untung saja gunwook sangat mencitainya.

Bagaimana kalau keadaannya tidak seperti itu?

Terkurung di chivash.

Juga terkurung di denne.

Untungnya tidak seperti itu. Iya kan?

Gunwook mencintainya.

Dan ia yakin itu tak akan berubah.

“Hei”

“Buka matamu!”

Taman peri denne

“Wow!” Seketika mood gyuvin yang kelabu kini berganti cerah secerah kumpulan sinar didepan matanya.

“Kalian dimana?” Tanyanya pada suara yang ia yakin adalah peri denne.

“Hai pangeran!”

“Hai? Astaga! Kamu cantik sekali!”

“Pengeran juga!”

“Ayo kemari”

Gyuvin mengikuti peri denne yang terbang didepannya menunjukan jalan. Lucu sekali melihat peri seukuran tangannya sedang terbang dengan sayapnya yang cantik. Gyuvin rasa ia ingin menyentuh sayap itu, namun tentu saja tidak ia lakukan! Karena tidak sopan.

“WOAAAAAH!!!!”

Dihadapannya kini ada sesosok peri berukuran seperti anak kecil dan anak itu bergerak seolah menggerakkan paus yang setelah ia lihat itu kumpulan peri lainnya yang kini membentang membentuk formasi hewan — hewan laut lainnya juga.

Menakjubkan.

Tak hanya sampai disitu.

Peri yang tadi mengajaknya kemari memintanya untuk mundur.

Untuk melihat secara keseluruhan lebih jauh.

Menakjubkan.

Entah sudah berapa lama pertunjukkan ini dilangsungkan.

Gyuvin hanya mampu terdiam sambil tidak berhenti terpesona, liatlah mata bambinya yang bulat itu terus membola seolah tak ingin kehilangan satu scene pun.

Sampai akhirnya gemuruh pun berkumandang, lalu semuanya membentuk formasi lurus dan menundukan tubuhnya kearah gyuvin yang dibalas juga dengan sopan.

“Indah bukan?”

“Sangat indah! Terimakasih banyak.”

“Kami mempersiapkannya semalaman.”

“Oh? UNTUKKU?”

“Tentu saja untuk mu. Pendamping raja kami.” lalu peri kecil itu mengecup ujung hidung dari gyuvin “Jangan terlalu larut dalam sedihmu, masih ada banyak jalan yang bisa kamu tempuh dengan bahagia daripada larut dalam sedihmu itu. Semangatlah. Karena seberat apapun. Kamu harus ingat kamu disayangi oleh banyak hal.”

Gyuvun terisak mendengarnya kemudian mengangguk dan berucap terimakasih, itu melegakan hatinya.

“Saat ratu peri kehilangan sayapnya. Sang anak juga akan menggantikannya. Ibu ku sudah berada disamping denne sedari awal, tak pernah sekali pun aku berpikir ia akan menemui akhirnya. Namun ternyata ini adalah akhirnya.” Peri kecil itu turun dibahu kanan gyuvin lalu memeluk “Selama ratusan tahun ini aku selalu menjadi anak kecil yang bisa bermain sepuasnya karena mempunyai mahkota di kepalaku. Kini mahkota itu harus berfungsi dengan benar. Aku tidak percaya diri. Namun aku juga tidak bisa menolak.” Peri itu menghembuskan nafasya “Oh iya, kamu tahu? Aku lah peri yang saat awal kamu temui dulu. Aku menyukai energi kehidupanmu. Hangat dan penuh cinta. Aku juga peri nakal diaurora saat itu! Dan saat melihatmu bersedih itu sangat melukai hatiku. Maka aku mempersiapkan semampuku agar kamu bisa tersenyum. Tentu saja atas izin kekasihmu yang posesif itu. Haha itu adalah kontak pertama ku dengan raja denne sebagai pengganti ibuku.”

“Maaf aku jadi mengoceh, aku bahkan tidak tahu tadi berkata apa saja.”

“Tidak jangan meminta maaf, terimakasih sudah menyayangiku. Terimakasih juga sudah memberikan pandanganmu sebagai ahli waris. Kalau kamu memintaku untuk semangat menuju bahagiaku, kamu juga harus begitu!”

“Eh?”

“Berjalanlah, nanti kamu akan langsung sampai di istana denne.”

“Tapi, matt — ”

“Raja menunggumu.”

“Terimakasih.”

“Terimakasih juga pangeran. Semoga saat bertemu lagi nanti. Kamu sudah menentukan ingin dipanggil apa.”

Keduanya pun berpisah dengan senyuman hangat yang tercetak di bibir keduanya.

“Menyenangkan?”

“Gunwook!” Gyuvin langsung memeluk kasihnya itu.

“Apakah risaumu masih bersisa?”

“Tidak! Hehe tenang saja sayangkuuu!”

“Ehem, syukurlah.”

Gyuvin melepas peluknya, lalu menatap gunwook dengan heran.

“Kenapa wajahnya memerah?”

“Tidak?”

“Sayang?”

“Huh?”

“Sayangkuuu!”

Kini merahnya menjalar ketelinga! Gyuvin pun kembali kepelukan gunwook sebari kini memaksa ingin mengecupi pipi merah kasihnya itu. Ah kalau diingat lagi ia jarang memanggil kasihnya itu dengan sebutan sayang.

Jadi raja atau ratu?

--

--