Aurora Borealis — Gunvin

gomu
7 min readOct 7, 2023

--

Part 2

Bertemu

Rombongan dari Kerjaan Denne telah sampai di istana Chivash, para pekerja sibuk merapikan bawaan, dan keluarga inti serta orang penting pun memasuki lorong demi lorong dan sampai dilorong cantik penuh hiasan bunga yang menujukan bahwa sebentar lagi mereka sampai ke singgasana istana Chivash.

Lorong menuju singgasana

Pangeran Yujin tampak riang saat melihat cantiknya hiasan disepanjang lorong, bunga cantik yang bercahaya seperti menandakan perjalanan mereka hanya akan dihiasi hal indah.

“Kak, bukankah ini sangat cantik? Ayo kita minta dekor lorong istana Dunne juga. Ayahanda pasti setuju.” ucap si bungsu pada pada kakaknya yang berjalan disampingnya.

“Yang ada bunganya layu terkena angin alaska.” Jawab si sulung yang juga terpesona oleh indahnya lorong. Dahulu tidak seperti ini.

“Tenang saja, paman Shi pasti bisa mengatasinya dengan sihirnya!” usul Yujin dengan riang.

“Masih saja kau mempercai si tua itu.”

Tak terasa mereka pun sudah sampai digerbang singgasana. Sang ibunda berbalik menatap kedua anaknya. Lalu menatap sisulung dengan ekspresi jahil.

“Siap bertemu pasanganmu, sayang?”

“Apasih bu!” Jawab si sulung kesal. Ibu dan ayahnya memang setahun sekali keistana ini untuk makan malam, makannya tak heran ibu nya sudah tau seperti apa Gyuvin saat ini. Dan hanya dibalas dengan tawa kecil dari ibu dan ayahnya, lalu ibu berbalik dan —

“Keluarga Kerajaan Denne masuk.” Ucap seorang penjaga. Lalu membuka gerbang singgasana.

Singgasana Chivash

Pintu pun terbuka dan terlihat keluarga inti Kerjaan Chivash berdiri berjejer. Kedua pengeran Chivash pun membungkukkan kepalanya tanda hormat untuk pemimpin Kerjaan Denne. Lalu kedua pangeran Denne pun melakukan hal yang sama. Senyum pun terukir dari kedua pemimpin kerajaan dan suasana yang tadinya terasa formal pun akhirnya mencair. Keempat orang tua itu asik berbincang. Dan meninggalkan anak mereka.

“Hai Yujin! Ingat kakak tidak? Akkhh kau tampan sekali!” Ucap salah satu pangeran Chivash.

“Ingat! Karna mata kakak bulat. Kakak pasti Pangeran Gyuvin!” Dijawab seperti itu membuat Gyuvin benar-benar senang lalu menangkup pipi Yujin dan mencium nya dikanan dan kiri. Tubuh Yujin mundur karna ditarik oleh seseorang, membuat tangkupan tangan Gyuvin terlepas, dan ternyata yang menarik adalah kakaknya.

“Kakak! Apasih tarik-tarik!” Bukannya menjawab perkataan Yujin. Gunwook malah menatap Gyuvin yang tiba-tiba gugup.

“Tidak mau menyapaku?” Ucapnya dengan mata tajam yang terus menatap satu persatu gerakan Gyuvin tanpa celah.

Gyuvin memberanikan diri mentap balik mata tajam itu, lalu dia memberanikan diri lagi untuk membawa tangannya menutup kedua mata tajam itu.

“Liatnya biasa aja dong. Serem tau!” Gunwook yang matanya ditutup, memegang pergelangan tangan Gyuvin agar melepaskannya. Setelah terlepas ia berkata.

“Masih saja berlebihan seperti dulu.”

“Biar!”

“Jadi? Tidak mau menyapaku?”

“Kan kita sudah berbincang.” Jawab Gyuvin heran. Dia mengerutkan keningnya. Lalu…Oh! Cup! Gyuvin pun mencium pipi kanan Gunwook, yang membuat tubuh Gunwook mundur. Kaget.

“Kau — ”

Belum sempat Gunwook berucap. Gyuvin sudah lari bersama Matthew yang mengejarnya keluar singgasana. Dan membuat enam orang disana diam memproses. Iya enam. Pangeran Gunwook, Pangeran Yujin dan Pengeran Hanbin, beserta masing-masing tangan kanannya.

Belum sempat mereka lanjut berbincang. Mereka dipanggil untuk beristirahat keruangan masing-masing sebelum penjamuan makan malam.

Ruang belajar Gyuvin dikamarnya

Gyuvin dengan tergesa masuk kedalam kamarnya, lalu pergi ke ruang belajarnya, duduk, dan menggelamkan kepala nya dilengan yang bertumpu dimeja.

Gyuvin. Tidak sopan langsung pergi begitu saja.”

“Diam mattu! Aku malu. Aaaaaaaa gila. Kenapa juga aku mencium pipinya?” Gyuvin mengangkat kepalanya dan melihat kearah Matthew.

“Kau liat ekspresinya??? Sangat menyeramkan. Lagi pula kenapa dia memaksaku menyapanya padahal kita sudah berbicang?”

“Lalu kamu pikir maksud dari menyapa adalah mencium pipinya seperti kamu mencium adiknya?”

Mendengar jawaban Matthew, Gyuvin kembali menyembunyikan kepalanya kelengannya. Lalu menggeleng.

“Tau ah! Kan itu refleks!!!”

“Yasudah nikmati saja waktu mu disini. Aku harus menyiapkan sesuatu. Nanti ku panggil saat makan malam.” Ucap Matthew sambil keluar ruangan.

Makan malam. Tandanya dia akan bertemu lagi dengan Pangeran Gunwook. Mati. Mati. Mati. Bagaimana ini??

Ruang beristirahat kedua pangeran denne

Kedua Pangeran Denne memasuki ruang istirahat. Lagi-lagi Yujin terpesona dengan hiasan Pohon yang terlihat dikaca ruangan.

“Kak, indah sekali!” hening. Yujin yang tidak mendapat jawabanpun menoleh kearah kakaknya yang sedang memandangnya agak kesal.

“Kenapa kakak kesal? Karna dicium hanya satu kali atau karna kak Gyuvin memuji ku tampan, dan bilang seram pada kakak.” Ucap Yujin jahil yang hanya dibalas lemparan bantal oleh kakaknya. Dan tentu saja tidak kena. Yujin terlalu gesit untuk bantal yang berat itu. Yujin pun masuk ke kamar nya sambil memberikan mehrong pada kakaknya.

“Kenapa kamu terlihat kesal begitu? Tidak biasanya.”

“Apasih siapa yang kesal. Aku tidak kesal. Lagi pula kenapa anak itu tiba-tiba mencium yujin dan menciumku. Padahal aku hanya meminta untuk disapa.”

“Benarkah? Yang kulihat saat Pangeran Gyuvin mencium adikmu kamu terlihat marah — ” belum selesai ucapannya Jiwoong juga dihadiahi bantal melayang yang berhasil dihindari.

“Ngarang. Aku mau kekamar tidak usah ikut.” Ucap Gunwook dan masuk kekamar yang sudah disediakan.

Jiwoong hanya menjawab iya sambil tersenyum, jarang sekali melihat Pangerannya itu kesal dan marah karna hal kecil. Sepertinya lima bulan disini akan terasa sangat menyenangkan. Pikirnya.

Malamnya, semua sudah berkumpul diruang makan. Suasana terlihat sangat formal dan memuakkan untuk dua pangeran yang akan dinikahkan.

Tempat penjamuan istana Chivash

Salah satu persamaan Gunwook dan Gyuvin adalah membenci formalitas yang ada dikerajaan mereka, muak dan bosan. Maka ketika Gyuvin kecil menarik jemari Gunwook kecil untuk kabur dalam berbagai acara formal saat bertemu, Gunwook tidak pernah menolak.

Sebenarnya Gunwook tahu ia pasti dimarahi setelahnya, tapi toh yasudah dia yang berusia sebelas tahun hanya diam mendengarkan ketika dimarahi, beda dengan pria berusia sebelas tahun di sebelahnya yang menangis ketika akan dimarahi, padahal baru akan belum dimarahi. Ckck menyebalkan pikir Gunwook kecil saat itu.

Gunwook tidak pernah membenci Gyuvin, dia hanya bingung harus bagaimana. Diusia lima tahun mereka bertemu sebagai teman bermain. Lalu diusia delapan tahun mereka bertemu lagi sebagai teman karib, dan diusia sebelas tahun mereka bertemu lagi sebagai tunangan. Rasanya benar-benar aneh. Mereka bahkan jarang bertemu sesering itu.

Gunwook menatap Gyuvin yang ada disebrangnya. Pria yang tadi mencium pipinya itu sedang tertawa riang bersama adiknya. Lagi-lagi adiknya. Makanan penutup pun dihidangkan. Gunwook melihat kilawan mata bulat Gyuvin semakin terang saat melihat semua makanan manis itu. Lucu seperti sebelumnya. Gunwook jadi ingat diusia delapan tahun, Gyuvin kecil yang sedang sakit gigi mengadu padanya bahwa dia rindu coklat coklat yang sudah menopang hidupnya selama delapan tahun, ia yang merasa kasihan pada teman karibnya itu mau mau saja ketika dititah mengambil coklat didapur, dan berkata untuk dirinya. Tapi, tentu saja mereka ketahuan. Hampir semua memori masa kecilnya bersama Gyuvin benar-benar membuat nya kesal karna semuanya berujung dimarahi, mungkin itu juga yang membuat Gunwook selalu tampak ketus dan tidak suka kepada Gyuvin. Tangan Gunwook berhenti menyuap ketika mendengar Gyuvin berkata pada adiknya bahwa dia kira dia akan menikah dengan adiknya yang katanya super tampan itu. Mata Gunwook menatap tajam Gyuvin entah apa maksudnya. Gyuvin yang merasa ditatap, melihat kearah tatapan dan begitu tahu itu Gunwook, ia langsung memalingkan wajah kearah Yujin dan bercengkrama seolah tidak melihat tatapan itu. Sial ucap Gunwook dalam hati.

Dan sejauh apapun Gyuvin menjauh pada ujungnya dia dititah untuk bertemu Gunwook berdua saja.

“Jadi kau akan membawaku kemana kali ini? Toh sepertinya kita tidak akan dimarahi lagi.” Ucap Gunwook kepada Gyuvin yang hanya diam didepannya.

Gunwook, maaf soal ciuman tadi. Aku hanya refleks.”

“Jadi kau sekarang punya refleks mencium pipi orang? Jelek sekali.”

Mendengar jawaban Gunwook. Gyuvin mengerutkan keningnya sambil melihat ke arah Gunwook yang tampak kesal kepadanya.

“Bukan begitu! Tau ah! Sana pergi. Aku akan mengajak Yujinie saja.”

Yujinie? Apa-apaan itu. Ucap Gunwook dalam hati. Melihat Gyuvin yang akan pergi, Gunwook meraih pergelangan tangan itu lalu menariknya menjauh entah kemana. Dia hanya pergi ketempat yang dia ingat saat kemari. Gyuvin yang ditarik pun hanya diam tidak protes karna wajah Gunwook seperti sedang kesal dan marah. Lalu —

“Hei!! Kenapa kearah kamarku?” Ucapan Gyuvin menghentikan langkah Gunwook, lalu ia berbalik menatap Gyuvin.

“Ini arah kamarmu?” dan hanya dijawab anggukkan oleh Gyuvin, sial dari semua tempat kenapa dia malah mengingat arah kamar Gyuvin yang baru dia kunjungi dua kali.

Keadaan menjadi hening. Bahkan penjaga didepan blok kamar pun hanya diam.

Gunwook melirik ke arah kanan. Kalau lurus arah kamar. Berarti tempat santai Gyuvin ada di arah kan. Jadi dia kembali menarik Gyuvin. Dan keduanya diam didepan pintu yang sudah dibuka oleh penjaga.

“Mau apa keruangan ini?” tanya Gyuvin.

“Berbicara dengan tunanganku. Memangnya tidak boleh?” Ucap Gunwook dengan nada yang terdengar menyeramkan ditelinga Gyuvin, Gunwook melepaskan genggamannya dan jalan terlebih dahulu masuk.

Gyuvin yang mendengar itu tidak tahu harus bereaksi apa. Ia merasa ingin kabur. Tapi tidak mungkin. Jadi dia berjalan kearah dalam mengikuti Gunwook.

Ruang pribadi Gyuvin

Jadi apa yang mereka bicarakan didalam?

--

--