Aurora Borealis — Gunvin AU

gomu
6 min readOct 27, 2023

--

Part 17

Pangeran Denne

Ruang pribadi Gunwook

Berbeda dengan keluarga Chivash. Keluarga Denne memilih melakukan kegiatannya masing-masing seusai berbincang sebentar di lobby. Ayahanda pergi keruang kerja, ibunda ke ruang penjamuan, si sulung ke ruang pribadinya, dan si bungsu yang harus mengikuti kelas.

“Jadi……..Kamu akhirnya menyukai laki-laki itu?” Ucap jiwoong yang duduk didepan Pangerannya.

“Diam. Aku tidak menyukai laki-laki! Hanya Gyuvin.”

Tangan kanannya itu hanya bisa menahan senyum ketika mendengarnya.

“Bukan kah selama ini kamu menyebut Pangeran Gyuvin begitu.”

Si sulung Denne pun memejamkan matanya, dan bersandar dikursinya, mencoba mengingat awal mula kenapa dia bisa berdebar pada laki-laki cengeng itu. Saat usia lima? Usia delapan? Usia sebelas? Atau saat kemarin karena bersama hampir satu bulan?

Hmm mungkin saat usia delapan? Wajah mungil itu sangat lucu ketika meminta tolong agar di bawakan coklat, dan juga mata bulat yang mampu membuatnya terdiam karena merasa seperti dihipnotis? Ketika di pikirkan dengan baik mungkin memang saat itu lah dia mulai menerima Gyuvin di hidupnya, sebagai teman?

Ingatan si sulung kembali terputar saat ia berusia sebelas. Saat itu dia dengan senang hati datang ke Chivash karena akan bertemu teman sebayanya, ya… walaupun mereka berbeda tahun, tetapi itu hanya sepuluh hari! Senyum nya selalu merekah sejak mereka turun dari kereta kuda dan masuk ke istana Chivash. Dia masih ingat, betapa kecewanya ia saat mengetahui bahwa ia tidak bisa bertemu Gyuvin karena anak itu sedang ada kelas. Menyebalkan. Si sulung sudah bertemu semua orang termasuk bertemu Pangeran Hanbin yang sibuk. Jadi kemana anak lelaki cengeng itu? Kaki nya yang mulai tumbuh semakin tinggi itu pun berjalan menyelusuri lorong diikuti tangan kanannya dibelakangnya dan langkah mereka terhenti saat ia melihat sebuah kamar bertulisan ‘Gyuvin secret room’. Hah? Secret apanya? Bahkan pintu nya saja terbuka lebar. Lalu matanya menangkap seorang gadis yang sedang berlarian di kejar dua orang di dalam kamar itu. Tunggu….. dia sempat mendengar bahwa si bungsu Chivash akan di jodohkan, apakah itu orang nya? Gadis itu terus berlarian menghindari semua orang. Dia yang ingin melihat jelas pun akhirnya menyerah dan memilih pergi. Saat itu ia yang berusia sebelas tahun merasa risau dan tidak nyaman, dan bertanya pada tangan kanannya. Bukan kah anak kedua Chivash dan anak sulung denne akan menikah? Dan tangan kanannya hanya berkata iya benar itu pelajaran dasar. Lalu siapa wanita cantik tadi?

Dengan semua pertanyaan yang ada di benak nya ia dan Gyuvin pun bertemu. Anak itu tersenyum sangat manis seolah tidak punya beban apapun, lalu esok nya kami menghadiri suatu upacara. Upacara kami. Iya kami bertunangan diusia sebelas tahun. Kulihat dia menangis seusai acara. Mungkin dia kecewa jodohnya laki-laki? Gunwook yang berusia sebelas pun ikut menolak dalam hatinya karena ia seolah mendapat sebuah penolakan. Lalu dia lagi-lagi berada di situasi yang sama. Berdiri di depan kamar Gyuvin yang didalamnya seperti sedang ribut, netranya menangkap satu sosok, sosok cantik kemarin, tunggu…wajahnya terlihat semua. Kepala Gunwook memutar ke arah Jiwoong yang juga terkejut. Jadi wanita ‘cantik’ yang dia lihat kemarin adalah Gyuvin yang di jahili memakai gaun dan wig? Saat itu pun dia merasa pusing. Dan membuat sisa lima hari nya di Chivash menjadi kurang menyenangkan karena dia risau. Juga getaran aneh apa ini?

Dia yang berusia tujuh belas pun hanya terkekeh saat mengingat masa lalunya.

“Dulu kamu bahkan tidak melirik atau mencoba berkenalan dengan yang lain. Setia sekali.” Ucap Jiwoong dengan jenaka.

“Untuk apa juga aku melakukan hal merepotkan seperti itu.” jawabnya.

“Jadi kapan kamu mulai tidak denial untuk mengakui kamu menyukai calonmu itu?”

“Kenapa kau mau tahu sekali?” Jawabnya dengan heran.

“Hanya penasaran saja, aku bahkan tidak pernah berpikir kalian akan secepat itu prosesnya.”

“Makannya jatuh cinta sana biar kau tidak merasa aneh dengan yang aku alami.”

Jiwoong pun hanya tersenyum dan berkata mungkin akan tiba saat nya dia bisa merasakan hal itu? Dia juga meminta tips pada Pangerannya itu. Membuat Gunwook teringat satu bulannya di Chivash.

Minggu pertama saja sudah penuh ujian. Gyuvin dengan seribu tingkahnya mampu membuatnya benar-benar heran. Dia yang sangat yakin tidak menyukai laki-laki pun tidak bisa menolak saat anak itu memintanya untuk di peluk, di pangku, di gendong. Ia juga tidak mengerti kenapa dia menurut saja. Bahkan saat anak itu risau karena satu salah paham, dia menjelaskannya dengan rinci. Dia juga merasa sangat marah saat Gyuvin berdekatan dengan yang lain, bahkan dia merasa kesal dengan adiknya yang selau dipuji oleh mulut tunangannya itu. Puncaknya saat mereka berada di kediaman Hunn dan mencoba setelan. Melihat Gyuvin memakai gaun membuat dia teringat sebuah memori saat ia berusia sebelas tahun, dan bagaimana bisa debaran nya pun masih sama seperti dahulu. Gila. Memang bisa laki-laki secantik itu? Dan hanya dalam seminggu, anak itu mampu membuat keyakinannya hancur. Keyakinan tentang dia tidak menyukai laki-laki itu alias tunangannya. Dia bahkan tidak segan untuk memuji anak itu cantik, lucu, menggemaskan ya…walaupun hanya dalam hati.

Dia bahkan tidak bisa marah lagi saat refleks tubuhnya suka melakukan hal diluar nalar kepalanya, membuat minggu keduanya jadi jauh lebih terasa nikmat, karena dia benar-benar berusaha untuk tidak menolak apapun isi hatinya, walaupun tetap sulit diungkapan karena dia juga tidak tahu apa yang Gyuvin pikirkan, dan dia juga tidak mau bertanya karena takut akan penolakan. Jadi dia memilih untuk mengikuti alur kemana waktu itu akan berlabuh.

Minggu ketiganya di sibukan dengan serangkaian pekerjaan, yang membuat Gyuvin selalu marah karena merasa di abaikan. Tentu saja Gunwook tidak akan bisa menolak saat anak itu menunjukan wajah memelas yang ditambah dengan mata bulat yang berbinar, membuat minggu ketiganya terasa sangat gila. Hatinya seperti diserang oleh ribuan cupid dari berbagai sisi, padahal hanya dengan satu cupid pun dia sudah bertekuk lutut. Lalu minggu ketiga dihabiskan dengan sebagian rengekan anak itu karena ingin berjalan-jalan dan diakhiri dengan perjalanan mereka ke Kaisaran Jepang.

Senyum nya teukir saat mengakatan dua kata terakhir. Siapa sangka tempat itu me jadi saksi dimana mereka secepat itu untuk memutuskan akan bersama selamanya. Walaupun agak menyebalkan di beberapa memori tapi dia sangat bersyukur karena hal-hal tidak disangka itu lah, yang membuat mereka bisa melangkah maju.

Jantungnya semakin berdebar kala ingatannya memutar kejadian tadi malam, ia yang terjaga semalaman untuk membaca semua hal tentang upacara anugrah peri pun tidak bisa tidur padahal baru sampai dari perjalanan jauh. Senyum yang terus menghiasi malamnya mampu membuat pagi nya terasa lebih indah.

Debaran ketika matanya bertemu mata Gyuvin pagi tadi masih terasa sampai sekarang. Berjalan bersama menyusuri lorong yang dia bahkan tidak sangka akan melewatinya diusianya sekarang, dan juga dengan senang hati, bukan karena terpaksa. Lalu mata cemas Gyuvin menghentikan langkah mereka, namun dia yang sudah sangat yakin pun mampu membuat Gyuvin yakin juga dan akhirnya mereka bisa menyelesaikan upacara pemberian tanda. Dan kini ia melihat tanda yang dia dapatkan dengan senyum lebar di wajahnya.

Lalu dia teringat tentang satu upacara lagi, dia sedikit merasa cemas, karena Gyuvin harus melakukanya sendiri, walaupun tidak benar-benar sendiri tapi tetap saja. Dan mata nya bertemu dengan mata ayahnya yang menatap nya dengan tajam seolah menguatkan dan berkata dia harus yakin dengan Gyuvin. Membuat nya mengerti dan menyiapkan hati nya untuk percaya seratus persen pada Gyuvin, agar ia mampu menyalurkan energi positifnya pada tunangannya itu agar tidak khawatir.

Semua orang menunggu dengan risau. Ia yakin seratus persen begitu. Dia yakin semua orang sangat yakin Gyuvin mampu menyelesaikannya, namun tetap saja karena rasa sayang yang sangat amat besar membuat mereka semua cemas kepada anak itu.

Kabut pun datang, Gyuvin akhirnya kembali pada kami, padaku. Mata indahnya terbuka lalu senyumnya yang tercetak indah itu mampu mengusir semua rasa cems dan risau kami. Kakinya pun melangkah untuk memeluknya, lalu mencium keningnya dan berkata bahwa dia menakjubkan.

Gunwook jadi merindukannya…..

Pintu pun terbuka. Penjaga berkata bahwa Pangeran Gyuvin masuk. Membuat mata kedua nya akhirnya bertemu kembali. Rasanya sangat rindu padahal belum lama berjumpa. Gunwook yang akan berdiri pun ditahan oleh satu suara yang menyuruhnya untuk duduk saja, tentu saja suara Gyuvin, lalu anak itu berdiri di hapannya dan bercerita tentang kejadian luar biasa yang dia alami dengan peri-peri denne.

“Lihat!!!”

Mata Gunwook membola lalu melirik ke arah dua tangan kanan mereka yang keduanya pun sedang memalingkan muka kearah lain. Ia pun menghembus nafasnya lega, lalu berdiri ke hadapan Gyuvin dan menurunkan baju yang tadi di buka. Tuk!

“Aduh! kenapa dahi ku sentil!!!”

“Jangan sembarangan membuka pakaian mu.”

“Aku tidak membukanya? Hanya sedikit agar kamu lihat.”

“Pokoknya jangan. Walaupun hanya ada kita berempat. Kalau berdua boleh. Mengerti?”

“Hmm baiklah. Tapi kamu sudah lihat kan? Bukan kah ini cantik?”

Dan tentu saja Pangeran Denne itu langsung memeluk dan membawa si bungsu Chivash ini kedalam pangkuannya untuk di kecupi seluruh wajahnya dan tak lupa memberinya pujian yang membuat kedua tangan mereka saling melirik tidak menyangka bahwa Pangeran Denne yang denial itu pun bisa seperti ini.

Jadi kita biarkan Pengeran Denne untuk menunjukan rasa cintanya. Dan mari berdoa semoga kedua tangan kanan mereka tidak mual mendengarnya.

--

--