Aurora Borealis — Gunvin AU

gomu
10 min readOct 18, 2023

--

Part 11

Kompleks

Akhirnya kapal yang membawa rombongan Denne dan Chivash sampai di Kekaisaran Jepang. Sebuah tempat yang jaraknya sangat jauh dari tempat tinggal mereka. Kerajaan tertutup yang siapa sangka kemajuannya sangat pesat.

Mata Gyuvin berbinar saat tahu mereka akan menggunakan kendaraan mobil menuju tempat beristirahat. Moodnya benar-benar bagus saat ini. Gunwook yang selalu disebelahnya pun jadi ikut merasakan kesenangan itu, kekuatan yang menakjubkan.

Diperjalanan Gyuvin tak henti melihat ke arah jendela. Lalu dia berkata pada Matthew dan Jiwoong kita harus mendatangi tempat itu itu dan itu, membuat keduanya hanya bisa mengiyakan. Dia benar-benar merasa takjub dengan semua hal, dengan bangunan, jalan, pepohonan, dan juga dengan para warga yang ikut memeriahkan acara.

Gunwook, apakah mereka semua selalu seperti ini saat diadakan perayaan?”

“Iya, ini juga kesempatan mereka untuk memperkenalkan budayanya. Selain membahas kerjasama, tujuan dari perayaan ini kan promosi.”

“Kenapa disebut perayaan kalau yang dibahas adalah kerjasama antar kerajaan?”

“Perayaan yang dimaksud adalah untuk menyambut kita. Bukan perayaan seperti festival di tempat mu atau ditempat ku. Namun karena kekaisaran Jepang jarang membuka gerbang, maka hal ini mereka peringati sebagai perayaan.”

Gyuvin pun mengangguk dan memberikan kecupan terimakasih di pipi Gunwook karena sudah menjelaskan. Dia jadi merasa bodoh karena banyak tidak tahu, rasanya jadi agak menyesal karena banyak bolos dan tidak mengerjakan tugas dari guru Min.

Gyuvin berjalan dengan Gunwook yang mengenggam tangannya, dia sangat bersemangat saat melihat sekelilingnya. Mereka pun sampai didalam ruangan. Gyuvin langsung meminta izin untuk pergi mandi karena dia akan berjalan-jalan. Dan mereka pun pergi ke kamarnya masing-masing.

“Jadi!!!!! Kita akan makan banyak sore ini. Oke?”

“Baiklah Pangeran.”

“Tentu saja Pangeran.”

Suara langkah kaki mendekat membuat ketiga nya menoleh, ada Gunwook memakai jubah kimono.

“Kenapa kamu bertelanjang menggunakan kimono saja!!?”

“Aku memakai celana. Nih.” Jawab Gunwook sambil membuka bawahan kimononya.

“Jadi kalian akan pergi sekarang?”

“Iya!!”

“Baiklah, hati-hati. Ingat ja — ”

Cup! Gyuvin mengecup pipi Gunwook agar dia berhenti berbicara. Lalu berjalan kearah pintu sambil melambaikan tangannya berpamitan pada Gunwook. Dadah!!! Semangat bekerja Pangeran Gunwook!!

Gunwook hanya menjawab dengan senyum dan lambaian tangan.

Sekarang Gyuvin berada ditengah kerumunan, memakai baju yang sudah disesuaikan membuat ketiga nya bisa berbaur dengan masyarakat yang datang. Ia tak henti menarik Matthew yang juga bersemangat untuk mencoba banyak hal. Pipinya terus mengunyah tak bosan. Sesekali mereka berdua menjahili Jiwoong, memaksa dia untuk makan makanan yang ditolaknya. Dasar pemilih! Kata mereka berdua kalau Jiwoong menolak.

Ketiga nya kini duduk di sebuah kursi lelah. Waktu sudah menunjukan pukul setengah lima. Gila. Padahal mereka baru berjalan sebentar. Mata Gyuvin menangkap makanan yang ia ingin coba lagi, lalu ingin mengajak Matthew untuk membeli, tapi ia melihat tangan kanannya itu memejamkan matanya, matanya beralih pada Jiwoong yang sedang melihat Matthew khawatir.

Mattu kamu tidak apa-apa?”

“Kepala ku agak pusing. Maaf pangeran. Sepertinya aku mabuk darat karena terlalu lama dilaut.”

Mata Gyuvin membulat terkejut, dia agak panik mendengar Matthew sakit.

“Hai. Jiwoong!!!!” Ada suara lain dari arah belakang Gyuvin yang membuat ketiganya melihat kearah tersebut.

Orang tersebut mendekat dan menepuk bahu Jiwoong.

“Halo Tuan Jeonhyeon.” Ucap Jiwoong sambil berdiri. Gyuvin yang familiar dengan nama itupun ikut berdiri, lalu menahan Matthew untuk tetap duduk.

“Tidak usah terlalu formal. Dimana Gunwook? Kenapa kamu tidak bersamanya? Oh…”

Gunwook sedang mengerjakan pekerjaannya. Ini Pangeran Gyuvin dari Chivash.”

Jeonghyeon pun berdiri didepan Gyuvin, lalu mengenggam tangan itu dan dicium punggung tangannya. Jiwoong berkata dalam hatinya kalau Gunwook lihat bisa mengamuk dia.

Gyuvin yang terkejut melepaskan genggaman tangan mereka. Lalu dengan cepat berkata maaf dia refleks.

“Maaf, hmm halo juga Tuan Jeonghyeon senang berkenalan denganmu.” Ucapnya dengan sopan..

“Tak apa. Tunggu kalau kamu bisa bersama Jiwoong dan senggang ahh kamu tungangan Gunwook bukan? Pantas saja anak itu menolak Putri Qian. Kamu manis sekali.”

Perkataan Jeonghyeon membuat ketiga orang disekitarnya bertanya-tanya. Baru aja Gyuvin ingin bertanya. Jiwoong terlebih dahulu berbicara bahwa tangan kanan Gyuvin sedang sakit apakah ada tempat berobat yang dekat. Pertanyaan itu membuat Gyuvin memusatkan perhatiannya kearah Matthew bisa-bisanya dia lupa. Dia pun memeluk Matthew berkata maaf. Matthew hanya diam dan mengangguk tidak mengerti karena kepala pusing.

Jeonghyeon pun meminta bawahannya untuk membantu Matthew ke mobil dan berkata kalian ke tempat ku saja dulu ada dokter disana. Gyuvin pun mengiyakan karena panik.

Gyuvin memilih duduk diluar ruangan dan saling bertatapan dengan kucing di depannya itu. Lalu ada selimut tipis tapi hangat menutupinya.

“Pakai. Udaranya akan dingin sebentar lagi.”

“Terimakasih Jeonghyeon. Apa Matthew akan baik-baik saja?”

Jeong saja kalau kepanjangan. Tenang saja tentu dia akan baik-baik saja. Hanya tinggal menunggu obat. Jadi bagaimana hubunganmu dengan Gunwook?”

Gyuvin yang ditanya begitu pun hanya diam. Jeonghyeon duduk disebelahnya.

Gunwook selalu bilang bahwa dia sudah bertunangan. Kami bertemu saat usia dua belas tahun, ku kira dia hanya berbohong dulu hahaha. Lalu aku mengikuti pelatihan fisik di Alaska di Kerjaannya, waktunya satu tahun lama sekali. Saat itu usia ku empat belas, aku Gunwook, Keum, dan Qian berteman. Sebernya Qian tidak mengikuti pelatihan, dia hanya senang berlama-lama di Alaska. Dan saat usia kami lima belas akhirnya anak itu menyatakan cinta pada Gunwook, dan tentu saja dijawab tidak bisa karena dia sudah bertunangan. Jadi aku berpikir, ah itu bukan sebuah candaan. Akhirnya aku dan Keum bertanya soal tunangan itu, dan Gunwook bercerita soal dua Kerjaan yang sudah terikat sejak jaman dahulu. Benar-benar seperti dongeng…..Maaf kalau aku banyak berbicara, aku h — ”

“Tidak tidak apa-apa, terimakasih sudah bercerita, itu menyenangkan hehehe. Jadi kamu dan Gunwook masih berteman akrab sampai sekarang?”

“Tentu saja kami bertiga masih berteman akrab.”

“Bertiga?”

“Iya, karena Qian tidak pernah membalas lagi selama setahun ini.”

Obrolan mereka terputus saat Jiwoong datang dan berkata sebaik nya Pangeran Gyuvin pulang sekarang, karena waktu sudah menunjukan pulul enam. Ia pun berkata Matthew sudah ada dimobil. Gyuvin pun berpamitan dengan Jeonghyeon.

“Tunggu, aku ikut.”

Tidak ingin berdebat, akhirnya mereka bertiga pun pulang ke penginapan bersama Jeonghyeon yang ikut.

Langkah tergesa terdengar dijembatan yang dilalui. Gunwook menunggu mereka didepan pintu dengan tangan yang dilipat.

Jiwoong bisa tolong antar Matthew dan panggil bibi Ri untuk mengurusnya?”

“Baiklah pangeran. Tapi — ”

“Pergilah Jiwoong, aku yang akan menjelaskan pada Gunwook.” Ucap Jeonghyeon.

Setelah Jiwoong dan Matthew pergi keruangan sebelah kiri, mereka pun berjalan ke ruang utama. Melihat Pangeran Denne yang melihat mereka dengan tajam.

“Hei bung. Semakin seram aja .” ucap Jeonghyeon.

“Masuk Gyuvin. Ganti pakaianmu.”

“Wow. Jadi aku tidak terlihat sekarang?”

Gunwook pun membuka pintu lalu membiarkan Gyuvin masuk, dan menutupnya.

“Aku tidak diajak masuk?”

“Tidak, diruang tamu saja.”

“Hei, jadi begini perlakuan mu pada teman dekatmu???”

“Ayo.”

Gunwook pun berjalan ke ruang tamu didepan dengan Jeonghyeon yang mengekor.

“Jadi — ”

“Tidak usah dijelaskan, aku melihatnya kok.”

“Kalau kamu melihatnya. Kenapa tadi galak sekali pada Gyuvin? Tadi dia kubawa kerumahku, sebentar jangan memotong, kami bertemu di jalan, aku melihat Jiwoong, dan ternyata Matthew sakit jadi ku bawa ke dokter dirumahku. Sudah mengerti Pangeran Denne yang terhormat?”

Gunwook menghela nafas lalu berkata terimakasih.

“Santai saja. Jadi kau dan Gyuvin sudah sampai mana?”

“Apa maksudmu sampai mana?”

“Ku dengar hanya dua keturunan murni kan yang bisa berhasil saat membuahi?”

“Dasar gila. Setidaknya bertanya yang lain dulu. Malah keintinya.”

“Sudah malam, besok kita harus bangun pagi, ayolaaaah jawab.”

“Apa yang kau harapkan? Aku bahkan tidak pernah berpikiran kesana. Lagi pula itu masih beberapa tahun lagi. Aku bahkan belum menandainya.”

“Kau gila?? Jadi kau membiarkan dia datang ke perayaan nanti tanpa tanda darimu?”

“Memang kenapa? Lagi pula dia akan bersama ku terus.”

“Yakin sekali kau ini. Anak itu sangat manis, dia juga tampan, ah karena tema nya baju adat masing-masing aku yakin dia akan terlihat sangat cantik dengan tema Denne. Bagaimana kalau dia jatuh cinta dengan Pangeran atau Putri lain. Dan aku juga yakin akan ada yang diam-diam menyatakan cinta padanya. Pfttttt kenapa wajah mu kesal begitu. Jangan iri begitu sobat, Qian masih menyukai mu kalau kamu mau tahu. Dia juga semakin dewasa, tipe mu sekali bukan? Aduh sial sakit.”

Ucapan Jeonhyeon terhenti karena Gunwook memukul belakang kepalanya.

“Berisik. Sana pulang. Aku mau tidur.” Gunwook pun berdiri dan berlalu ke arah ruang utama, meninggalkan Jeonghyeon yang mengumpat padanya.

Gunwook mengetuk pintu kamar Gyuvin namun tak ada jawaban. Dia pun keluar dan memasuki ruang pekerja. Dan bertanya dimana Gyuvin, ada yang menjawab di kamar Matthew. Ia pun mengetuk.

“Ayo tidur.” Gyuvin hanya mengangguk lalu berjalan kearah kamar nya.

Pagi pun tiba. Gyuvin terlebih dahulu bangun, dia menoleh ke arah Gunwook, sebenarnya dia menguping pembicaraannya tadi malam, saat dia akan pergi ke ruangan Matthew, salahkan suara Jeonghyeon yang terlalu besar sampai terdengar dilorong. Kini pikirannya hanya dipenuhi dengan fakta bahwa Qian dan Gunwook berteman lalu bersama selama satu tahun, entah mereka masih berkabar atau tidak yang jelas Qian masih menyukai Gunwook, dan Gunwook tidak menaruh perasaan apapun padanya. Gyuvin menutup wajahnya dengan tangannya.

“Ada apa?”

Gyuvin hanya menggeleng. Lalu ia merasakan Gunwook memeluknya, dan akhirnya tangis yang ia tahan dari kapan pecah juga membuat Gunwook panik.

Gunwook tidak melepaskan pelukannya, dan terus mengelus punggung dan mencium pucuk kepala Gyuvin menenangkan. Waktu berlalu cukup lama sampai akhirnya Gyuvin berhenti menangis. Gunwook pun melepaskan pelukannya lalu mengangkat tubuh lemas itu memangkunya, ia berpikir pasti pusing menangis dalam keadaan berbaring, lalu kembali memeluk tubuh Gyuvin dan mengelus rambutnya.

Gunwook maaf, aku sudah tidak apa-apa.”

Mendengar hal itu Gunwook melepaskan pelukan, melihat langsung wajah sembab Gyuvin, lalu mengecup kedua matanya.

“Ingin bercerita?” Gyuvin hanya menggeleng.

“Aku harus menebaknya?”

“Tidak. Aku tidak apa-apa Gunwook. Hanya kesal saja. Sebaiknya kamu bersiap. Bukan kan ada pertemuan dengan Kaisar?”

“Iya, dan pertemuan itu sampai malam. Kamu yakin tidak apa-apa? Nanti aku usahakan untuk bertemu dengan mu saat jam makan.”

“Tidak usah Gunwook, fokus saja. Aku akan bersama Matthew disini.”

Gunwook hanya mengerutkan keningnya dia merasa asing dengan orang didepannya itu, namun dia juga tidak ingin memaksan. Akhirnya ia hanya mencium ujung hidung merah Gyuvin. Dan berkata dia akan mandi dan bersiap. Gyuvin pun menganggukan kepalanya.

Ruang pertemuan

Gunwook duduk disebelah Hanbin. Kedua nya duduk sambil memfokuskan diri mereka. Ya walaupun pikiran Gunwook setengah tertinggal di penginapan membuat Hanbin agak heran saat melihat Pangeran Denne itu sesekali terbengong.

Jam makan siang pun tiba. Ternyata makan siangnya di hidangkan langsung ditempat ini, untung saja dia tidak berjanji pada Gyuvin untuk makan bersamanya, Gyuvin…..sedang apa ya anak itu, semoga tidak menangis lagi.

Lagi-lagi helaan nafas berat Gunwook membuat Hanbin menoleh khawatir. Ingin bertanya tapi ditahan tunggu nanti saja saat senggang. Dan saat senggang itu pun tiba saat makan malam. Mereka diperbolehkan untuk makan dimana saja sebelum penutupan akhir. Jeongyeon mengajak Gunwook untuk makan, namun Hanbin datang dan berkata dia ingin berbicara dengan Gunwooo.

Gunwook duduk dengan gugup, Hanbin belum kembali keruangan tertutup ini setelah ia berkata akan memesan makanan ringan yang bisa disantap.

Tak lama Hanbin datang dengan pelayan yang membawa makanan ringan dan juga kopi serta teh.

“Apa ada masalah?” Pertanyaan pertama yang kekuar dari mulut Hanbin, membuat Gunwook teringat pada Gyuvin, kenapa kedua kakak beradik ini sangat blak-blakan.

“Tidak ada, memangnya aku terlihat ada masalah kak?”

Hanbin tersenyum mendengar Gunwook memanggilnya kak, karena selama ini ketika bertemu dia selalu menggunakan panggilan formal.

“Iya kamu terlihat resah, kadang terbengong, sesuatu yang tidak pernah ku lihat selama mengenalmu. Tak apa ceritakan saja walaupun itu bukan masalah.” ucap Hanbin sambil memakan kue di depannya. Gunwook pun meminum teh dan menjawab.

Gyuvin menangis tadi pagi, dia terlihat sangat sedih, ketika ditanya dia bilang tidak apa-apa, ketika aku mau menebak, dia bilang dia tidak apa-apa. Aku hanya khwatir takut dia menangis lagi hari ini.”

Hanbin tersentuh saat mendengarnya, dia tidak menyangka Gunwook akan perhatian pada adiknya, karena saat pertemuan ia dan Gunwook, anak itu bahkan tidak pernah bertanya apapun soal adiknya sekalipun. Sepertinya satu bulan bersama bener-benar membuahkan hasil.

“Dan kamu pasti tahu kan anak itu berbohong, tapi biarkan saja, tunggu saja, anak itu tidak akan tahan dan akan mengadukan semuanya padamu, hahaha aku jadi merindukannya. Walaupun kami jarang bersama, dan saat ada waktu dia akan menahanku seharian dan bercerita banyak hal. Dia sering menangis karena banyak hal, hatinya benar-benar tulus, kalau pun dia menangis lagi hari ini, peluklah, dan jangan dipaksa. Aku tidak perlu berkata aku menitipkan adikku padamu, karena kamu sudah sangat paham bukan?” Gunwook pun mengangguk dan berkata terimakasih, dan obrolan mereka pun berlanjut sampai pukul sepuluh, mereka bahkan melewati acara penutupan, walaupun bukan masalah karena itu tidak termasuk acara resmi. Gunwook pun akhirnya berpamitan pada Hanbin karena mereka berbeda penginapan.

Gunwook memasuki ruang utama, dan langsung masuk tanpa mengetuk kekamar Gyuvin, karena didepan ada Matthew dan dia berkata bahwa Pangerannya sudah tidur. Gunwook pun meminta Matthew untuk menunggu sebentar karena ia akan mandi terlebih dahulu. Sesudah mandi dia meminta Matthew untuk duduk didepannya. Mereka pun berhadapan.

“Apa Gyuvin menangis lagi?”

“Iya Pangeran menangis lagi dua kali, saat setelah makan siang, lalu saat sore hari. Tapi Pangeran tidak mau bercerita.”

“Baiklah terimakasih, kamu bisa kembali keruanganmu.”

Kali ini Gunwook bangun terlebih dahulu daripada Gyuvin. Dia hanya ingin jaga-jaga, siapa tahu anak itu akan menangis lagi. Tak lama Gyuvin membuka matanya, ia mengerjap sangat lucu, dan menoleh.

“Selamat pagi.” Ucap Gunwook sambil mencium hidung didepannya.

“Selamat pagi juga Gunwook!”

Oh? Nada bersemangat itu kembali, sepertinya mood Gyuvin sudah membaik. Gunwook pun tersenyum.

“Ayo mandi lalu sarapan, dan bersiap untuk acara besok.”

Gyuvin pun membalas dengan berseru dan bersemangat. Membuat Gunwook tertawa. Sungguh pagi yang indah sebelum badai menyapa.

--

--