mahasiswa dan universitas Islam

Hubungan mahasiswa dan lembaga harus di dasari pada kondisi saling mencintai dan menghormati berdasarkan kecintaan dan kontribusi dan kecintaan kepada ilmu dan moral kita.

Tujuan pendidikan tinggi bukan untuk menghasilkan warga negara yang lengkap ( complete citizen ) melainkan untuk menghasilkan manusia seutuhnya ( complete man ) atau manusia universal.

Menjadi sarjana muslim adalah orang yang bukan spesialis dalam satu cabang pengetahuan tetapi bersifat universal dalam pandanganya dan berwibawa dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan terkait.

Saat ini hubungan manusia dan lembaga pendidikan umumnya sangat membingungkan dan sebagian besar didasari oleh posisi birokrasi yang sempit dan motif pragmatis, sebagaimana telah dikemukakan,banyak dosen dan profesor sebagai hasil substansial dari dehumanisasi tujuan pendidikan bertindak tidak lebih sebagai birokrat, pengusaha dan politisi dari pada bertindak sebagai ulama dan guru yang memiliki keseriusan ( w.allen Wallis).

Harry Lewis berpendapat bahwa HARVARD dan perguruan tinggi lainnya telah kehilangan tujuan dan seharusnya mengajar mahasiswanya bagaimana menjadi manusia yang seutuhnya dan religius, Banyak dosen dan prosesor semakin terspesialisasi secara sempit, dan hanya tertarik pada penelitianya sendiri, dan juga pekerjaan di luar kampusnya. Mahasiswa mempelajari apa yang mereka sukai tanpa arah.

tradisional guru dengan murid sebagaimana dianggap oleh sejarawan sebagai "salah satu fitur terbaik dari pendidikan islam"

Bagian administrasi dan keuangan dari lembaga yang mencerminkan konsepsi manusia harus Sepenuhnya di dukung oleh kegiatan intelektual dan moralnya.
Mereka harus kreatif dan inovatif dan tidak dirintangi dengan munculnya kegiatan birokrasi kaku dan dokumentasi yang tak perlu atas nama transparansi.

insan cendekiaan tidak hanya berupa ilmu mata pelajaran tapi juga praktek di lapangan.
Memfasilitasi mahasiswa dengan ilmu dan bidang yang di jalankan, berupa tempat penelitian dan pengembangan intelektual mahasiswa.