Marah tak beralasan

Kimindaegi
4 min readMay 19, 2023

--

“Good Morning”

Wafi yang sedang berada di meja makan sempat melirik ke arah Kia yang datang dengan mengenakan baju tidur. Kemudian mengalihkan pandangannya lagi kearah tab yang sedang ia pegang.

Berbeda sekali dengan respon Bibi yang tersenyum sambil menaruh teh hangat di meja makan, “Pagi Bu Kia.. Mau sarapan langsung? Bibi punya sup ikan. Cocok banget buat yang abis minum”

Kia cengengesan sambil melangkahkan kaki untuk duduk disebelah sang suami, “Boleh Bi. Mau ya. Kalo boleh pake nasi juga”

“Siap Bu..” ucap Bibi seraya mulai memanaskan kompor kembali.

Kia menatap kearah Wafi yang berada disebelahnya sudah rapih dengan kemeja. Perasaan hari ini adalah hari libur, kenapa Wafi terlihat rapih sekali?

“Kerja, Waf?” tanya Kia yang tidak dijawab oleh suaminya. Tentu Kia bingung.

Dirinya kini mulai memberikan signal kepada Bibi yang terlihat sibuk di dapur. Namun perempuan paruh baya itu tidak tahu apapun tentang ini.

Karena kepo, Kia langsung mencoba untuk mengambil perhatian Wafi dengan mendekatkan wajahnya kearah Tab sang suami, menatap lelaki itu hingga bola matanya kini saling tertuju, “Ngapain sih?”

“Gue nanya… Lo kerja apa gimana?”

“Saya mau keluar. Kamu dirumah aja” ucap Wafi tanpa menatap Kia.

Sungguh. Perempuan itu bingung harus bagaimana. Kenapa juga Wafi tidak seramah biasanya?

Ngga. Selama ini juga Wafi tidak ramah, namun setidaknya lelaki itu selalu menanggapi setiap omongannya. Kenapa hari ini tidak?

“Ini Bu.. Sup nya, awas masih panas” ucap Bibi seraya menaruhnya di depan Kia.

Perempuan itu tersenyum, “Bibi disini aja. Makan dulu bareng aku”

Wafi melirik saat perempuan disampingnya mengatakan kata Aku. Terdengar manis dan mengingatkannya akan kenangan yang berada di Paris. Masa-masa indah Wafi dan Kia selama menjadi suami istri. Tapi seketika lelaki itu tersadar dan kembali memalingkan wajah.

“Wah! Enak banget Bi! Ihhh sukaakk.. ini resepnya gimana? Enak deh mau nambah”

“Boleh. Masih banyak kok Bu di panci. Saya bikin khusus buat Ibu yang mabok kemarin. Gak biasanya kaya gitu, Bu..”

Benar. Setiap Kia pulang kerumah setelah Dugem, Bibi selalu diminta oleh Wafi untuk menggantikan baju sang istri agar nyaman saat tidur. Namun subuh tadi berbeda.

Biasanya Kia bisa berjalan sendiri ke kamar, namun tadi Bibi lihat dengan jelas Wafi menggendong perempuan itu hingga kedalam kamar. Tandanya Kia sudah sangat tidak sadarkan diri.

Akiara terkekeh, “Iya Bi. Kemarin tuh ada games gitu, yang salah jawab harus minum. Aku salah terus jadinya aku minum terus”

“Emangnya kuat, minum banyak?”

“Engga. Makanya tepar semalem. Hehe” ucapnya pada Bibi. Suara Hehe tadi membuat Wafi kesal. Istrinya ini memang sangat susah dibilangin.

Kia mulai memakan makanannya dengan lahap. Membuat Bibi bahagia karena masakannya dimakan oleh sang majikan. Namun seketika Kia berhenti mengunyah karena teringat sesuatu, “Btw, Waf. Kemarin tuh Pak Gilang jemput gue ya….”

Wafi menyerit tanpa berbicara.

“…… Soalnya tuh gue sampe rumah dengan selamat. Terusnya Pak Gilang juga ya yang bawa gue ke kamar?”

Tuhan. Rasanya Wafi ingin membanting saja tab yang sedang ia pegang. Suasana menjadi dingin. Pandangan Wafi ke Kia mulai berubah menjadi lebih tajam dari sebelumnya.

Dari sini saja, Bibi bisa mengerti kenapa majikannya itu penuh emosi.

“Kemarin kamu mabok-mabokan terus hari ini gak inget apa-apa? Ki, diluar tuh bahaya! Kamu kalo diculik gimana? Diperkosa gimana?” tanya Wafi.

Kia menyerit, “Ya gak mungkin lah. Kan ada temen-temen gue yang bak — ”

“Temen kamu? Apa yang mau kamu harepin dari mereka? Kamu bisa kasih saya bukti apa kalo mereka bakalan jagain kamu?”

Mendengarnya Kia jadi emosi. Kenapa bisa Wafi berucap demikian. Lelaki itu tidak pernah mencampuri urusannya diluar rumah. Tapi sekarang?

“Kok lo jadi judge temen-temen gue sih?”

“Saya gak peduli kamu mau berteman sama siapapun, tapi liat-liat dong Ki. Gunanya mereka buat kamu itu, apa? Kalo mereka ada niat buruk ke kamu gimana?”

Kia tidak kuat lagi, “Ini hidup gue. Kenapa lo ngatur sih? Lo gak punya hak buat itu”

“Oh jelas dong saya punya hak. Kamu itu istri sah saya. Kenapa saya gak boleh larang-larang kamu?”

Sebagai orang yang satu meja dengan keduanya, Bibi tentu bingung harus mengambil sikap seperti apa. Baik Kia maupun Wafi, mereka sama-sama salah menurut Bibi. Namun ego keduanya terlalu besar sehingga tidak ada yang mau kalah.

“KITA CUMA NIKAH KONTRAK, WAFI! LO HARUS INGET ITU!” ucap Kia dengan nadanya yang sangat tinggi. Sampai kepalanya pun pusing.

Wafi yang sangat marah pada akhirnya langsung mengambil tab dan seluruh peralatannya untuk pergi dari rumah.

Baru saja melangkahkan kaki sekitar 5 langkah, Wafi berhenti dan menolehkan pandangannya kearah Kia yang mengatur emosinya, “Saya akan ceraikan kamu setelah ini. Terserah kamu mau hidup kaya apa. Saya gak peduli”

--

--