Chapter 10

Koo Chika
6 min readApr 21, 2024

--

Fourth mengikuti Gemini ke sebuah paviliun kecil di belakang gedung utama. Paviliun itu juga sudah di cat ulang dan rumput-rumput di halaman depannya sudah dipangkas. Tapi karena tidak ditempati, bagian dalamnya belum dibersihkan dengan benar, kosong dan masih berbau tiner.

“Ada kasur kecil tidak terpakai di gedung utama, nanti minta Om Leng membawanya kesini. Kamu cuma perlu membersihkan lantainya aja.”

Mata omega itu menjelajahi isi paviliun, meskipun lantainya berdebu dan kotor. Tapi isinya sangat luas, bahkan mungkin setara dengan satu rumah mereka. Dinding-dinding paviliun terdiri dari pintu-pintu kaca yang dilengkapi gorden berwarna cokelat tua, ketika gorden dibuka, ruangan itu menjadi terang-benderang. Langit-langit kamarnya tertutup oleh flapon gypsum berwarna putih krem, yang bagian tengahnya di lengkapi lampu hias yang indah.

Ini… bukan seperti tempat tinggal pembantu sama sekali!

“Mas Gemini.” Fourth memanggilnya dengan gugup, “Ini… beneran saya tinggal di sini?”

Alis Gemini terangkat, “Kamu gak suka?”

“Bukan!” Omega itu menggeleng, “Bukannya agak terlalu bagus ya buat saya tinggal di tempat semewah ini?”

Gemini bahkan tidak menganggap seluruh villa ini menjadi tempat tinggal mewah, apa yang hebat dari hanya sebuah paviliun kotor? Tapi mengingat cerita ibu kepala desa kalau omega ini sudah tinggal di desa dari lahir dan tidak pernah beruntung melihat kota besar, ya dia bisa mengerti.

“Lalu kamu maunya tinggal di mana?” Gemini menatapnya, “Nggak ada tempat lain lagi selain ini.”

“Er…” Fourth melihat sekitarnya, lalu menunjuk ragu bangunan super kecil yang berdekatan dengan tandon air. Bangunan itu tertutupi semak belukar dan catnya pun tidak diganti, membuatnya terlihat mengerikan, “Itu aja gimana, Mas?”

Gemini menyipitkan mata. Omega ini sudah diberi kenyamanan malah ingin menyiksa dirinya sendiri. Apa dia semacam masokis? “Itu bukan kamar, itu toilet umum.”

Fourth, “……….”

“Sudahlah, turuti aja kemauanku. Kamu tinggal di sini aja kenapa sih.” Gemini menghela napas, “Tapi kalau kamu emang lebih suka tinggal di toilet terbengkalai yang banyak hantunya, aku nggak melarang.”

Fourth seketika terdiam, dia menelan ludah, mencicit, “Maaf Mas, nggak jadi deh.”

Sudut bibir Gemini sedikit terangkat, merasa lucu dengan orang di depannya. Dia menggelengkan kepalanya lembut, berbalik untuk kembali ke bangunan utama, “Fokus aja bersihin ruangannya, setelah itu kamu istirahat. Kerjanya mulai besok aja.”

“Baik Mas.” Fourth mengangguk, lalu dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berseru, “Mas Gemini!”

Langkah Gemini terhenti, dia berbalik dan menatapnya dengan tanda tanya.

Fourth tersenyum sebaik mungkin dan menangkupkan kedua tangannya, “Soal Mas Gemini yang sudah mengantar aku ke puskesmas. Aku mau ngucapin terimakasih banyak ya, Mas.”

Melihat senyumannya, Gemini terdiam, kemudian menggeleng lembut, “Gak perlu dipikirin, kami cuma kebetulan lewat saat itu.” ucapnya lalu menghilang di balik pintu gedung utama.

Fourth memandang atasannya, dengan tekad membara, dia mengangguk, lalu pergi mengambil peralatan kebersihan. Pekerjaan ini jauh lebih ringan dari apa yang biasa dia lakukan di rumah Mae Soom. Pukul tiga sore, dia sudah menyelesaikan pekerjaannya membersihkan lantai. Tepat saat itu, mobil Om Leng memasuki perkarangan, dengan banyak barang di bagasinya.

Omega itu segera melepaskan alat kebersihan, berlari untuk membantu membawa setumpuk bahan makanan ke dapur.

Desa Mud belum sepenuhnya dialiri listrik, seperti rumahnya. Jadi seumur hidup, ini pertama kalinya dia menyentuh alat yang disebut kulkas. Ketika dia membuka pintu, udara dingin membeku langsung membuatnya kagum.

“Fourth, kamu beresin semua barang-barang ini aja. Tempat tidur dan lemari kamu biar aku aja yang angkut.”

Fourth menoleh, memandang Om Leng, “Emang bisa sendiri, Om?”

Om Leng terkekeh, menunjukan otot tangannya yang sebenarnya tidak ada. “Jangan remehin aku ya, kalau tempat tidur sama lemari doang sih gampang!”

Melihat pria itu memang baik-baik saja, Fourth menuruti. Dia membereskan dapur, memasukan bahan makanan ke kulkas dan mengisi makanan-makanan siap saji ke lemari kabinet. Dapur ini jauh lebih canggih dari yang ada di rumahnya, jadi dia juga belajar cara menggunakan beberapa alat yang asing, misalnya kompor gas.

Suara cetak ringan membuat Fourth bergidik, tapi melihat api biru menyala stabil. Omega itu langsung bersemangat.

“Bisa, kan?” Om Leng melihat wajah gembira omega itu dan tidak bisa menahan tawa, “Pasti kamu biasa pake kayu bakar, ya.”

“Iya.” Fourth mengangguk senang, “Nggak nyangka ada alat yang bisa menyalakan api dengan semudah ini!”

“Bagus dong.” Om Leng tersenyum, “Kamu jadi nggak perlu capek-capek lagi nyalain kayu bakar sama niup-niup api sampai bikin bibirmu monyong.”

Fourth tertawa, matanya bersinar lembut dan cantik. Dia lalu terkejut, menoleh cepat kearah jam dinding dan berseru, “Udah mau jam makan malam kan, Om. Kira-kira Mas Gemini biasanya makan apa, ya?”

Om Leng menjawab tenang, “Bikin aja apa yang kamu bisa. Mas Gemini itu bukan orang yang pilih-pilih kok seingatku.”

“Serius?” tanya Fourth memastikan.

“Iya.” Om Leng mengangguk.

Merasa yakin, Fourth menghela napas lega. Om Leng kembali ke pos-nya di gerbang depan, selain menjadi supir, pria itu juga berprofesi sebagai penjaga keamanan villa. Di dapur, Fourth menatap bingung kumpulan bahan makanan di lemari. Semuanya terlalu banyak sehingga dia tidak tahu harus membuat apa.

Setelah sepuluh menit, omega itu memutuskan mengambil tepung beras, beberapa sayuran dan udang. Aroma gurih segera menguar ke udara, Gemini yang turun untuk mengisi ulang botol air minum, mencium aroma nikmat itu, perutnya segera merasa lapar.

“Kamu ngapain?”

Suara berat tampan mengejutkan kegiatan Fourth yang menumis sesuatu di penggorengan. Omega itu buru-buru mematikan kompor, berbalik kearah Gemini dan menjawab lembut, “Bikinin Mas makan malam.”

Ada kejutan kecil di mata hitam alpha itu, dia melirik mie goreng yang terlihat lezat lalu kembali menatap omega di depannya, “Kan udah aku bilang, kamu istirahat, kerjanya mulai besok aja.”

Fourth diam sebentar, “Tapi, Mas nanti makan apa?”

“Ada mie instan, kan?”

Fourth melirik lemari kabinet, mengingat memang ada banyak sekali mie instan di dalam sana. Dia lalu berkata polos, “Tapi kata Paman Dang, mie instan itu bisa bikin bodoh, Mas.”

Gemini, “………”

Omega itu segera menampar mulutnya, menyadari bahwa kata-katanya sangat tidak sopan. Dia membungkuk berkali-kali, “Maaf Mas, aku gak bermaksud, serius…”

“Udahlah.” potong Gemini, dia menghela napas, “Kalau udah selesai masak, bawa ke meja makan ya.”

Fourth segera senang kembali, dia mengangguk, “Siap Mas.”

Gemini menunggu di meja makan sembari memainkan ipad-nya. Kompetisi dunia Van Gogh akan dilaksanakan setengah tahun lagi dan pendaftaran segera dibuka dalam satu bulan. Kompetisi ini adalah kompetisi seni kelas atas yang menonjolkan aliran ekspresionisme [1] seperti Van Gogh. Gemini sudah mengikutinya dua kali, tapi hanya berhasil memperoleh peringkat ke-6 dan ke-4 dunia.

[1] Aliran ekspresionisme merupakan salah satu aliran yang mengedepankan ekspresi individu seniman itu sendiri terhadap apa yang mereka ingat, lihat, dan rasakan.

Setiap pelukis memiliki ciri khas masing-masing, dan Gemini sebenarnya adalah tipe pelukis aliran impresionisme [2]

[2] Tipe orang yg melukis di alam terbuka dengan waktu tertentu sehingga mengorbankan ketidakakuratan bentuk, tetapi justru ketidaksempurnaan itulah sumber dari estetika pelukis impresionisme.

Gemini cukup ambisius dalam melukis, dia menyadari bahwa dirinya bukan tipe orang yang mudah mengungkapkan apa yang ada dalam dirinya sehingga jenis lukisan ekspresionisme adalah yang paling sulit baginya. Selama dia bisa memenangkan Van Gogh, dia bisa mencapai titik tertinggi karirnya sebagai seorang pelukis.

“Maaf lama ya, Mas.”

Fourth meletakan sepiring besar pad thai [3] di atas meja makan, meletakan piring kosong yang bersih beserta sendok garpu dan air minum di depan Gemini. Setelah memberikan service, omega itu mundur perlahan, berjaga agak jauh jika saja Gemini membutuhkan sesuatu.

[3] Pad thai,[1][2] atau phad thai (// atau//; Thai: ผัดไทย, RTGS: phat thai, ISO: p̄hạdịthy, pengucapan [pʰàt tʰāj] simakⓘ, “tumisan ala Thailand”), adalah sebuah masakan tumisan mi beras yang umumnya disajikan sebagai jajanan pinggir jalan dan di restoran lokal kasual di Thailand.

Gemini mengunci layar ipad, lalu meletakannya di atas meja, dia melihat Fourth yang berdiri diam agak jauh dari meja makan, bertanya heran, “Ngapain kamu di situ?”

Fourth bingung, “Apa saya tunggu di luar aja Mas?”

“Bukan.” balas Gemini, “Maksud saya ngapain kamu cuma berdiri bengong di situ. Sini duduk dan ikut makan.”

Fourth terkejut.

Bersambung…

Pad Thai

--

--