Sudah lama sekali semenjak perasaanku mati. dulu, sebelum lelap melahapku, sosokmu akan temani aku menuju gelap. ada kamu dan suara serta ragamu yang menjelma dalam imajiku. rasanya, setiap malam begitu indah. tentang kamu yang akan selalu aku romantisasi dalam jejak khayalku. membawamu menuju mimpi lalu hilang bersama dengan sadarku.
Dekapmu yang hangat menjelma menjadi rindu yang amat hebat. lalu apa yang lebih indah dari jingga? maka jawabku adalah senyummu yang indah.
Tapi kini hilang, lelapku hanya gelap. tidak ada lagi sosokmu yang mengantar senyumku ke gerbang mimpi. aku berhenti meromantisasi ke-alfaan mu. bahwa kamu, memang tidak pernah ada dalam bagian ceritaku. karena memang aku yang menciptakanmu bak lara. namamu terkenang dalam sastra sebab aku pengenang tawa dan lara.
aku berhenti merimantisasi presensimu yang nyatanya untuk sekedar menyapamu saja aku kalang kabut. aku tak buta, namun presensimu memang tak kasat mata.
Dibalik cakrawala barat, kala senja tinggalkan jingga. kemudian gelap melahap malam, kutinggalkan kamu dan namamu dalam biru. dengan perahu kudoakan tujuanmu, kupintakan segala mudahmu.
Sekarang disini aku, menunggu lelap dalam gelap dengan sunyi dan sepi di kepala. tanpa ruang dan kubang yang tidak kutinggalkan sedikitpu tentangmu. biarlah kamu bawa, segera kemasi barangmu atau mungkin dalam kedipan selanjutnya aku hanya akan terus memelukmu.