Yang Diharapkan dan Dibanggakan dari Tukang Debat: Jawaban

Okihita
7 min readAug 12, 2017

--

(Lanjutan dari bagian sebelumnya, tentang tantangan intelektual Junaedi.)

“A”pa yang di harapkan dan di banggakan dari TUKANG DEBAT ?”

Para tukang debat dikarantina dan digembleng khusus untuk melatih kemampuan negosiasi. Tujuannya? Salah satunya, meningkatkan posisi diri sendiri dan kelompok — dalam hal ini, termasuk bangsa Indonesia Maya. Menjadi santri di sebuah Padepokan Silat Lidah artinya mengorbankan waktu tidur dan waktu main demi menempa kemampuan intelektual dalam mencari, menyaring, dan mengolah seluruh informasi yang tersedia untuk akhirnya bisa merumuskan solusi.

Seorang alumnus Padepokan Silat Lidah diharapkan bisa dengan akurat melacak sumber masalah. Sering, berbagai solusi muncul dengan sendirinya saat kita bisa mendefinisikan masalah dengan tepat. Intinya, orang berantem itu biasanya cuma gara-gara miskom. Bahkan, Jun, kamu sendiri salah paham tentang apa itu seni pertukangan debat yang hakiki.

Debat itu bukan tentang bacotnya. Mulut itu cuma alat. Bukan skripsinya yang bikin lulus. Bukan piringnya yang bikin kenyang. Bukan bulunya yang bikin geli. Bukan kabelnya yang bikin nyetrum. Bukan anginnya yang bikin bau.

Ketika seseorang berguru di Padepokan Silat Lidah — yang biasa disebut Ekskul Debat di abad ini — justru jurus Lambe Turah itu diajarkan paling akhir. Di awal berguru, seluruh biarawan padepokan harus mempelajari jurus-jurus lainnya sebagai syarat layak maju ke dunia persilatan di tanah Konohanesia. Jurus Mata Elang membuat kita jeli menemukan sisi pro dan kontra sebuah topik hingga ke fakta yang terkecil sehingga tidak mudah terkecoh. Jurus Kuping Gajah membuat kita lihai mendengarkan asumsi-asumsi dan logical fallacy tersembunyi dari setiap kalimat yang diucapkan lawan. Jurus Taman Samudra membuat konsentrasi kita tidak retak, kontak mata tetap terjaga, dan pikiran tetap terpusat pada argumen di tengah nada yang meninggi dan alat makan yang beterbangan. Jurus Raga Sukma membuka mata batin kita, membuat kita mampu menangkap isyarat-isyarat halus yang tidak terlihat kecuali oleh indra-indra periferal kita.

Terlepas dari semua ajian, ilmu yang lebih penting adalah ilmu memahami medan tanding dan gaya tarung lawan. Seorang tukang debat harus mengatur strateginya untuk memastikan jurus yang dipilih tidak justru menyusahkan diri sendiri.

Mungkin, alasan kamu tidak suka jenis kanuragan silat lidah adalah karena kamu pernah bertemu para pendekar yang tidak bertata krama. Seperti yang terjadi di jenis kanuragan lainnya, beberapa penimba ilmu silat lidah kadang tergoda mempelajari aliran ilmu hitam yang, sebenarnya, merupakan pantangan untuk dilakukan berdasarkan undang-undang padepokan. Beberapa jurus terlarang adalah jurus Bentakan Anggota Badan, jurus Teriakan Kebun Binatang, jurus Belut Meliuk Utang, dan jurus Naga Melilit Aset. Beberapa pendekar yang menggabungkan kanuragan silat lidah dengan ilmu pelet bahkan melatih jurus terlarang Casanova Menerkam Mangsa untuk kesenangan diri sendiri.

Saya juga tidak menampik kehadiran para pendekar silat lidah yang menggunakan ilmunya untuk pesugihan dan menindas orang lain. Sebagai jawara bayaran, mereka diutus oleh majikan yang jahat untuk membuat musuh majikannya — yang biasanya juga menyewa pendekar silat lidah lainnya — lumpuh tak berdaya, roboh dan melarikan diri. Pertikaian Pondok Pramuka Hijau yang terjadi belakangan ini adalah sebuah bencana yang terjadi karena salah pilih tukang debat. Tuan tanah harusnya lebih jeli mendengar tim public relation untuk menjaga citra, bukan terburu-buru mengutus tukang debat untuk menumbangkan lawan semena-mena.

Mungkin, falsafah kependekaran mereka adalah Cakar Cucak yang mengutamakan kesaktian di atas segalanya sampai-sampai mereka menantang semua orang hanya demi menguji kesaktian diri. Saya sesungguhnya turut kecewa atas kehadiran para pendekar hitam ini, karena saya sendiri pun penganut falsafah Cakar Cucak; bedanya, saya yakin kesaktian bukanlah untuk dipamerkan maupun dijadikan pesugihan, melainkan untuk diamalkan.

Namun, para pendekar hitam itu hanyalah sebagian kecil dari seluruh populasi tukang debat yang ada. Pencilan. Anomali. Percayalah, jauh lebih banyak tukang debat yang berguru dengan maksud berbakti dan memberi manfaat bagi sekitarnya, dengan keteguhan dan kebersihan hati sebagai tuntunan. Merekalah yang nantinya menjadi tim ahli di bawah berbagai kepala daerah — camat, lurah, bupati, prabu, hingga raja — untuk memastikan situasi tetap kondusif ketika ada ancaman dari dalam maupun luar. Merekalah yang akan fokus mengawal kestabilan masyarakat serta pengembangan peradaban.

Pendekar silat lidah biasanya diutus untuk kompromi ketika perebutan sumber daya, lahan, ataupun kekuasaan tidak terhindari. Dalam konteks global, negara yang memiliki banyak tukang debat akan menguntungkan negara itu sendiri di kancah dunia ketika sedang berkonflik dengan negara lain. Bisa juga, para tukang debat ini diutus untuk menangani konflik dengan daerah yang ingin lepas dari negara, atau bahkan konflik internal antarkubu di sebuah wilayah.

Mohammad Hatta, Hokage Malam pertama di Konohanesia, adalah seorang tukang debat handal, salah satu cikal bakal terbentuknya Nusantara. Organisasi yang dia ketuai pada ‘26–’30, Perhimpoenan Indonesia, merilis majalah “Indonesia Merdeka” dengan dia sendiri sebagai editornya. Di tiap seminar yang dia hadiri, dia menyelipkan ide-ide kemerdekaan Konohanesia. Dia sampai dipenjara karena ide-ide separatisnya begitu kuat, logis, dan berbobot. Bahkan, ketika dia diadili di Belanda Selatan tahun 1927, sempat-sempatnya dia mendebat hakim agung Belanda tentang kenapa Konohanesia harus merdeka. Setelah dia pulang ke Konohanesia tahun 1932, dia menulis dan menyampaikan puluhan — mungkin ratusan — artikel dan pidato pembara semangat. Bahkan saat dipenjara di Cipinang, dia menulis buku. Dia adalah tukang debat yang berwibawa dan disegani bahkan oleh musuh sekalipun. Tanpa tukang debat sekelas Hatta yang bisa diutus ke penjuru negeri untuk mengabarkan dan merencanakan kemerdekaan, tidak akan ada Konohanesia itu sendiri.

Kampanye “wajah kayak gini kok dibilang diktator” itu pun salah satu hasil ramuan para juru pidato Pakde Hokage, rumusan para tukang debat yang bersemayam di Istana Kartanegara. Hasilnya cukup ampuh untuk menurunkan ketegangan antargolongan dan membuat rakyat kembali fokus mengerjakan peran kenegaraan masing-masing. Tidak terjadi konflik-konflik trivial yang mengganggu pembangunan kesejahteraan. Pendekar silat lidah tidak harus marah-marah dalam bertanding. Malahan, ada kalanya pembawaan sableng justru menjadi senjata ampuh untuk melakukan silat lidah itu sendiri.

Idealnya, seorang pesilat lidah juga mengerti ilmu psikologi dan sosiologi masyarakat sehingga bisa memberikan solusi-solusi yang out-of-the-box. Untuk meramu solusi-solusi ootb, seorang pendekar harus mampu terlebih dahulu mendefinisikan box-nya. Ilmu “memahami dan mendefinisikan box” ini disebut ajian Critical Thinking. Ajian critical thinking inilah yang sesungguhnya dicari dan diamalkan oleh para tukang debat. Pendekar debat pun harus punya jurus Kawibawaan Pangasihan, agar lawan yang berhati keras pun bisa disulap menjadi kawan yang mudah diajak berunding.

Justru, bentuk paling umum dari argumen para warganet — jenis perang yang mengharuskan satu orang menang dan yang lain kalah — tidak akan menghasilkan keuntungan sesungguhnya dari debat itu sendiri. Debat itu bukanlah untuk meyakinkan orang lain bahwa pandangan mereka salah, namun untuk menjelaskan apa latar belakang dan faktor-faktor yang membuat pandangan kedua pihak berbeda.

Beragam jenis tukang debat — misalnya diplomat, duta besar, arbiter, mediator, pengacara, jaksa, dan hakim — memegang peranan masing-masing dalam menangani kerumitan komunikasi di tengah rakyat. Jasa mediasi yang diberikan tukang debat tidak terbatas hanya antara dua individu, namun juga untuk dua grup, dua perusahaan, bahkan antara dua sektor untuk memastikan kerja sama antara kedua sektor berjalan dan terkawal dengan baik. Misalnya, sektor farmasi-dan-militer atau pertanian-dan-otomotif. Bikin peraturan yang sama-sama melindungi [dan disetujui] kedua belah pihak yang saling nggak kenal itu butuh kesaktian tinggi.

Tujuan mulia debat itu adalah pencegahan [sekaligus resolusi] konflik serta pertukaran gagasan, bukan untuk jatuhin dan nginjek-nginjek lawan bicara. Memilih jalan menjadi seorang tukang debat adalah sebuah kebanggaan besar karena tukang debat bisa memastikan seluruh komponen masyarakat terhindar dari konflik serta, kalaupun sesekali ada berantem, berantemnya nggak harus jambak-jambakan dan, sebisa mungkin, menghindari kerugian yang tidak perlu.

Itu yang di harapkan dan di banggakan dari TUKANG DEBAT.

catatan pinggir

Konflik Narto dan Saske di Lembah Akhir bukanlah tentang Rasengan dan Chidori, maupun tentang Susanoo dan Kurama, melainkan tentang falsafah masa depan Jamaah Ninjaiyah.

Menurut Saske (Shippuden, 694, p.10), persatuan absolut Jamaah Ninjaiyah akan tercapai ketika kelima Desa Ninja memiliki musuh bersama, seperti yang telah terbukti pasca-kemunculan Akatsuki, Madara, dan Kaguya. Dalam implementasi praktisnya, persatuan absolut tersebut dapat kembali dicapai dengan cara membunuh kesembilan Bijuu dan kelima Kage. Namun, Saske harus juga membunuh Narto karena di dalam tubuh Narto bersemayam sebagian chakra dari kesembilan Bijuu.

Obito menjelaskan tentang awal konflik antara Senju dan Uchiha yang berujung pada pembumihangusan marga Uchiha (Naruto, 401).

Bagi Saske, makna Hokage (ho = api, kage = bayangan) bukanlah seseorang yang muncul di depan publik, namun seseorang yang mengendalikan semuanya sendirian di balik layar (Shippuden, 696). Saske berargumen bahwa Itachi adalah Hokage sejati karena bersedia membunuh marganya sendiri demi ketenteraman dan keamanan Konohagakure. Sebelumnya, marga Uchiha yang dipimpin oleh Fugaku, ayah Saske, berencana melakukan kudeta terhadap Hokage Ketiga sebagai inkumben (Naruto, 400, p.3). Saske bahkan yakin bahwa, hingga akhir hayat, Itachi tidak pernah mengkhianati Konoha (Naruto, 401, p.7)

Setelah pertempuran yang berujung seri, Saske mengakui superioritas falsafah Narto, yaitu falsafah Digdaya Tanpa Aji dalam menciptakan kedamaian bagi Jamaah Ninjaiyah. Tak lama, Saske mengaku kalah (Shippuden, 698) dan meminta maaf kepada Sakra, Narto, dan Kakashi.

--

--

Okihita

Software artisan. Freelance programmer available to hire and date.