4 Fase Startup & Product Market Fit

Catatan mengenai Google LaunchPad Accelerator Batch 5 #2 — Key Takeaway Lecture by Hai Habot + Story about Umar.

Andy Fajar Handika
10 min readFeb 23, 2018

Ini adalah seri ke-2 dari rangkaian catatan mengenai kuliah dan poin-poin penting yang saya dapat selama mengikuti bootcamp di San Francisco dalam rangkaian program Google Launchpad Accelerator yang diikuti oleh Kulina. Seri pertama mengenai cerita awalnya; ada di sini.

Yang pertama saya bahas dalam seri artikel ini adalah materi kuliah oleh Hai Habot, seorang Serial Entrepreneur, Tech Executive, Investor, dan juga Mentor di Google LPA (google sendiri yak). Materi ini bisa dikatakan cukup general dan mungkin tergolong basic, tapi sebenarnya ini merupakan fondasi awal yang sangat penting dalam membangun startup.

There is rarely “One Truth”

Kuliah dibuka dengan advice pertama atas mindset over simplifikasi tentang bagaimana membangun startup. Frasa seperti “kamu harus begini” karena “semua orang melakukan itu” adalah sangat menyesatkan.

(Kalau menurut saya, esensi startup memang seharusnya menemukan cara baru yang mendisrupsi sistem atau tatanan yang lama)

Begitu juga fakta bahwa ketika seseorang atau sebuah startup melakukan A dan berhasil mendapatkan hasil B, belum tentu akan berhasil juga pada kasusmu. Dan yang menarik adalah: “Remember — most playbooks were written in hindsight”

Ingat: buku panduan dibuat dengan cara menengok ke belakang — mempelajari sejarah, bukan melihat ke masa depan.

Define your own Success

Advice kedua adalah tentang mendefinisikan apa sukses itu. Beberapa dari kita mendefinisikan “sukses” yang antara lain seperti ini:

  • Dapet funding → Dapetnya berapa, valuasi perusahaan berapa, siapa VC nya?
  • Exit, jual perusahaan dapet duit → IPO, M and A, dapetnya berapa dibandingkan effort selama bertahun-tahun?

atau bahkan definisi sukses yang begini:

  • Punya Perusahaan — punya banyak karyawan, punya revenue dan profitable, atau sekedar punya title Founder/CEO di kartu nama?
  • Masuk ke media — dibaca sama mertua dan saudara :D

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan daftar di atas, karena memang kriteria “sukses” itu ya yang menentukan kita sendiri, tapi sebaiknya harus diukur melalui criteria/metrics/expectations (saya kesulitan nyari terjemahannya) yaitu:

  1. Are you meeting the expectations (product/market/traction)?
  2. Are you giving positive impact to others (team, investors, customers, world)?
  3. Are you building a sustainable business?
  4. How does your work stand in the test of time?

Growth — Bergerak dari titik A ke titik B

Definisi growth atau pertumbuhan (yikes, ini terjemahannya nggak banget) yang paling sederhana adalah bergerak dari titik A menuju ke titik B, dimana titik B adalah sesuatu yang lebih baik dibanding titik A.

Sering kita terjebak dengan mentalitas “just do it”, dan lalu juga larut dalam kesibukan operasional sehari hari, tanpa mikirin goal.

The last thing we should do is being busy but not being productive.

(quote yang di atas ini kata-kata saya, bukan Haim btw 😛)

Nah, apa saja yang perlu diketahui untuk growth ini? Haim memberikan checklist sebagai berikut:

  1. Dimana kamu sekarang (titik A)?
  2. Mau kemana sih (point B)?
  3. Apa saja yang diperlukan buat menuju ke tujuan itu?
  4. Kenapa ini penting? Apa artinya buat kita menuju ke tujuan itu?
  5. Bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu sudah sampai? Apa ukurannya?

Biasanya, yang diperlukan terkategorikan menjadi 5 hal berikut yaitu: Product, Business, Operations, People & Funding.

4 Fase Startup

Analogi Hai Habot tentang fase di pertumbuhan startup.

Di artikel ini, mari kita flashback terhadap kisah Umar dalam membangun startup fiktif bernama BukuLapuk dari awal hingga mencapai jutaan pelanggan aktif. Saya akan memberikan contoh apa saja yang dilakukan Umar pada setiap tahapan startup dalam materi lecture Hai Habot ini.

*** Kalau belum tahu tentang Umar, bisa dibaca dulu artikel saya beberapa waktu yang lalu → Startup yang bakar duit dan yang disebut sebagai bisnis beneran.

1. Welcome to the Jungle

Fase ini adalah paling awal ketika membangun sebuah startup. Sebuah fase eksplorasi dimana ide baru terbentuk. Karakter timnya; masih sedikit sekali orang yang terlibat a.k.a cuman Founder saja yang kemudian mulai merekrut orang sana-sini sambil meyakinkan orang lain tentang ide yang dia miliki.

Layaknya orang kesasar di hutan, maka anggota tim ya emang 1–2 orang saja (Ya iyalah, kalau banyak orang namanya bukan kesasar tapi darmawisata).

Nah, orang yang sedikit ini harus kerja keras cari arah mata angin, babat alas pake parang, trus bikin api biar bisa selamat nggak diterkam binatang buas. Satu orang harus melakukan banyak hal sekaligus.

Yang diperlukan dalam fase ini adalah:

  • Identifikasi masalah yang akan dipecahkan → keluar dari ruangan dan mencari tahu, nggak cuman dari “kata artikel di internet” aja.
  • Riset untuk mencari data, dan mulai membuat asumsi.
  • Prototype —untuk mendapat validasi awal dari data yang diperoleh.

Pertanyaan penting di fase ini adalah:

  1. Siapa saja konsumen kita?
  2. Apa problem yang mereka miliki?
  3. Bagaimana kita memecahkan problem itu?
  4. Apa nilai yang bisa diperoleh dari solusi itu?

Waktu itu Umar punya stock buku-buku lawas hasil warisan dari Ayahnya yang meninggal. Dia melihat bahwa banyak orang yang jualan buku di forum-forum di Internet. Asumsi dia, bahwa berjualan buku lawas dan antik bakalan laku karena banyak yang mencari, tetapi ada problem dalam proses ini.

Dia tidak hanya browsing, tapi benar-benar menjual di forum, hingga sempat ditipu dan mengalami masalah dalam proses pembayaran (dia menggunakan rekber yang ternyata macet). Dia memvalidasi masalah yang ada tanpa harus membangun apapun.

2. Road to Village

Di fase ini, kita sudah berhasil keluar dari hutan, dan menemukan jalan setapak tapi nggak keruan bentuknya. Namanya juga di desa, jalan ngga semua diaspal kan, tapi paling ga udah ngga bingung mata angin lagi.

Di sini, yang harus di bentuk adalah sebuah “wagon” — kendaraan MVP apa adanya yang penting jalan menuju product/market fit. Ketika banyak yang menggambarkan dengan skateboard — Haim menganalogikan kendaraan ini bentuknya seperti mobil The Flinstones, nggak punya mesin dan dijalankan pake kaki.

MVP: Yang penting bisa jalan dulu.

MVP kita perlukan untuk melakukan validasi secara lebih konkrit di target market kita dengan cara menghadirkan produk ke konsumen, dan membiarkan mereka memakai secara langsung.

Dalam MVP, hanya fungsi-fungsi esensial yang dibutuhkan. Ketika analoginya adalah mobil, maka yang penting ada rodanya (bisa jalan), ada setir (bisa dibelokkan), dan ada jok (bisa duduk). Fungsi utamanya adalah mengantarkan dari titik A ke titik B. Fitur yang lain akan dibangun dalam rangka menuju Product/Market Fit

Checklist untuk menuju Product/Market Fit adalah:

  1. Identifikasi masalah yang layak dipecahkan (siapa yang punya masalah, apa yang mereka lakukan sekarang saat ini?)
  2. Sediakan solusinya (bagaimana caranya produk kamu memecahkan masalah, dan apa konsumen melihat value atas solusi kamu?),
  3. Yang bisa menghasilkan keuntungan secara kontinyu (apa model bisnis yang tepat?),
  4. Punya pasar yang cukup besar (trend sesaat atau bakal terus tumbuh?),
  5. ..dan bisa terus berkembang (apa limitnya, bisa ekspansi produk atau skala geografis?)

Umar berhasil mengidentifikasi bahwa proses jual beli buku lawas memiliki problem dalam saat pembayaran; dimana pembeli enggan membayar sebelum yakin kalau barangnya bakal dikirim — sedangkan penjual juga tidak mungkin mengirimkan buku kalau belum yakin pembeli bakal membayar.

Umar juga sangat paham bahwa selama ini penjual/pembeli buku antik menggunakan online forum buat jualan. Tapi, forum yang ada tidak didesain sebagai tempat jualan, sehingga posting buku yang ditawarkan bakal “hilang” ditelan ratusan post baru dan mungkin nggak sempat laku.

Dia kemudian membangun sebuah marketplace buku lawas, dan memulainya dengan menggunakan buku-buku lawas yang dia miliki bernama BukuLapuk.com — Platform ini juga mempunyai fitur layaknya escrow service, yang sebenarnya fungsinya mirip dengan rekber, tapi dengan pengelolaan lebih profesional. Fitur ini menyelesaikan masalah yang dialami penjual-pembeli.

Dengan model marketplace, Umar tidak perlu lagi terbatas dengan inventory yang dia miliki. Setelah buku warisan bapaknya habis, maka bisnis tetap jalan dan bakal menghasilkan keuntungan.

Model ini juga mempunyai 2 jenis konsumen → penjual dan pembeli buku lawas, dimana Umar sudah melihat aktivitas transaksi dari forum yang ada dan memang signifikan jumlahnya.

Umar juga sadar, bahwa akan ada limitasi atas jumlah peminat buku-buku lawas, tetapi dia melihat bahwa penyuka vintage dan barang-barang memorabilia jauh lebih besar — dan sebenarnya pasar ini yang akan dia incar.

Mending jadi no 1 di area buku lawas dibanding nomor buncit di area barang antik. Ekspansi bisa belakangan.

Umar memulai secara fokus di area yang sangat dia kuasai, yaitu buku lawas; tanpa mengutak-atik dulu area yang lain karena dia ingin mengalokasikan resource untuk hasil maksimal.

The magic of P/M-F

Setelah mencapai Product/Market Fit, maka segalanya menjadi lebih jelas. Akan terlihat sebenarnya darimana konsumen terbesar berasal — siapa saja yang perlu direkrut, dan butuh duit berapa sih sebenernya — dan siapa penyandang dana yang cocok. Kemana pertumbuhan perusahaan juga sudah semakin jelas.

Konsumen sudah mulai menggunakan BukuLapuk sebagai tempat mencari dan menjual buku. Umar melihat bahwa ternyata banyak penjual kebingungan menentukan harga jual, dan kesulitan untuk menjelaskan tentang apa isi buku yang mereka jual.

Do you know what’s SELLING stand for? It’s an acronym for “Story Telling” -Andy FH.

Melihat jelas masalah ini, Umar mulai merekrut librarian, ahli sejarah partikelir, dan copywriter untuk membuat fitur baru berupa resensi di fitur “Tengok Isi Buku” dalam membantu masalah ini. Karena semakin mudah proses menjual buku bekas dan pembeli merasa sangat terbantu dalam membeli buku, maka platform BukuLapuk.com semakin berkembang dan transaksi harian sudah mencapai ratusan buku.

Dengan ini, Umar tidak kesulitan untuk mencari investor. Bahkan mereka silih berganti mengkontak Umar melalui Linkedin dia, untuk meminta jadwal bertemu. Di fase ini, BukuLapuk telah mendapat pendanaan di series A setelah seed beberapa bulan sebelumnya. Dana ini digunakan untuk keperluan operasional, sehingga Umar tidak perlu fokus mengejar keuntungan yang signifikan di setiap transaksi yang terjadi.

3. Getting to the City

Keluar dari desa, saatnya kini menuju ke kota. Area dimana kompetitor semakin banyak dan buas dan dibutuhkan tim yang solid berupa para industry expert, dan tim manajemen yang handal. Di fase ini sudah terbentuk banyak divisi yang masing-masing terspesialisasi.

Produk yang ada dan layanannya sudah sangat dikuasai dengan baik, dan bahkan menjadi no 1 di bidangnya. Operasional sehari-hari sudah berjalan dengan sangat lancar tanpa membutuhkan campur tangan C-level atau Founders. Di sini setiap satuan metriks dievaluasi dan selalu di tingkatkan efisiensinya.

Bukulapuk sudah menjadi jawara di Indonesia untuk perkara jual beli buku bekas. Seluruh kolektor buku yang ada menggunakan layanan ini untuk saling bertukar koleksi dan bisa menghasilkan penghasilan signifikan dengan menggunakan media ini.

Salah satu fiturnya yang terbaru adalah marketplace untuk kurator. Karena pemilik koleksi (yang ingin menjual) tidak punya waktu dan kemampuan untuk menulis — dan ada pergesekan konflik juga kalau membuat review barang milik sendiri. Penjual bisa menawarkan kepada komunitas kurator untuk membuat review dan cerita atas barang tersebut — dan memilih mana yang paling cocok baik secara harga atau kualitas.

Bukulapuk juga sudah memiliki ratusan pegawai, yang terbagi di macam-macam divisi dan Squads. Kini bahkan ada divisi khusus bernama “History Curation” yang dikepalai oleh ex Direktur Museum swasta yang terkenal. Divisi ini bertugas untuk mengkurasi dan watchdog atas “cerita” yang menyertai sebuah buku — karena layaknya Wikipedia, banyak juga konten yang tidak akurat.

Umar sudah mulai mengembangkan platform Bukulapuk sebagai bukan hanya marketplace jual beli buku, tapi juga barang antik yang lain. Area ini juga semakin berkembang pesat.

Semua keuntungan yang didapat dari fee transaksi digunakan lagi untuk biaya marketing untuk konsumen baru. Untuk merekrut para experts dan membangun fitur-fitur baru demi menunjang pertumbuhan, Umar mulai menggunakan dana dari pendanaan series B — walaupun sebenarnya jika dia mau, saat ini BukuLapuk sudah menjadi profitable tanpa pendanaan lagi.

4. Path to World Domination

Ini adalah fase paripurna dalam dunia startup. Tidak banyak startup yang telah mencapai fase ini — dimana pertumbuhan tidak hanya didapatkan dari pertambahan konsumen dan transaksi, tapi juga dari M&A (merger & acquisiton).

Sesuai dengan namanya, walau tidak mutlak — ciri-cirinya adalah ketika area geografis sudah tidak lagi dipengaruhi oleh batas-batas negara; ketika produknya bersentuhan dengan barang fisik. Beberapa startup mungkin bahkan memang tidak didesain untuk sampai ke fase ini, atau memilih untuk nantinya diakuisisi oleh pemain besar yang lain.

BukuLapuk telah berganti brand menjadi PasarAntik.com, hasil akuisisi nama domain yang dimiliki oleh sebuah toko barang antik di Solo dengan nilai yang signifikan. Setelah menjadi jawara di pasar barang antik di Indonesia, Umar mulai melirik ke pasar negara lain.

Sudah beberapa hari ini dia tinggal di sebuah apartemen di Market St, Edinburgh, Skotlandia. Umar menghabiskan waktu dengan berjualan koin kuno koleksi dia menggunakan Scotebys.com — sebuah marketplace barang antik yang mendominasi transaksi di negara ini. Britania Raya memang terkenal dengan pasar barang antik dari penjuru dunia karena sejarah kolonialisme mereka, dan Skotlandia adalah salah satu pusatnya.

Bulan lalu, dia sudah mengadakan pertemuan dengan para co-founders dari Scotebys.com, dan mereka memang berniat untuk menjual perusahaan ini. Angka penggunanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan PasarAntik.com, tetapi nilai transaksi yang terjadi hampir sama, karena rata-rata nilai barang yang dijual jauh lebih tinggi.

Setelah mencoba langsung layanan ini, dan berinteraksi dengan banyak karakter konsumen dari Scotebys, Umar sudah bertekad bulat untuk mengajukan penawaran untuk mengakuisisi platform ini. Dan besok pagi adalah saatnya dia bertemu untuk mengajukan harga. Saatnya menguasai dunia.

**Cerita Umar hanyalah fiktif belaka, dan merupakan penyederhanaan dari perjalanan tentang sebuah startup dari awal hingga fase paripurna, sebagai ilustrasi fase yang dijelaskan dalam kuliah ini.

Aslinya? Wah — jauh lebih berat deh 😅

Trust me, I know exactly. But then, it is said that — today’s tears water tomorrow’s gardens. I believe it’s true.

Ini adalah seri ke-2 tentang Google Launchpad Accelerator dimana penulis mengikuti bootcamp di San Francisco selama 2 minggu. Penulis adalah founder dari Kulina — startup yang memecahkan problem makan siang untuk pekerja kantoran di Jakarta dengan menggunakan teknologi, dan terpilih menjadi satu-satunya startup dari Indonesia yang mengikuti program Google LPA di batch ini.

Selain menulis di medium, penulis juga memiliki akun instagram yang isinya makanan doang hasil masakan dia, dan juga punya blog lain yang isinya ngga ada hubungannya sama startup; tapi cuman resep makanan dan tips ngehost AirBNB.

Dan pada paragraf ketiga section terakhir ini, penulis sudah merasa cukup aneh menggunakan sudut pandang ketiga ketika menulis. Jadi, udah ya. Sampai jumpa di seri berikutnya.

Bersambung.

--

--

Andy Fajar Handika

Founded Kulina, Netra, now building a bitcoin mining platform