tas merah jambu

Adinda Aulia
3 min readJan 26, 2023

--

Aku dan mamaku mempunyai mall favorit yang selalu dikunjungi, setidaknya sebulan sekali. Mall regular yang letaknya di wilayah alun-alun kota Bandung ini menjadi comfort place ku sejak tk karena aku suka beli cakwe dan steak ayam di food court. Lalu tak lupa setelahnya bermain di Timezone, menghabiskan banyak koin hanya untuk tiket yang bisa ditukar dengan barang lucu yang terpajang manis di etalase kasir.

Satu hari di tahun 2010, saat aku baru naik kelas 2 dan sedang libur sekolah pergantian tahun ajaran baru, Tak seperti biasanya mama mengajakku ke mall tersebut – ke area tas sekolah dan mainan anak-anak. Banyak sekali tas yang cantik namun saat kulihat label harganya memang rata-rata mahal. Aku pun jadi sungkan untuk meminta mamaku membelikan barang ini. Namun tak bisa dibohongi, mataku tak dapat berpaling dari tas merah jambu bergambar barbie yang posisinya di susunan rak paling atas. Aku terus menengadah melihat tas itu sampai leherku pegal. Mamaku yang sedari tadi berdiri di sampingku sadar dengan apa yang kuperhatikan

“Tas itu ya? kamu suka?” tanya mamaku sambil menunjuk

Aku gelagap panik “eeh… iya ma”

Sontak mamaku langsung meraih tas itu dan melihat label harga yang tergantung di salah satu resletingnya. Perasaanku campur aduk antara senang dan risau – takut harganya mahal dan memberatkan mama. Walau sebenarnya mama adalah tipikal yang akan beli barang itu meskipun dengan harga yang tidak murah dan memberikan apapun untuk anaknya, khususnya aku sebagai si bungsu – perempuan satu-satunya.

“Memang berapa harganya, ma?” tanyaku gugup

sambil memercikkan matanya mamaku menjawab “200 ribu”

Aku tercengang. Bukan uang yang sedikit pada tahun itu hanya untuk beli tas saja. Bingung, aku sangat suka tas itu dengan model troli bak koper mini, tapi aku tak tega dengan mamaku. Jadi aku hanya memilih untuk diam saja.

“Kamu mau ini? kalo iya, ayo sekarang ke kasir!”

Duh, gimana nih? gak enak banget sama mama

ucapku dalam hati semakin panik.

Namun kupikir kapan lagi aku bisa membeli tas lucu ini? dan juga teman-teman di kelasku belum ada satupun yang mempunyai tas model seperti ini. Jiwa-jiwa trendsetter bergejolak sejak dini.

“200 ribu ya, ma? nanti uangnya diganti kalo adek udah gede, ya?!” seruku dengan nada memelas

mamaku hanya tertawa “iya deh iyaa”

Dalam sekejap waktu, tas itu berhasil jadi kepunyaanku. Tak pernah kukira jika aku bisa pulang dengan membawa tas keren semacam ini. Lalu kalimat tadi yang kuanggap sebagai sebuah janji, sampai kapanpun akan selalu diingat olehku.

Saat hari pertama masuk sekolah setelah libur kemarin, dengan bangganya aku memakai tas itu. Sesekali aku bawa dengan cara ditarik, berlagak seperti orang yang sedang di bandara. Semua mata tertuju pada tasku, dari teman-teman kelas sampai kelas sebelah. Aku betul-betul tak menyangka jika tas merah jambu ini menjadi pusat perhatian satu sekolah. Aku pun dengan senang hati meminjamkan tasku ini ke teman-teman, hanya karena mereka mau bergantian memainkan tas troliku.

Lalu 12 tahun kemudian, tentunya janjiku untuk membayar uang tasku saat sekolah masih jelas di ingatan. Saat aku sudah mempunyai penghasilan sendiri dari bekerja, mau seberapa banyakpun uangku, aku sadar, kurasa aku tak pernah bisa menggantikan uang 200 ribu itu dengan apapun yang kuberi untuk mama, karena ini bukan masalah nominal, ini adalah perihal kasih sayang dan ketulusan.

Terima kasih banyak, ma.

--

--

Adinda Aulia

berangkat dari segala keresahan, mengepul di pikiran, hingga tertuanglah semua ke dalam bentuk tulisan