Affanda Giyan Pratama
3 min readJul 30, 2020

QURBAN IN URBAN

“SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1441 H”

Pada tanggal 31 Juli 2020 atau sama dengan 10 Dzulhijjah 1441, umat islam di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha. Salah satu peristiwa penting pada momen Hari Raya Idul Adha adalah adanya Qurban.

Secara umum kita memahami bahwa Qurban pada Hari Raya Idul Adha adalah menyembelih hewan yang berupa domba, kambing, sapi, dan unta. Namun sebenarnya makna Qurban dalam Bahasa Arab adalah “dekat” atau dengan kata lain merupakan suatu amalan ibadah dalam ajaran islam untuk menambah kedekatan seorang hamba dengan Allah Subhanahu Wata’ala.

Sumber: Penulis, 2020

Qurban merupakan salah satu momentum untuk mengurangi adanya kesenjangan terhadap distribusi makanan khususnya berupa daging. Selama ini, biasanya yang sering menikmati makanan berupa daging adalah masyarakat menengah keatas. Sedangkan masyarakat menengah kebawah biasanya memiliki penghasilan yang hanya cukup untuk makan seadanya, mungkin pada hari biasa jarang makan daging. Hal ini karena lebih baik makan sayur-sayuran yang harganya lebih terjangkau sehingga sisa uang yang ada bisa digunakan untuk keperluan lain.

Pada saat Hari Raya Idul Adha, banyak hewan yang dikurbankan kemudian dagingnya dibagikan ke masyarakat yang tergolong sebagai mustahik (penerima). Oleh karena itu perayaan Hari Raya Idul Adha juga merupakan momentum untuk mengurangi adanya kesenjangan terhadap distribusi makanan khususnya berupa daging.

Tujuan adanya Qurban salah satunya adalah agar daging hewan hasil qurban bisa didistribusikan ke masyarakat yang tergolong sebagai mustahik (penerima). Namun pada kenyataannya distribusi daging qurban di Indonesia masih sangat tidak merata karena adanya kesenjangan pendapatan antar wilayah yang juga menjadi masalah utama di Indonesia.

Peneliti dari Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) yang bernama Askar Muhammad mengatakan bahwa kesenjangan yang lebar terutama terjadi di antara daerah perkotaan di Pulau Jawa dengan wilayah lainnya. Potensi qurban terbesar datang dari wilayah aglomerasi utama Jawa, di sana ada mayoritas muslim yang tergolong kelas menengah keatas.
“Dari sekitar 5,6 juta keluarga muslim kelas menengah atas di Indonesia, 71% diantaranya berada di Pulau Jawa”, kata Askar saat diskusi hasil riset IDEAS bertema “Ekonomi Kurban 2020, Memberdayakan Peternakan Rakyat.

Kemudian kesenjangan antara potensi dan kebutuhan daging qurban juga menimbulkan potensi distribusi daging qurban yang tidak merata. Kawasan Jabodetabek sebagai wilayah metropolitan termaju dan terbesar di Jawa berpotensi menghasilkan 47 ribu ton daging qurban, namun kebutuhan mustahik di Jabodetabek hanya sekitar 5 ribu ton daging qurban. Sehingga terdapat potensi surplus 42 ribu ton daging qurban. Sedangkan di kawasan perdesaan Banten Selatan yaitu Kabupaten Pandeglang dan Lebak hanya berpotensi menghasilkan 260 ton daging qurban tapi kebutuhan mustahik nya mencapai 1.500 ton daging qurban sehingga terdapat potensi defisit 1.250 ton daging qurban (republika.co.id).

Sebenarnya kesenjangan antara potensi dan kebutuhan daging qurban tidak bisa dinilai terlalu luas misalnya dalam lingkup satu negara. Hal ini karena distribusi daging qurban membutuhkan biaya sedangkan masing-masing panitia qurban di setiap wilayah memiliki kemampuan keuangan yang berbeda-beda. Jadi jika panitia qurban memang memiliki kemampuan untuk membagikan daging qurban dalam lingkup wilayah yang luas tentu itu adalah hal yang baik, namun jika hanya mampu membagikan daging qurban dalam lingkup wilayah yang sempit maka dibagikan ke mustahik di sekitar lokasi qurban.

Dari sudut pandang perencanaan kota, biasanya kita menemui adanya kesenjangan distribusi infrastruktur pada setiap wilayah. Kita melihat di Pulau Jawa memiliki infratstruktur yang lebih lengkap daripada Pulau Papua, atau dalam lingkup yang lebih kecil, kita melihat infrastruktur di perkotaan jauh lebih lengkap daripada di perdesaan. Secara umum kita bisa mengatakan hal tersebut sebagai fenomena kesenjangan distribusi infratstruktur, namun sebenarnya pembangunan infrastruktur di setiap wilayah itu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan juga ketersediaan dananya. Oleh karena itu kita tidak bisa memaksakan distribusi infrastruktur di setiap wilayah harus sama meskipun kita berharap tetap diupayakan adanya pemerataan distribusi infrastruktur agar kesenjangan di setiap wilayah tidak semakin parah.

Jika kita kaitkan dengan distribusi daging qurban, kita juga tidak bisa memaksakan distribusi daging qurban di daearah perkotaan yang jumlahnya sangat banyak harus didistribusikan sampai ke lokasi terpencil, misalnya daging qurban di Kawasan Jabodetabek harus didistribusikan hingga ke kawasan perdesaan di daerah Kalimantan, Sulawasi, atau bahkan Papua. Oleh karena itu, bisa jadi daging qurban di perkotaan jumlahnya lebih banyak daripada di perdesaan meskipun jumlah mustahik di perkotaan lebih sedikit daripada di perdesaan. Walaupun demikian, tentu kita tetap berharap distribusi daging qurban tidak hanya terpusat di kawasan perkotaan tapi juga bisa merata ke seluruh mustahik di wilayah Indonesia.

Referensi:

https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qdi9q1423. [Diakses pada 30 Juli 2020].