Sex is cheap, love is expensive

Sedikit pemahaman kenapa laki-laki menjadi arogan

Afif Fadhlullah Azis
4 min readApr 6, 2023
Source : pixbay

Masih ingatkah dengan kejadian anak-anak dibawah umur di Ponorogo dan Indramayu yang mengajukan dispensasi nikah muda? Hal ini dilakukan karena mereka sudah melakukan hubungan sebelum menikah atau sex bebas sehingga orang tua menuntut mereka untuk memiliki hubungan resmi. Dari data BKKBN lebih dari seperempat remaja di Indonesia atau 26,7% melakukan hubungan seks bebas/seks diluar nikah.

Hubungan naluriah

Dalam bukunya Selfish Gene, Richard Dawkins menjelaskan bahwa manusia mempunyai 2 naluri. Dimana salah satunya adalah naluri untuk mempunyai keturunan. Untuk memenuhi naluri ini harus melakukan kegiatan seksual yang dilakukan oleh 2 jenis manusia yang berbeda (laki-laki dan perempuan) sehingga menghasilkan generasi penerus.

Generasi penerus yang dikandung oleh perempuan membuat perempuan menjadi lemah ketika dalam dan setelah melahirkan, sehingga memerlukan sosok laki-laki yang bertanggungjawab untuk membantunya bertahan hidup. Laki-laki bertugas untuk menghidupi perempuan dengan mencari nafkah dan menyelesaikan tugas rumah tangga untuk menjamin kehidupan ibu dan penerusnya.

Namun ada proses evolusi di mana ketika dalam kondisi lemah perempuan acapkali ditinggal pergi oleh laki-laki dengan alasan yang beragam, bahkan hal yang paling ekstrem adalah pemerkosaan yang menimbulkan trauma mendalam bagi korbanya. Ini karena laki-laki hanya ingin memuaskan sifat naluriahnya namun tidak ingin bertanggung jawab, oleh sebab itu perempuan menjadi anti pati dan memilih untuk tidak berhubungan dengan laki-laki.

Hal ini membuat khawatir masyarakat karena tidak ada penerus untuk mengurus lingkungan hidup mereka, sehingga masyarakat membuat aturan sakral agar perempuan mau untuk berhubungan lagi dengan laki-laki. Aturan sakral ini bernama pernikahan yang mana di setiap sudut dunia dan bahkan sampai suku terpencil pun mempunyai aturan ini.

Yang menjadi sakral dari pernikahan bukanlah pada acara pestanya namun pada sebelum menikah, kedua belah pihak mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang calon pasanganya kepada orang terdekatnya. Prosesi ini memerlukan ketelitian dan keahlian sehingga informasi yang didapat akurat. Setelah informasi dianggap lengkap dan dapat memuaskan pasangan masing-masing baru dilakukan prosesi perjanjian (ijab kabul), yang mana ijab kabul sebenarnya tidak boleh disebutkan oleh sembarang orang, hanya orang-orang yang memenuhi kriteria bertanggung jawab, jujur dan mampu memahami pasanganya yang dapat mengucapkan ini.

Pergeseran nilai

Terdepat pergeseran nilai dalam penyaluran naluri ini, dimana yang menjadi sakral bukanlah prosesi sebelum pernikahan yaitu mencari kelengkapan informasi atau ijab kabulnya melainkan bagaimana membuat acara pesta yang megah sehingga bisa dipandang sebagai orang yang mempunyai status tinggi yang dapat mengumpulkan keluarga besarnya. Karena biaya pernikahan yang terlalu besar ini, di beberapa kasus laki-laki lebih memilih mundur daripada harus memenuhi keinginan membangun pesta pernikahan yang megah.

Kondisi ini membuat laki-laki mulai berevolusi, laki-laki berpikir kembali agar ia dapat menyalurkan sifat naluriahnya namun dengan cara yang murah, maka munculah berbagai problematika seperti pacaran atau friend with benefit (silahkan baca artikel saya sebelumnya dengan judul “Pacaran adalah hal yang semu”), staycation, hamil diluar nikah, pernikahan dibawah umur setelah kasus dan open bo.

Berbeda dengan melegalkan sebuah hubungan berupa pernikahan yang mahal, di sini prosesi naluriah sexual sangat murah meriah, tidak perlu bekerja keras untuk melegalkan sebuah hubungan. Tinggal pendekatan ke perempuan dan atau mengeluarkan biaya sedikit pasti dapat memuaskan hasrat naluriahnya. Yang mana jika hal ini dilakukan secara berulang maka lunturlah sifat laki-laki berupa tanggung jawab, jujur dan menghargai perempuan, sehingga menjadikan sebuah hubungan tidak bernilai.

Apa yang harus dituntut dari laki-laki

Dengan melihat sisi material, kondisi ini sungguh terbalik, seharusnya resepsi dan seserahan adalah hal yang murah sehingga laki-laki dapat memenuhinya. Untuk urusan harta laki-laki diminta mengumpulkan uang hanya untuk pasca pernikahan, bukan untuk resepsi dan pernikahan sehingga ada jaminan untuk langkah awal dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Hal yang harus dituntut dari laki-laki adalah rasa tanggung jawab, tanggung jawab sangat dibutuhkan agar laki-laki mampu merawat perempuanya dengan baik, dan memberinya nafkah terutama ketika dalam kondisi lemah. Jujur, sudah melekat bersamaan dengan rasa tanggung jawab, laki-laki yang jujur pasti tidak menduakan perempuanya karena ia tidak mau bermain di belakang sehingga meninggalkan perempuanya yg lemah. Dan yang terakhir adalah saling memahami, tidak ada yang sempurna di dunia ini, perempuan juga pasti punya kekurangan. Selama tidak menyentuh hal-hal krusial seperti selingkuh maka kita laki-laki wajib menoleransinya.

Ketiga nilai tersebut adalah nilai yang sangat mahal, sangat sulit dimiliki oleh manusia. Harus ada latihan terus menerus serta pengetahuan yang luas untuk mendapat karakter dari tiga nilai tersebut. sehingga orang yang sudah mendapatkanya bisa dibilang adalah emas berjalan.

Otomatis ketika ketiga nilai tersebut sudah ada dan acara pernikahan tidak terlalu memberatkan maka hubungan bisa dilegalkan, dan hubungan sexual menjadi nilai yang sakral karena seorang laki-laki sudah memenuhinya dengan ketiga nilai tersebut yang mana cara untuk mendapatkanya memanglah sulit.

Kesimpulan

Yang terpenting dalam sebuah hubungan adalah legalnya sebuah hubungan (pernikahan), namun itu juga harus didasari dengan pengetahuan tentang masing-masing pasanganya. Sebelum dilegalkan harus dianalisa apakah pasanganya adalah orang yang memenuhi kriteria untuk dijadikan pasangan atau tidak.

Di sisi lain legalnya hubungan seharusnya tidak dibarengi dengan resepsi yang terlalu mahal yang memberatkan laki-laki, bukan karena miskin tapi karena kehidupan pasca menikah itu lebih penting daripada acara resepsi belaka. Sehingga sebuah hubungan menjadi lebih sakral karena sifatnya, bukan karena materialnya.

--

--