Cewek “Pinter” — Terlalu “Tinggi”kah? #refELection

Agatha Elma Febiyaska
3 min readDec 17, 2018

“Everyone wants a strong woman until she actually stands up, flexes her muscles, projects her voice. Suddenly, she is too much. She has forgotten her place. You love those women as ideas, fantasies. Not as breathing, living humans threatening to be even better than you could ever be.”

…dan…

“Kamu ngerasa nggak sih, kita ‘kayak gini’ tuh terlalu ‘tinggi’?”

Muncul dua kali berturut-turut, topik tersebut rasanya ingin kubahas dalam kata-kata di sini.

Sebagai wanita, aku tidak ingin tampil jumawa menyodorkan gambaran diri yang pintar, menarik, bisa apa-apa, mandiri, independen, atau hal-hal yang dianggap wow lainnya — jika dimiliki oleh seorang wanita. Masih banyak yang jauh lebih pintar dari aku, jauh lebih berbakat, jauh lebih cantik, jauh lebih mandiri. Sangat banyak. Aku mah apah. TAPI bukan berarti aku tidak memiliki kualitas tertentu.

Anyways, sempat terlintas dalam pikiranku dan ternyata juga dalam pikiran beberapa wanita yang sempat berbincang denganku, bahwa ada satu masa di mana kami merasa terlalu “tinggi” dengan kualitas yang kami miliki. Hal ini berkaitan dengan lawan jenis. Maksudnya?

Pujian (yang kerap terdengar nyinyir pula) seperti ini, misalnya:

“Kamu tuh ke-pinter-an deh!”

“Apa sih, yang kamu nggak bisa?”

“Gilaaa… emang cewek independen, dah!”

Atau bahkan ungkapan yang lebih langsung seperti:

“Jadi cewek mbok jangan pinter-pinter.”

“Masih mau sekolah lagi? Ya ampun…”

“Jangan independen amat ah jadi cewek!”

Hal-hal seperti itu kerap kami dengar sepanjang hidup kami. Semakin kami memperkaya diri dengan kemampuan, pengetahuan, dan terus meningkatkan kualitas diri, semakin kencang pula omongan seperti itu terdengar. Atau bahkan kami merasakan “ketakutan” dari lawan jenis untuk mendekati kami — untuk sesuatu yang serius — karena entah minder atau apa namanya.

Satu pertanyaan kami: Kenapa, sih?

Kalian belum tahu kalau kami juga punya sisi receh yang parah, juga punya keinginan kuat untuk nyinyirin orang, juga punya masa ingin mengeluh se-keluh-keluh-nya, juga punya tingkat malas yang luar biasa untuk belajar, juga punya keengganan untuk mencoba hal baru, juga kerap ragu berinteraksi dengan orang baru, juga bisa grogi di tengah keramaian, dan seterusnya dan sebagainya dan selanjutnya.

Tapi kalian keburu (pengen) kabur padahal baru melihat kami menunjukkan kemampuan kami — yang bahkan tanpa intensi untuk pamer sama sekali — keburu takut kalau kami nantinya menyaingi kalian dalam beberapa hal, keburu takut dengan perbandingan yang mungkin diciptakan orang, keburu takut ini dan itu lainnya.

Terus, kami harus gimana? Menurunkan kualitas kami? Berpura-pura bodoh? Atau gimana?

Seharusnya tidak perlu, ya.

Aku sendiri, kalau ditanya “Kamu ngerasa nggak sih, kita ‘kayak gini’ tuh terlalu ‘tinggi’?” maka jawabku akan seperti ini:

Ya… gimana… Jujur, aku takut kalau aku susah dapet cowok dengan alasan kualitasku saat ini. Ya aku tidak sepintar dia, tidak secantik dia, tidak se-supel dia, tidak se-rajin dia, tidak jago masak; tapi aku punya kualitasku sendiri. Dan aku masih mau meningkatkan kualitasku; lagi dan lagi sampai nanti. Aku yakin, akan ada cowok yang memiliki hati dan keberanian yang besar untuk merengkuhku dan segala yang kumiliki — diriku seutuhnya. Cowok yang mampu mengimbangiku. Aku tidak bicara soal pendidikan atau harta, namun kualitas diri yang bisa dicerminkan dari hobi, passion, sikap, dan karakter. Cowok yang nggak akan membatasiku untuk terus berkembang, namun kami justru dapat berkembang bersama, saling membantu, dan saling mendukung. Berdua, kami akan meningkatkan kualitas satu sama lain dan menghidupi hubungan yang berkualitas. Sementara cowok itu masih dalam proses peningkatan kualitas pula — somewhere out there — , aku akan terus memperkaya pengetahuan, relasi, dan pengalaman.

Percaya nggak, kalau orang baik akan dipertemukan dengan orang baik pula? Begitu pun orang yang berkualitas baik akan dipertemukan dengan yang sepadan. Aku percaya. Prosesnya bisa jadi panjang, namun dalam proses tersebut, jangan sampailah kualitas diri berkurang atau bahkan menghilang.

Tenang, Tuhan sudah siapkan semuanya.

Xx—

el

--

--