Kota Makassar dan Suar-13092022
Katanya, salah satu pelaut ulung itu lahir dari Sulawesi Selatan, dengan Ibu Kota Makassar, lebih tepatnya Suku Bugis. Maukah kamu membaca tulisan bagimana hidupku di kota ini?
Aku akan mulai dengan kata ‘Tidak’
Tidak pernah terlintas di kepalaku untuk pergi melintasi laut, apa lagi sampai di sini, Kota Makassar. Suasananya jauh berbeda dari kota asalku. Ruang terbuka tanpa dinding sangat sulit didapatkan karena kiri-kanan dan depan-belakang adalah gedung berdempet dengan tinggi yang menjulang. Udaranya sejuk, itu karena aku selalu berada di dalam ruangan. Di kota asalku, 1 jam perjalanan adalah perjalanan singkat.
Sedangkan di sini, udara asin terasa sangat dekat, matahari yang terasa ada 3 (jangan tanya kondisi di Samata), juga ramai pengendara tidak patuh lalu lintas namun perjalanan dari pusat kota ke pesisir hanya memakan waktu setengah jam — setidaknya ada hal baik yang dapat kulihat. Aku punya banyak tanya pada Tuhan tentang kenapa harus aku dan kenapa harus Makassar. Aku tidak paham apa yang sedang terjadi. Tapi itu dulu.
Aku menjalankan 1 lustrum pertamaku dengan tidak baik-baik saja. Rasanya benar-benar tidak ada alasan untuk tetap tinggal di kota ini. Hingga akhirnya sekarang aku menginjak kurang lebih sewindu hidup dan tumbuh besar di Kota Makassar.
Seperti judul, Aku yang awalnya ada ditengah laut lepas ketika gelap akhirnya melihat seseorang menyuarkan sepercik harapan kebebasan. Cahaya itu berpendar merayuku untuk bersandar dan masuk lebih dalam menjelajah ke jantung kota. Suara perkotaan baru ini adalah musik yang indah kala itu, lampu kerlap-kerlip dari gedung dengan tinggi yang bervariasi bak kunang-kunang penuh antusias menghiasi malam. Sekarang aku tahu mengapa Tuhan menjadikan Makassar sebagai kotaku berlabuh.
Aku dapat melihat indahnya kota ini berkat Dia, Sang Penyuar. Banyak sajian tak kuduga yang ku jumpai disini. Beberapa diantaranya adalah riuh pasar malam, belajar sampai larut, menari di padang gelagah, dan tangis jam 2 dini hari. Sangat banyak jenis emosi yang kujumpai di kota ini. Akhirnya, aku menikmatinya.
Tapi tidak ada yang selamanya.
Aku tidak begitu bisa berada ditempat ‘ramai’ terlalu lama, rasanya mau berhenti. Aku merindukan deburan ombak dan ketenangan laut dalam yang penuh misteri. Dan karena aku berasal dari laut, aku akan kembali ke laut.
Suar cahaya akan menjadi berkah jika dalam gelap laut lepas dan sunyi laut bisa jadi tenang untuk seorang tanpa istirahat.