tyatyariie
3 min readJul 7, 2023

Chapter one

Sudah hampir dua putung rokok dihabiskan dalam sekali duduk oleh seorang lelaki yang kini memiliki predikat sang patah hati.
Maraka mematik rokok ke tiganya diselingi sesekali oleh kopi kemasan.

"Entah dunia ini yang terlalu sempit atau emang kita dah di takdirin buat saling ketemu haha"Maraka lantas menarik atensinya pada si pemilik suara. Tawa sumbangnya menggema, gelengan kepalanya sudah cukup menandakan bahwa ia tak habis pikir lagi.

"Hahaha lo lagi lo lagi" Giliran kini sang lawan bicara memberikan respon dengan tertawa hampir terbahak. Dunia memang sangat suka mempermainkan mereka yang sedang gonjang-ganjing hatinya.

"Jadi gimana kehidupan?" Ucap Maraka memutus kekehan Rendy sepihak.

"Yaa gitulah, hidup kalau gak nice info ya nice try"

"Hahahaha ya sama, gue kira kali ini bakal sukses ternyata nice try juga" Rendy mengangguk mengerti, mereka adalah dua manusia yang tertolak oleh cinta lama. Dua manusia yang sama-sama mencintai tapi tak dicintai. Mereka tak jauh berbeda nasib cintanya.

"Kata orang 'tresno jalaran soko kilino' tai" Maraka menatap Rendy agak bertanya, ia mengerti tapi masih tak menyangka.

"Lo suka sama Jerian????" Rendy mengangguk membenarkan.

"Dari awal kita temenan malahan, pas SMA." Maraka agak tercengang, bagaimana bisa Rendy menyimpan perasaan sebegitu lamanya?

"Kenapa lo gak confess?" Langit malam yang tak memberi bintang itu Rendy tatap lekat, mencari jawaban yang tepat sembari otaknya menerka-nerka lagi. Sebenarnya mengapa tak sedari dulu ia katakan semuanya pada Jerian?

"Gue gak tau juga... Karena persahabatan mungkin?"

"Bukan. Tapi lo aja yang terlalu takut semua gak berjalan kayak apa yang lu bayangin. Tertolak contohnya.."

Setelah dipikir pikir lagi sepertinya Maraka ada benarnya, atau malah memang itu alasan yang benar? Entahlah,ia terlalu pengecut untuk mengakui.

"Gue sama Herma setahun terakhir ini deket, gue merasa punya rumah lagi. Dia sengaja gue ajak kesini, karena gue gak bisa liat dia kayak kemarin. Hati gue bener bener sakit. Gue bantu dia untuk bisa bicara lagi, dia jual rumahnya di indo buat biaya operasi. Semua berjalan lancar dan lambat lain Herma udah bisa bicara kayak orang normal."

Asap dari rokok di selipan jaringan ia biarkan mengurai terhirip oleh siapapun yang berlalu.

"I give him everything, I do my best for him. Semua gue lakuin buat dia bahagia. Bahagianya dia bahagia gue juga, senyumnya dia senyum gue juga, semua perihal kebahagiaan Herma gue berani taruhan bahkan hidup gue sendiri."

Sayup sayup angin menerpa mereka lirih seakan mengantarkan kenyamanan malam dengan sebotol kopi kemasan dan rokok yang masih setengah isinya. Rendy memberi tepukan ringan pada bahu Maraka, berharap semoga beban dalam dirinya ikut berguguran.

"Cintanya gak harus memiliki tu emang bener adanya, ya? Hahaha gue kira dulu cuma qoute qoute orang alay di fb"

"Iya, kita baru tau pas kita udah rasain sendiri." Rendy memberikan anggukan setuju. Kini mereka sadar jika kadang cinta tak harus dikejar, bisa saja dibiarkan terbang dan kita hanya bisa menatap dari kejauhan.

"Ahhhh seberapa berusahanya gue buat tarik atensi Jerian, porosnya tetep ke Herma. Gue sampe mikir, how lucky Herma bisa dapetin Jerian sepenuhnya, bahkan Jerian rela lakuin apapun buat dia. Sometimes, I wondering to my self like. . Can I be him?"

"Kenapa yaa Jerian gak pernah liat gue, Mar? Kurang gue dimana?"

"Jawabannya simple, karena lo bukan Herma."

"HAHAHAHA jangan jujur jujur Mar, agak nyesek dikit"

Maraka membuang putung rokoknya sebarang pada genangan bekas hujan semalam. Ia balik menatap Rendy sembari merentangkan tangannya. Rendy yang melihat itupun dengan suka hati menempatkan kepalanya di tempat yang nyaman tak lupa pelukan erat di pinggang Maraka.

"Be happy, Rendy.. Lo harus move on, kalau lo cari yang kayak Jerian itu gak bakal ada. Tapi kalau lo cari yang lebih baik dari dia, gue yakin lo pasti bakal nemuin itu suatu saat nanti." Maraka mengusap kepala Rendy pelan, dia berikan pelukan hangat pada sang rekan senasibnya.

"Maraka, lo juga harus bahagia. Gak harus sama Herma" Maraka mengangguk, "iyaa tau. Sama lo aja gimana?"

Rendy mendengus seketika, "ogahhh gue gak mau kayak lesti bilar"

"Hahahahahaha"