Ruangannya Kembali Kosong (Cerita Acak)

Alliefah Nabila
2 min readApr 4, 2023

--

Suasana kota sedang berada di puncak senja. Matahari meredup mulai sembunyi pada sisi langit dunia lainnya. Ketika aku sedang menikmati keberadaanya, ketika itu pula aku sadar, bahwa kehangatan yang diberikan hanya sementara. Entah kenapa, rasanya hati ini terus melekat pada perasaan-perasaan yang menggembirakan kala itu. Pada peristiwa-peristiwa hangat yang diciptakan. Pada semua senyuman yang paling tulus yang pernah aku saksikan.

Ruangan persegi empat dengan tembok putih dan hiasan dinding favoritmu. Tempat biasa kami menghabiskan waktu dengan penuh obrolan juga candaan garing yang kamu lontarkan. Kira-kira berapa jam, menit, dan detik yang kami habiskan di ruangan itu? Sekitar 17.520 jam? 1.051.200 menit? 63.072.000 detik? Aku tidak tahu pastinya tapi aku tidak menyangka akan sebanyak itu waktu yang sudah kami habiskan di ruangan tersebut. Sebenarnya apa yang kita bicarakan? Sampai-sampai aku merasa setiap pertemuan kita terlalu singkat.

Aku masih ingat pasti, hal yang sering kamu lakukan saat sore di ruangan itu. Ya, menatap langit yang sedikit demi sedikit mulai berubah warna. Matamu terlalu berbinar, seperti seorang anak kecil yang diberi cookies coklat oleh ibunya. Aku pun masih ingat, kalimat yang kamu katakan padaku kala itu, “Lihat deh, langit itu selalu menenangkan. Seperti memberi nafas pada kita yang sudah sesak oleh kesibukan. Seperti memberi jeda pada segala hal yang gak pernah berhenti. Seperti mengingatkan bahwa dunia ini luas, tidak sesempit yang kamu pikirkan. Nanti, kalau kamu mau rehat, dari apapun itu, kamu bisa berhenti dulu sambil menatap langit sepuasmu.”

Aku terkesima. Bukan hanya pada langitnya tapi pada dirimu yang begitu bijaksana dalam memandang kehidupan. Dimana lagi aku bisa menemukan seseorang sepertimu? Dengan pemikiran yang begitu luas dalam memaknai segala sesuatu. Semua hal tentangmu terlalu berkesan, berhasil meninggalkan kenangan yang mendalam. Betapa hebatnya dirimu, bahkan hanya mengingatmu saja membuatku senang. Aneh memang, tapi itulah kenyataannya.

Hembusan angin malam menyadarkanku dari lamunan tentang dirimu dan ruangan itu. Betapa waktu selalu cepat berlalu jika berhubungan dengan kamu. Tidak ada lagi langit senja, horizon sudah berubah menjadi gelap gulita. Lampu-lampu kota sudah mulai dinyalakan, orang-orang semakin sedikit, semuanya bergegas pulang ke rumah masing-masing. Lenggang dan sepi.

Di perjalanan pulang, aku tidak sengaja melewati ruangan itu. Aku menatap pada ruangan tempat kita bercerita dahulu. Ruangan yang masih terlihat sama, persis dengan hiasan dinding di dekat jendela. Hanya saja warna cat nya sudah semakin pudar dimakan waktu. Ada perasaan bersyukur ketika tahu ruangannya tidak banyak berubah. Meskipun hanya ada satu perubahan, yaitu tidak ada lagi kamu di sana yang duduk sambil menatap langit sore. Tidak ada lagi candaan receh yang kamu lontarkan. Tidak ada lagi cerita yang bisa aku dengarkan.

Aku sadar, ruangannya telah kosong. Ruangan yang sempat hidup dan penuh warna akhirnya kembali kosong. Ketidakhadiran kamu yang membuat ruangannya kosong. Aku merasa, sebanyak apapun perubahan yang dilakukan pada ruangan itu tidak akan pernah bisa menghadirkan perasaan yang sama. Sewarna-warni apapun warna temboknya, tidak akan pernah menggantikan warna yang kamu berikan. Semuanya akan terlihat sama kosongnya. Ruangannya akan selalu terasa kosong sebab hanya kamu yang abadi di dalamnya.

-Alliefah Nabila-

--

--