Bersabar dengan Diri Sendiri
Jika kita bisa memberikan kesabaran yang tak terbatas pada seseorang yang kita cintai, seluas apa rasa sabar bisa kita berikan pada diri sendiri?
Saat melewati masa-masa yang sangat sulit, rasa sabar pada diri sendiri adalah sesuatu yang amat diperlukan. Psikolog yang aku temui kemarin lusa berkata demikian. Katanya, aku harus bersabar terhadap diriku sendiri.
Psikologku membuat suatu analogi. Katanya, aku adalah seseorang yang baru mengalami patah kaki. Ya, kakiku cederah parah. Tulangnya patah, dan tentu aku belum bisa berjalan lagi. Saat ini, aku masih duduk di kursi roda dan tengah menunggu kakiku pulih untuk bisa berjalan lagi.
Segala usaha yang kulakukan belakangan agar aku bisa "pulih" dinilai terlalu prematur olehnya. Aku baru mengalami cedera parah dan kakiku patah. Aku masih terduduk lemas di kursi roda, tapi aku memaksakan diri untuk berlari. Jika terlalu memaksa, aku bisa patah kaki lagi.
Sesuatu yang baru kualami kemarin sangat, sangatlah besar. Aku butuh waktu untuk bisa memproses perasaan yang tengah menyelubungi. Aku tidak boleh menyangkal perasaanku dengan terus berkata, "Aku baik-baik saja." atau "Aku tidak hancur." Segala perasaan kecewa, sedih, dan hancur yang tengah kualami haruslah kuterima apa adanya tanpa menghakimi.
"Ya. Aku memang sedih. Aku kecewa. Aku hancur."
Namun psikologku mengingatkanku untuk selalu menyelipkan kata "dan" pada setiap pernyataan yang kubuat atas perasaanku.
"Ya. Aku memang sedih, kecewa, juga hancur, dan aku yakin, suatu hari nanti, aku akan pulih."
Aku harus menerima perasaanku apa adanya, lalu menyelipkan harapan setelahnya dengan dijembatani oleh kata "dan". Katanya, tidak ada yang salah dengan segala perasaan yang kualami di fase sekarang. Tidak ada yang salah dengan masih merasa sedih, terluka, hancur, kecewa, karena itu adalah bagian dari emosi manusia yang cukup kompleks. Dan sesuatu yang baru kulewati kemarin sangatlah kompleks.
"Audrey, perbanyaklah sabar. Sabarlah pada dirimu sendiri."
Sejujurnya bersabar pada kondisiku sekarang sangat, sangat sulit. Inginnya, aku menghapus memori tertentu, segera pulih, bisa bangkit lagi, bisa berlari lagi sekencang-kencangnya, mendaki lagi menggapai puncak mimpi. Namun bukan itu yang harus kulakukan sekarang, karena aku masih duduk di kursi roda. Aku harus banyak bersabar pada diriku sendiri, meraba setiap perasaan yang menyelimuti alam kesadaranku. Bersabar pada diri sendiri adalah salah satu proses yang harus aku jalani jika aku ingin bangkit lagi dan berdiri dengan lebih kuat.
Bagi banyak orang, memang sesuatu yang seperti ini tidak sebesar kelihatannya. Toh, yang mengalami dan merasakan proses kejatuhan ini adalah aku, bukan mereka.
Banyak kok, banyak yang memang tertawa melihat kondisiku yang kepayahan karena hati yang patah. Menganggap enteng bahwa besok atau lusa aku akan bertemu dengan orang baru. Jatuh cinta lagi. Melupakan semuanya. Menyuruh aku bersabar dan bersyukur karena lebih banyak orang yang lebih menderita dariku. Menyuruhku menahan perasaanku. Banyak. Aku paham. Ini karena mereka tidak benar-benar merasakan apa yang kurasakan.
Sekarang, aku hanya ingin semuanya berjalan secara lambat. Aku masih harus duduk di kursi roda, sambil terus bergerak sejauh yang aku bisa. Aku masih belum ingin didorong untuk berdiri, berjalan, atau berlari. Sayangnya banyak orang yang masih belum mengerti.
Untuk kamu, yang saat ini masih berada dalam kondisi yang sama seperti aku, tidak apa-apa, nikmati waktumu dalam selimut gelap dan ruang yang sempit selama mungkin. Tidak ada yang salah dari tangis yang tiba-tiba tumpah di tengah aktivitas. Tidak ada yang salah dari tangis tanpa suara yang harus kamu muntahkan saat sedang sendirian.
Tidak ada yang memintamu buru-buru bangkit, meninggalkan kursi rodamu. Jika setelah ini kamu hanya ingin sendirian, tidak apa-apa. Jika setelah ini kamu ingin mengubah arah mimpimu, tidak apa-apa. Jika kamu tidak mau jatuh cinta lagi, tidak apa-apa. Jika kemudian kamu tidak lagi mau menghadiahkan rasa percaya, tidak apa-apa.
Take your time. Semua butuh waktu. Kamu sedang butuh dirimu sendiri dan bersabar pada dirimu sendiri. Tidak ada yang salah dari pilihan terbaik yang kamu buat setelah ini.
Peluk hangat dariku,
yang masih sama-sama duduk di kursi roda.