Alvandevere
2 min readMar 21, 2023
  • Rokok Kretek 460

Dua tahun, menurut Agaam masa paling penuh pelajaran. Dimana dia harus jalani hari penuh penyesalan dan rasa bersalah terhadap tunggal Mahawira.

Harinya makin tertutup, sikapnya makin pendiam dan hatinya terkunci telak. Boro-boro peduli mereka, sanubarinya sibuk pikirkan rindu menggebu untuk sang mantan. Tidurpun harus rela mimpi buruk, berimbas pada hidupnya yang kacau balau.

Belakangan, beberapa kali Agaam berakhir tidur berdua dengan tunggal Mahawira. Tapi belum bisa rasakan hadirnya. Seolah ada batasan tinggi di antara mereka padahal dua-duanya ada di ranjang yang sama.

Untuk malam ini, disisa hari kemarin yang sambut hari esok setelah raja semesta pulang gantikan bulan. Agaam peluk tubuh kekar Prabalendra Alaam Mahawira dan rasakan hadirnya disana.

"Bangun Candikala, atau tidur seharian sampai matahari minder liat manusia lari dari pengaruhnya?"

Harusnya memang kalo matahari terbit udah otomatis manusia bangkit. Tapi Agaam takut ini sebatas mimpi, belum relakan pelukannya terganti kegiatan di siang hari.

"Biarin aja minder," cicitnya sembari makin lesakkan wajah di dada yang lebih tua. Atau mungkin ketiaknya, sebab Agaam peluk erat tubuh tunggal Mahawira sampai hampir tengkurap, "takut sifatnya sementara."

Alaam terkekeh rendah, bisiknya bak ngajak berumah tangga. Suara sialan yang bahasakan ribuan makna tersirat, buat Agaam kacau menerka-nerka sembari lepas kontrol biarkan hatinya berbunga-bunga.

"Bisa jalan ngga? Seinget gue semalem mau tantrum tapi keburu lemes kan?"

Agaam makin melesak sampai nyungsep total di bawah ketiak Alaam, "ngga lagi-lagi main di toilet, sumpah pegel."

Sontak Alaam ketawa keras penuhi apartemennya, si mantan lucu banget, "mau mandi, serius. Lepasin dulu."

"Nanti pergi lagi.."

"Lepasin dulu pelukannya."

Agaam lepas sedikit, Alaam mengerang, "lepas lagi."

Lagi, Agaam longgarkan pelukannya.

"Lagi."

"Lagi-lagi terus, pegel."

Alaam lagi-lagi terkekeh, tiba-tiba balik keadaan dengan Agaam terlentang di bawahnya, "main-main mulu."

Lucunya, Agaam buka mata dan tatap Alaam penuh selidik, "yaudah sana mandi."

"Mau makan apa?"

Agaam berpikir sejenak, "bubur."

"Jangan bubur, gue ngga suka. Yang lain aja, satu tempat."

Dia pilih kalungkan tangannya pada leher yang lebih tua, kecup cepat bibirnya dan bersuara, "apa aja asal sama kak Lendra dan bukan kuning telur."

Sudut bibirnya terangkat jumawa, "kan biasa dituker." Dia bangkit dari kukungannya menuju kamar mandi sembari lepas baju tunjukkan punggungnya.

"Kak, tatonya.."

"Cuma lo doang yang liat tato gue dibalik celana. Lengkap sama penisnya lagi, brengsek."

"Anjing."

Terakhir, akhirnya Agaam dengar gelak tawa tunggal Mahawira yang terasa renyah. Sebelum rasa kagumnya lenyap setelah kepala Alaam nyembul dari pintu kamar mandi.

"Mau pegang penis gue ngga? Tegang ternyata."

Brengsek, memang.