Alvandevere
3 min readMay 18, 2023
  • Rokok Kretek 699

Tera ingat, ingat hari dimana dia ngobrol santai sama tunggal Mahawira. Mau dia ceritakan tapi waktunya terasa salah, pun dia yang tahan diri ngga mau ikut campur sama dua bajingan yang sama-sama cari kebenaran dari rasa yang mereka punya.

Dia lirik Agaam yang tidur di samping kemudi, atau mungkin pingsan sebab sadarnya hilang total sejak dia putuskan bawa Agaam pergi.

Sekarang mobilnya parkir di basemen apartemen Agaam, tapi rasanya dia ngga bisa tinggalkan Agaam sendirian. Udah satu jam dia dicekik kesunyian. Pikirkan gimana dia harus berbuat, otaknya mendadak ikut ngga karuan.

Ponsel Agaam pecah, rusak dan mati total. Ingatkan dia kalo ponsel itu dibelikan tunggal Mahawira sebab hari itu kebetulan dia sama Ranu ada di mall yang sama.

Bahkan dari sana, tunggal Mahawira terlalu royal kalo sekedar buat mantan. Kenapa Agaam ngga ngerasa spesial kalo sikap lelaki nama depan Prabalendra itu sikapnya jauh beda ke dia sama yang lain.

"Goblok," tangannya gemes pengen mukul Alaam Mahawira tapi sadar diri dia pasti mental jauh.

Tunggu lima menit lagi belum ada jawaban, Tera makin bimbang. Ngga mungkin bawa Agaam pulang ke rumah, tapi kalo naik ke apartemen, dia ngga tau sandi kuncinya.

Benturkan dahi pada stir mobil, Tera pukul-pukul dasboard jadi pengen mabok juga. Cuma kehalang pikiran waras kalo jam dua bukan saatnya balik ke club malam.

Sampai kaca mobilnya di ketuk pelan, lebarkan pupilnya liat orang yang sedari tadi lagi dimaki-maki. Buru-buru keluar mobil, dia tatap lelaki pongah di depannya penuh sanksi, "gue ngga terima pecundang ketemu Agaam."

"Gue bukan pecundang Lentera."

Tera bersandar lelah, berkali-kali hembuskan nafas sampai dadanya panas. Matanya masih merah ikut rasakan sakit yang diterima temannya, "Agaam hilang kendali di club malam, sebelumnya udah kacau nyebat berbatang-batang lengkap sama alkoholnya. Kalo lo punya niat buat bakar jiwa raga Agaam, lebih baik lo pulang."

Masih diam, tatapannya dalam saksikan betapa frustasinya lelaki menawan bernama Lentera Tirtha Wimala. Dia rasakan tangannya terkepal pelan di balik saku jaketnya.

Lentera satukan dua tangan memohon, nyaris jatuhkan diri di bawah kaki penguasa bumi, "gue ngga tau harus berdiri di sisi siapa, gue mohon kasih waktu buat Agaam pulih."

"Pulih sama yang lain."

Tera menggeleng, lepaskan penyatuan tangannya untuk sekedar sugar rambut ke belakang. Tatapan frustasinya masih kentara, "sama siapa Agaam? Yang dia liat cuma tunggal Mahawira doang."

"Nuga, dia teriak di depan semua orang sebagai pacar Agaam."

Sontak jantung Tera mencelos, tatap pantulan Agaam di dalam mobil bergantian dengan tunggal Mahawira di depannya, "a-apa? Guyonan lo ngga lucu bang!"

"Sayangnya ngga."

Spontan dia pukul dada bidang lelaki di depannya, merasa rungunya baru aja dengar lelucon paling lucu di muka bumi, "brengsek, haha.. mabok kan lo?"

Sedang tunggal Mahawira masih berdiri tegap dengan pandang lurus, ratapi kisahnya yang perlahan pudar ditelan penyesalan.

"Biar gue gendong Candikala."

"Ngga," tolaknya tegas. "Gue ngga bisa biarin tangan lo sentuh Agaam. Bang..."

Lagi, Lentera Tirtha Wimala luruhkan air mata dua kali malam ini. Liat wajah kaku tunggal Mahawira yang pelan buka pintu samping raih tubuh Agaam dalam gendongan.

Harusnya ngga gini, harusnya dia ngga pernah dengar Agaam terima Nuga. Itu ngga mungkin.

"Mungkin gue luka buat Candikala, bukan surganya lagi," bisik tunggal Mahawira.