Alvandevere
2 min readMay 18, 2024
  • Rokok Kretek Bungkus Kedua 781

Candikala Agaam Dewangga itu sederhana, yang rumit pikirannya. Alaam tau, terlampau tau sebab luar dan dalam Candikala jadi sastra paling pusat di kepala. Rokok kretek yang dia hisap tiap malam serta abu yang telak buat Alaam kenal lebih baik dari pada yang punya nama.

Termasuk permintaannya yang satu itu, sederhana tapi telak sentuh prinsip tunggal Mahawira. Sesederhana manggung berdua tapi syaratnya harus sama Dvirama.

Sederhana, dia tau alasan lebih baik dari sekedar maafkan Pandega bagi tunggal Dewangga. Hanya, terlalu memaksa. Tunggal Mahawira sedikit kecewa. Berat dirasa. Apalagi, Agaam tau marah pacarnya ngga bisa ditambahi kalimat-kalimat bangsat yang telak bakar jiwa.

Bukan bermaksud senggol kepercayaan, tapi Agaam seakan membela yang lain padahal jelas dia butuh tenang sesaat. Saat itu. Maka, lebih baik merindu dengan kesan ambigu dari pada pulang masih dengan nafas memburu dan kembali lampiaskan marah sebab belum usai jua.

Lelaki sederhana yang dibalut kemeja hitam longgar dengan celana pendek itu diam nikmati rokok kreteknya seorang diri, jauh dari teman-teman yang sengaja dia pulangkan sebelum malam.

Kecuali Pandu yang ngotot cekoki berbungkus-bungkus rokok kretek dengan alkohol yang bahkan belum dia sentuh lagi. Katanya— Pandu tau Alaam tolol tapi tololnya masih bisa diobrolkan lagi. Barangkali maunya sendiri, maka dia berikan kesan peduli tanpa hadirnya di sisi.

Duduknya sedikit resah, tangannya gerak raih gitar. Petikkan nada abstrak pecah sunyi, Alaam gentar. Mau pulang tapi takut masih marah, kurang yakin sama diri sendiri. Dia tolol lagi.

Pintu dibuka dengan langkah berat, bunyikan suara dari bibir yang punya apartemen setelah keluar cari makan malam. Duduk setelah lepas sepatu, dia liat temannya disana, "hikayat cintanya udah sampe lirik mana?"

"Rindu menggebu-gebu."

"Balik sat, mumpung masih pacaran. Kalo udah putus kaya gue, cuman bisa sebatas angan." Pandu Akasha Ed Deru ketawa, nikmati makan malam tanpa tawarkan sang teman.

Genjrengan masih berlanjut dengan nyanyian lirih dari tunggal Mahawira. Enggan lirik Pandu dan pilih biarkan abu jatuh. Rokok kreteknya masih tersemat di jari kanan.

"Kalo drummer band itu nyerah, lo bisa atur diri sendiri kan?" Belum ada jawaban. Pandu telan sesaat makanannya, "pastikan sekali lagi. Gue butuh band buat acara tahun baru."

"Mahal bayarannya."

"Gue bisa nyekek Ranu buat jadi sponsor tambahan." Ketawa lagi, dia lempar ejekan dengan nada renyah setelah tunggal Mahawira hentikan permainan. "Asal Agaam disana."