Sudah Bukan Jika

mat.
3 min readAug 16, 2022

--

Kerap bertanya kita mengapa waktu selalu terburu, lalu berikutnya — di saat-saat paling runyam sedunia, ia justru melambat; seperti merangkak atau bahkan sama sekali tak bergerak. Ia tak pernah rela diajak kerja sama. Di masa-masa bahagia, waktu justru kan cepat melaju, menjelma tiba-tiba dan membiarkan siapapun pergi dari hidup kita, begitu saja. Sebaliknya, di saat kita berduka, waktu turut binasa.

Kita tak akan pernah dapati waktu memberi aba-aba, membiarkan diri mengira-ngira; kapan saatnya tiba? Bagaimana jika ini kali terakhirnya? Menyisakan banyak tanda tanya yang tidak hendak kita ketahui kapan jawabnya, sebab pada akhirnya, kita akan selalu gagal menyambutnya.

Seperti kabar duka yang pagi tadi amat terburu, kau tak dibiarkan waktu mencernanya lebih dulu. Lalu saat kau ingin turut bersegera mengejar waktu yang tersisa, waktu justru bangsat melambat; tak izinkanmu peroleh tiket pesawat lebih cepat.

Kita biasa dengarkan If This is the Last Time milik LANY di group session spotify berdua. Lagu yang kisahkan momen "jika ini yang terakhir kalinya" dengan orang tua, ketakutan seorang anak pada perpisahan, penyesalan, ungkapan terima kasih sekaligus harapan sederhana untuk bisa pergi ke mall dan membeli sepatu dengan Ibu atau mengendarai mobil dan menonton berita dengan Ayah untuk kali terakhir. Sesekali kita membiarkan lagunya diputar tanpa melibatkan perasaan apa-apa, sesekali menganggap liriknya serius kemudian bersedih dan hanya bisa menangis tanpa tidur walau sebentar saja.

If This is the Last Time yang LANY maksud datangimu pagi ini; menjadi kali terakhir yang paling menyesakkan karena 1.238 kilometer masih saja pisahkan kalian, bahkan di saat-saat paling menyesakkan. Kali terakhir yang paling kau benci karena ia sedang tak berada di sisi. Kali terakhir yang mengharap waktu sedikit berbaik hati mempercepat lajunya, biarkanmu pulang tanpa menunggu lebih lama di bandara. Sayangnya, waktu tetap gagal diajak kerja sama.

Dulu kita biasa bayangkan bagaimana jika ini kali terakhir bertemu Ibu kita, sulit rasanya. Sekarang tiba saatmu, yang bahkan aku saja belum siap berbela sungkawa, apalagi kau yang hadapinya. Apa jadinya kamu saat satu-satunya orang yang paling berharga pergi juga dari dunia? Aku bahkan tak tahu hal baik apa yang akan disisakan semesta usai kepergian Ibu kita.

Zan, aku tak akan bilang semua kan baik-baik saja karena kenyataan selalu tunjukkan hal yang sebaliknya, tak akan memaksamu kuat atau sabar karena kamu selalu boleh marah, menangis dan kecewa. Aku tak akan bilang “aku tahu apa yang kamu rasa” karena aku tak akan pernah bisa bayangkan ada di posisi serupa. Tapi yang selalu aku percaya adalah kamu pasti bisa lewati ini semua, tak peduli seberapa lama nantinya — lagipula, waktu sudah mati sejak kabar duka tiba pagi tadi.

Aku tak akan beri kalimat-kalimat yang buatmu sedikit lebih lega seperti yang biasa kamu minta, sebab itu tak mempan juga pada akhirnya. Aku tahu kau sudah siapkan hari ini sekian lama, sejak Mamak mulai sering masuk rumah sakit, sejak rumahmu mulai nadir, sejak berbagai pelik keluarga tak kunjung miliki akhir. Aku selalu tahu, kamu (juga aku), tak akan pernah siap untuk kepergian siapapun yang kita cinta — Ibu terutama.

Mamakmu akan selalu bangga, Zan. Melihatmu merantau ke Jawa sejak kecil demi belajar agama, lalu menjadi anak bungsu yang dewasa. Jangan lagi diet karena ia kan risau tiap kali kamu belum makan, juga tak lagi perlu khawatir sebab derita sakit Mamak sudah berakhir. Berhenti salahkan diri sendiri karena kamu sudah lakukan yang terbaik; kamu sudah upayakan dan usahakan apapun, Zan. Memang ini saatnya; takdirnya; ajalnya; waktunya. Kau sudah jadi anak yang paling Mamak cinta, Zan—yang selalu ia sebut namanya. Mungkin duniamu berhenti berputar, kehilangan tempat pulang, juga rasakan hal-hal lain yang tidak berani kubayangkan; kau boleh rayakan duka sepuas-puasnya, Zan. Nanti kita bisa cari jawabannya bersama.

Hari ini tiba juga meski tak pernah kau nanti kedatangannya, ia bukan lagi peristiwa yang biasa kita duga; sebab ‘if this is the last time’ telah beralih nyata. Ia sudah bukan ‘jika’, ini benar-benar menjadi 'kali terakhirnya’. Dan kau—lebih kuat dari biasanya. ♡

context: my beloved friend lost her mom today and we used to listen to a song called if this is the last time by LANY. this is [really] the last time for her and hit me hard.

--

--