Pemanfaatan Lahan Kosong Di Desa Tanpa Izin
Pemanfaatan lahan kosong di pedesaan tanpa izin Pemegang hak atas tanah yang sah sering kali merasa risau ketika tanahnya digunakan atau dikuasa pihak lain.
Sudah dikasih tahu secara baik dan sudah dilakukan musyawarah namun si pemakai tanah tersebut juga tetap tidak mau keluar atau tetap saja menguasai tanah yang bukan miliknya.
Seseorang yang kekeh menguasai tanah tanpa memiliki surat-surat tanah yang otentik atau dalam bentuk apapun yang padahal di atas tanah tersebut ada pemilik yang sah.
Dalam hal tersebut pihak yang menguasai atau yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah telah melanggar Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya.
Meskipun peraturan perundang-undangan ini berada di luar kodifikasi KUHP, namun biasanya Peraturan ini digolongkan sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang populer terkait dengan tindak pidana aset tanah dan bangunan.
Masyarakat umum melakukannya sebagai pasal “penyerobotan tanah” adapun bunyi Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang tidak boleh Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya adalah “Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”.
Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal-pasal 3, 4 dan 5, maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
Barang siapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1);
Barang siapa mengusik yang berhak atau kuasanya yang sah didalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;
Barang siapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan cakapan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini;
Barang siapa memberi keringanan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini.
Baca Juga: Pemanfaatan lahan kosong di desa tanpa izin
Beberapa Faktor Pemanfaatan Lahan Kosong Pedesaan Tanpa Izin
1. Faktor Ekonomi
Menurut Rahmi Hidayat dkk, dinamika pertama krisis ekonomi yang ditandai oleh krisis moneter sejak medio 1997 dan hingga pada saat ini masih belum kunjung berhasil mewujudkan proses pemulihan (recovery).
Krisis ekonomi telah menyebabkan bertambah besarnya jumlah masyarakat miskin, Di sisi lain 2 Demikian pula di sektor usaha ekonomi produktif, warga Gampong Lamreung Meunasah Baktrieng Kecamatan Krueng Barona Jaya Aceh Besar memiliki banyak sektor usaha ekonomi.
contohnya, usaha warung kopi, usaha jual beli sembako/kelontong, usaha peternakan, jual ikan keliling, usaha menjahit/bordir, usaha kue kering/basah, pertukangan, lahan pertanian (sawah tadah hujan) dengan luas 46,06 Ha, tanaman batu(kelapa), dan lain-lain.
2. Kurangnya Pengawasan
Bahwasanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau dalam Pasal 25 menyatakan pengawasan pemanfaatan daerah sempadan sebagai berikut:
A) Pengawasan atas pemanfaatan daerah sempadan ditujukan untuk menjamin tercapainya kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan daerah sempadan sungai dan pemanfaatan daerah sempadan danau dengan ketentuan yang berlaku.
B) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air dengan melibatkan peran masyarakat.
C) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diwujudkan dalam bentuk laporan, pengaduan, dan gugatan kepada pihak yang berwenang.
D) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijadikan bahan atau masukan bagi perbaikan atau penyempurnaan, dan/atau peningkatan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air.
3. Anggapan Terhadap Hak Pakai Hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang dipilih dalam keputusan pemberiannya atau dalam perjanjian