Catatan tentang SWIPECrypto (Part 1)

Andrew Ryan Sinaga
8 min readJun 11, 2018

--

Hola!

Setelah menyelesaikan satu series yang cukup panjang tentang Blockchain tempo hari, ternyata respons dari para pembaca cukup baik, dan banyak yang reach out via whatsapp dan instagram untuk bertanya dan mempelajari lebih detail terkait teknologi ini.

Meskipun pertanyaan mayoritas masih berkutat di ranah investasi (“beli bitcoin sekarang udah telat belum ya?”) tapi hal ini menandakan bahwa awareness publik terhadap Bitcoin dan Blockchain sudah semakin meningkat.

Me, whenever someone ask about Blockchain

Kali ini saya akan coba elaborasi sebuah project yang sedang dibangun dengan menggunakan teknologi Blockchain.

Harapannya dengan elaborasi sebuah project yang sedang dibangun, akan memberikan gambaran jelas kepada para pembaca tentang kegunaan nyata teknologi ini dalam sebuah aplikasi yang bisa digunakan oleh user.

Project yang akan saya review disini adalah SWIPECrypto (https://www.swipecrypto.com/) or SWIPE in short.

There’s a lot of things to be unpack, so let’s dig deep one by one.

— — — —

First thing first.

Apa itu SWIPE?

Sebuah Developer Tools yang memberikan kemampuan untuk pengguna dan pengembang aplikasi melakukan monetisasi data secara adil dan transparan.

Developer Tools dalam pengertian singkat ini adalah sebuah software tools yang digunakan oleh pengembang aplikasi untuk menyempurnakan layanan dan produk di dalam aplikasi mereka.

SWIPE menyediakan SDK (Software Development Kit) yang dapat di install oleh pengembang aplikasi untuk memberikan mereka akses ke dalam layanan ekosistem SWIPE.

— — — —

Second.

Siapa saja yang termasuk dalam ekosistem SWIPE / untuk siapa SWIPE dibuat?

1.Pengembang Aplikasi

Orang yang membuat aplikasi untuk digunakan.

2.Pengguna Aplikasi

Orang yang memakai aplikasi.

3.Pembeli Data

Pihak yang melakukan pembelian data dari pengembang aplikasi.

Pembeli data dapat merupakan agensi pemasaran, perusahaan riset, brand, atau korporasi yang membutuhkan data pengguna aplikasi untuk melakukan aktivitas pemasaran mereka.

Data yang dimaksud disini adalah data user behavior atau aktivitas yang dilakukan pengguna di dalam aplikasi, bukan (hopefully) data pribadi pengguna.

— — — —

Third.

Bagaimana proses monetisasi data yang sekarang terjadi dan mengapa membutuhkan perbaikan?

Courtesy of : SWIPE

note : untuk memudahkan pembaca memahami alur prosesnya kita akan melakukan personifikasi (pemberian nama) untuk setiap pihak yang terlibat dalam proses berikut.

a) Aplikasi yang dimaksudkan disini adalah KOMPOS.com, sebuah aplikasi untuk membaca berita dari dalam dan luar negeri langsung di smartphone kita.

b) Pengembang adalah Mas Jono, seorang developer handal lulusan luar negeri.

c) Pengguna aplikasi disini adalah Mba Sari, seorang wanita yang berprofesi sebagai kasir di minimarket INDOAPRIL dan senang mengikuti perkembangan politik dan berita dunia hiburan.

d) Pembeli data disini adalah MARKPLAS, sebuah lembaga riset pemasaran yang fokus klien nya adalah konsultan politik.

Alur proses monetisasi data, mulai dari penciptaan aplikasi sampai ke penggunaan data, yang umum berlangsung saat ini adalah sebagai berikut :

  1. Mas Jono menciptakan aplikasi KOMPOS.com
  2. Mba Sari, saat sedang melakukan update aplikasi di smartphone nya, melihat KOMPOS.com sedang trending di Google Play Store, lalu memutuskan untuk mendownload.
  3. Aplikasi masuk ke dalam smartphone Mba Sari.
    Inilah pemberian data tahap pertama oleh Mba Sari kepada Mas Jono, yaitu data Device ID yang dimiliki oleh Smartphone Mba Sari.
    Device ID adalah identitas unik yang dimiliki oleh setiap smartphone. Tidak ada dua atau lebih Smartphone memiliki Device ID yang sama.
  4. Mba Sari diminta mengisi data pribadi sebagai syarat untuk menggunakan KOMPOS.com.
    Dikarenakan Mba Sari malas mengisi dari awal, maka dia menggunakan pilihan Login via Facebook.
    Inilah pemberian data tahap kedua, dimana Mba Sari memberikan nama lengkap, email, dan tanggal lahir nya.
  5. Mba Sari menggunakan KOMPOS.com untuk membaca berita tentang politik, ekonomi, olahraga, dan banyak topik lain nya. Dua topik yang paling sering dia klik jika muncul di feed news nya adalah berita tentang politik dan showbiz.
    Disini terjadi perpindahan data Tahap Ketiga, dimana Mba Sari secara tidak sadar memberitahu Mas Jono perihal apa saja yang menjadi ketertarikan Mba Sari. mulai dari politisi yang dia suka (terlihat dari seberapa sering dia melakukan klik terhadap berita politisi tertentu), format berita yang dia suka (panjang atau pendek), topik yang dia suka (politik dan showbiz), sampai kapan dia membaca berita dan berapa lama durasinya.
  6. Mas Jono menciptakan sebuah user persona dari Mba Sari yang merupakan kumpulan data pribadi dan user behavior.
  7. Selain Mba Sari, Mas Jono memiliki jutaan pengguna lain yang menggunakan KOMPOS.com sehingga Mas Jono memiliki bank data yang cukup besar untuk dapat dia jual kepada pembeli data
  8. MARKPLAS yang aktif sebagai pembeli data datang menawarkan sejumlah uang untuk membeli data pengguna yang telah di anonimkan (melindungi data pribadi pengguna) oleh Mas Jono.
    Satu-satunya yang tidak dianonimkan adalah Device ID.
  9. MARKPLAS kemudian melakukan hyper-detail user persona dengan mengawinkan data dari Mas Jono beserta data dari pengembang aplikasi lain yang juga telah dibeli datanya oleh MARKPLAS.
    Karena Mba Sari tidak hanya menggunakan aplikasi KOMPOS.com di smartphone nya, sehingga ada banyak data user behavior lain milik Mba Sari yang dimiliki pengembang aplikasi lain.
    Sama seperti Mas Jono, seluruh pengembang aplikasi akan menganonimkan data user behavior mereka KECUALI Device ID nya.

Mengapa Device ID ideal sebagai patokan (anchor) dari data pengguna aplikasi?

Berikut penjelasan yang sangat baik dari adjust.com tentang apa itu Device ID dan mengapa Device ID menjadi sangat penting.

Sekarang setelah kita memahami betapa penting nya Device ID dari Smartphone kita, mari kita melihat ilustrasi Spreadsheet yang dimiliki oleh MARKPLAS sebagai pembeli data dari pengembang aplikasi.

Dapat dilihat di contoh tersebut bahwa dengan mengawinkan data points dari beberapa aplikasi selain KOMPOS.com maka MARKPLAS mendapatkan user behaviour insight untuk setiap device ID yang mereka miliki. Mari kita zoom in ke profil Mba Sari (row kedua, Device ID G2547B) untuk melihat apa insight yang dapat diambil dari Database Ledger milik MARKPLAS.

Berbekal beberapa data points yang dikumpulkan dari berbagai aplikasi yang telah dibeli datanya oleh MARKPLAS, maka dapat diambil beberapa insight berikut tentang Mba Sari :

  1. Mba Sari bermain Mobil Legenda, sebuah aplikasi games, pada pagi hari dengan rata-rata waktu bermain 2 jam, yang berarti dia tidak memiliki pekerjaan dengan jam kantor pada umumnya (masuk jam8 pagi) ini memberi indikasi bahwa dia adalah : freelance, entrepreneur, karyawan dengan shift kerja siang/malam, atau pengangguran.
  2. Mba Sari tidak menggunakan aplikasi Go-Jok (aplikasi transportasi), yang berarti mobilitasnya tidak terlalu tinggi, atau prefer menggunakan kendaraan pribadi, bisa berupa mobil atau motor.
  3. Mba Sari membaca KOMPOS.com malam hari dan hanya 5 menit, rubrik favorit adalah Showbiz, berita hiburan yang mayoritas isinya adalah gosip.
    Ini menandakan Mba Sari tidak terlalu memberikan atensi mendalam untuk menambah wawasan nya.
  4. Rata-rata pembelian (Average Basket Size) Mba Sari di aplikasi e Commerce hanya sekitar 75.000 per bulan yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata industri. Ini memberikan gambaran kelas ekonomi Mba Sari yang kemungkinan besar ada di rentang C sampai D.
  5. Preferensi genre musik Mba Sari adalah Dangdut yang didengarkan di aplikasi gratisan JOKI.
    Memberikan afirmasi bahwa Mba Sari memiliki kelas ekonomi di rentang C sampai D.
  6. Banner iklan di dalam aplikasi yang paling sering di klik oleh Mba Sari adalah clickbait atau judul yang sensasional seperti “Ingin Cepat Kaya? Ternyata Ini Rahasianya!”
  7. Politisi favorit Mba Sari adalah Jokowi, sehingga kemungkinan besar dia akan mendukung politisi yang afiliasi nya kuat dengan Jokowi, apakah dia menteri di pemerintahan Pak Jokowi atau masuk ke dalam koalisi partai Pak Jokowi.

Dengan insight seperti ini MARKPLAS dapat melakukan kategorisasi user, bahwa Mba Sari (G2547B bagi MARKPLAS) cocok untuk masuk ke dalam kategori user dengan kelas ekonomi C-D dan tingkat pendidikan menengah atau rendah.

Dari situ MARKPLAS akan memberikan rekomendasi bahwa materi kampanye yang efektif untuk kategori user ini adalah dengan bahasa simpel, mudah dimengerti, dan dengan headline yang agak sensasional.

MARKPLAS juga dapat memberikan rekomendasi platform aplikasi mana yang paling efektif jika ingin melakukan targeting kepada pemilih dengan profil seperti Mba Sari, yaitu Games, dimana mereka paling lama menghabiskan waktu di smartphone nya.

MARKPLAS akan melakukan licensing data kepada Final Data Buyer yaitu klien mereka yang mayoritas adalah konsultan politik.

Dengan bekal data dan insight ini maka konsultan politik yang me manage kampanye politisi dan partai politik dapat melakukan hyper — targeted advertising kepada Mba Sari (G2547B), langsung ke smartphone mereka.

Dengan memiliki Device ID, tanpa memiliki akses ke data pribadi user (nama, email, dan nomor handphone) sekalipun, pengembang aplikasi dapat melakukan targeted campaign sesuai pesanan dari pembeli spot iklan, dalam ilustrasi ini konsultan politik.

Karena Device ID milik pengembang aplikasi dan milik konsultan politik identik, mereka tinggal melakukan Device ID matching, apakah Device ID yang ditargetkan oleh konsultan politik tersebut ada di dalam database aplikasi milik pengembang.

So What The Heck is Wrong with This?

Mba Sari dan Jutaan Pengguna KOMPOS.com tidak pernah tahu bahwa hal ini terjadi :)

Bahwa data user behavior mereka diperjualbelikan oleh Mas Jono, sang pengembang aplikasi kepada MARKPLAS, lalu diperjualbelikan lagi oleh MARKPLAS kepada Konsultan Politik.

Yang Mba Sari tahu hanyalah tiba-tiba muncul iklan politik dengan headline yang sensasional di aplikasi KOMPOS.com, lalu muncul lagi saat dia sedang bermain Mobil Legenda, game favorit nya.

Seluruh proses monetisasi data happen behind a close door, tanpa kontrol sama sekali dari pengguna aplikasi.

Hasil riset tim SWIPE menujukkan bahwa 98% pengguna aplikasi tidak memiliki kesadaran bahwa data penggunaan aplikasi mereka memiliki Monetary Value.

Permasalahan inilah yang SWIPE sebagai sebuah Blockchain Project coba selesaikan.

Bagaimana caranya pengembang aplikasi dapat melakukan monetisasi data yang transparan dan adil untuk pengguna aplikasi dan pembeli data.

Tranparan dalam artian pengguna aplikasi wajib mengetahui ketika datanya akan diperjualbelikan oleh pengembang aplikasi.

Adil dalam artian pengguna aplikasi wajib turut serta mendapatkan kompensasi finansial untuk data yang mereka kontribusikan kepada pengembang aplikasi.

— — — —

Di essay berikutnya saya akan membahas tiga hal berikut.

  1. Apa solusi yang ditawarkan oleh SWIPE untuk memperbaiki hal tersebut?
  2. Mengapa SWIPE harus menggunakan Blockchain Technology, termasuk di dalamnya menciptakan Token untuk menyelesaikan masalah tersebut?
  3. Lesson learned apa yang bisa kita tarik dari SWIPE, jika kita memiliki rencana untuk menciptakan suatu decentralized application dengan utilisasi teknologi Blockchain.

See you guys on the next part!

--

--