Kisah si Joko dan Startup yang layu sebelum berkembang

Andrew Ryan Sinaga
5 min readNov 5, 2017

--

(sebuah cerita dari dunia nyata)

Spoiler Alert :

Sekali lagi perlu saya ingatkan kepada pembaca yang budiman, seluruh tulisan saya ditujukan untuk para pemula di bidang startup. I try to make it as simple as possible so everyone can understand it.

Untuk yang ahli atau sudah merasa ahli dalam bidang startup, i don’t think this post will satisfy you :) thank you.

With spoiler has been alerted. Let’s get to the story.

  • Begin

Joko, seorang fresh graduate jurusan bisnis datang ke sebuah Startup Conference, melihat betapa “keren”, “bahagia”, dan “excited” nya para startup founders yang sedang pasang booth dan pameran disana.

Di satu sesi talkshow dia mendengar seorang Startup Founder papan atas Indonesia berkata “I believe everyone can build their own startup, you just have to start.”

Sepanjang perjalanan pulang naik Gojek, Joko membulatkan tekad untuk membuat startup nya sendiri.

Ketika sampai di rumah, Joko baru tersadar bahwa dia tidak punya ide startup dan tidak bisa coding.

To solve the first problem, dia googling ide startup yang menarik, tiba di crunchbase.com (untuk yang mau cari ide startup, website ini boleh dikunjungi), browsing startup company yang ada di seluruh dunia, dan ends up di satu ide startup yang menarik.

Lalu momen Eureka! dengan tagline : “INI BELUM ADA DI INDONESIA NIH” terjadi.

Dia melanjutkan proses googling nya untuk mengetahui potensi pasar Indonesia berupa : “DATA PENGGUNA SMARTPHONE DI INDONESIA”, “DATA PENGGUNA INTERNET DI INDONESIA, dan data-data umum lain nya untuk membuat presentasi bisnis yang menarik.

Setelah presentasi nya selesai, dia tahu bahwa dia tinggal menemukan seorang programmer yang bisa mengeksekusi ide brilian dan “Belum ada di Indonesia” milik nya.

Dia lalu blast di seluruh grup whatsapp dan Line “Ada yang punya kenalan programmer bagus ga?”

Seorang teman membalas pesan Joko, lalu memberikan kontak Bambang, fresh graduate Informatika, yang dia tahu sangat ahli di bidang nya.

Joko lalu bertemu dengan Bambang di sebuah coffee shop.

Bambang adalah programmer yang sedang galau antara bekerja di perusahaan dengan gaji tinggi atau membangun startup.

Joko dan Bambang (eumm.. kayanya salah foto deh ini)

Joko mempresentasikan idenya dengan sangat meyakinkan, menunjukkan potensi pasar yang luar biasa based on “DATA PENGGUNA SMARTPHONE DI INDONESIA”, betapa saat ini belum ada yang membuat aplikasi ini, dan lain-lain.

Bambang yang 80% hidupnya dihabiskan di depan layar komputer langsung tertarik dengan ide Joko, dia merasa bahwa Joko adalah seseorang yang memiliki “VISI” yang luar biasa.

akhirnya mereka sepakat untuk bekerjasama membangun rencana bisnis Joko menjadi sebuah kenyataan.

“okay bro, kita setup meeting lagi minggu depan ya, kita bicarain Detail Produk nya”

Mereka berdua pulang ke rumah, feeling excited about the project, dan merasa ini adalah momen mereka untuk bersinar dan membuat seluruh orang di sekitar mereka terkagum-kagum.

Joko setiap hari sharing video tentang Success Story milik Mark Zuckerberg, Elon Musk, Reid Hoffman, dan Larry Page, melalui Whatsapp Message kepada Bambang.

“Ini waktunya kita bro.” adalah pesan yang sering dikirimkan oleh Joko.

Satu minggu berlalu, mereka berjumpa lagi, diawali dengan senyum lebar dan Basic Bro Handshake, meeting pun dimulai.

and then they talk about the details of the product.

and this part is when everything goes shit.

Joko yang merasa bahwa dia adalah sang pemilik ide, bersikeras bahwa harus ada fitur A, B, C, D, E dalam produk yang akan dibuat, karena dia ingin membangun sebuah “INTEGRATED SERVICES, ALL IN ONE, ONE STOP FOR ALL” Startup (sounds familiar?)

sementara Bambang yang memiliki pengalaman membangun beberapa project untuk perusahaan selama berkuliah, tahu bahwa untuk membangun fitur A secara optimal saja dibutuhkan waktu yang lama.

Mereka bertemu berulang kali untuk membicarakan nya.

Joko, being a good communicator that he is, mendominasi pembicaraan, dan tidak mendengarkan reasoning yang diberikan oleh Bambang.

Bambang, yang lebih mahir berkomunikasi dengan bahasa pemrograman dibanding bahasa Indonesia, akhirnya kalah berdebat dan merasa terpaksa untuk memenuhi keinginan Joko.

Bambang membangun fitur A,B,C,D,E dengan seadanya, merasa bahwa Joko tidak mengerti apa-apa tentang rumitnya dunia pemrograman, dan merasa diperlakukan seperti karyawan instead of partner oleh Joko.

Joko, sambil menunggu produk jadi, terus bergelut dengan Google Search, Youtube Video, dan Startup Media untuk mencari hal-hal positif tentang produk yang sedang dia bangun.

Joko rutin mendatangi acara-acara startup untuk membangun relasi dengan sesama startup founder dan investor.

Setiap ada startup founder atau investor papan atas yang sedang mengisi sesi di sebuah acara, dia akan senantiasa menunggu sampai sesi selesai, dan menghampiri startup founder dan investor tersebut untuk memperkenalkan diri dan menceritakan tentang startup sedang yang dia bangun.

Si Startup Founder dan Investor papan atas yang diwajibkan oleh PR (Public Relation) Consultant mereka untuk terlihat baik dan ramah di setiap Public Event, karena mereka mewakili Brand Perusahaan, mendengarkan Joko berbicara selama 3 menit, lalu memberikan Template Response yang mereka pakai setiap ada startup founder yang bercerita tentang ide startup “Wah bagus sekali ide nya. Terus semangat ya.”

Joko selalu pulang dari setiap event feeling satisfied karena semua orang berpikir ide dia “Bagus Sekali”

Joko semakin menekan Bambang untuk membuat fitur yang dia inginkan.

Bambang keep coming back dengan keluhan bahwa fitur yang akan dibangun sebenarnya tidak terlalu krusial untuk user.

Joko terus membantah setiap argumentasi Bambang.

Logika pikir Bambang adalah seperti ini “Mas Yunus aja yang startup nya udah Unicorn bilang ide gw bagus. Tau apa si Bambang bau kencur ini.”

Akhirnya tibalah waktu peluncuran produk. Joko, being very excited with the product, mengumumkan peluncuran produknya di setiap sosial media dan grup chat miliknya.

Bambang yang merasa ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya, langsung pulang ke kosan, dan tidur sepanjang hari setelah kelelahan melakukan coding non-stop selama 3 bulan proses pembuatan produk.

After launching, nobody give a shit.

Like NOBODY.

Tidak ada yang download aplikasi buatan mereka, kecuali keluarga Joko dan Bambang. Itupun hanya di download dan tidak digunakan.

Joko yang masih percaya diri terus memasarkan produknya dengan mendatangi acara-acara startup lalu meminta semua orang yang dia ajak ngobrol untuk mencoba download dan memakai aplikasi nya.

Semua orang melakukan hal tersebut, dan ini memberikan kepercayaan diri kembali kepada Joko.

Yang Joko tidak tahu adalah 1 menit setelah mereka selesai ngobrol dengan Joko, seluruh orang tersebut men-delete aplikasi nya.

They download it just to look nice to Joko.

It turns out that nobody wants the product.

Aplikasi yang bagus dan sukses di luar sana ternyata tidak otomatis akan bagus dan sukses di Indonesia.

Ketika Joko mulai menyadari realita pahit ini, dia mulai mengontak Bambang kembali untuk berdiskusi tentang revisi produk.

Bambang yang sudah jenuh dengan attitude Joko selama 3 bulan pembuatan produk, ternyata sudah apply dan keterima kerja di Microsoft Indonesia.

Joko marah dan kecewa dengan Bambang, dia menyalahkan Bambang atas kegagalan produknya.

Joko berkata bahwa Bambang gagal membangun fitur-fitur produk secara optimal, masih penuh dengan bug, dan ini menyebabkan User menghapus aplikasinya.

Bambang cuma mengatakan satu kalimat yang tidak akan pernah terlupakan oleh Joko

“Jok, i think you’re not a Startup Founder, you’re just a WANNABE FOUNDER.”

Joko termenung, sambil menyeruput segelas kopi Starbucks yang dia beli.

Pahit rasa nya.

  • The End

So how not to be like Joko?

Saya akan coba elaborasi tentang role ideal dan peranan masing-masing founder sebuah startup di Indonesia minggu depan.

So stay tune.

See you guys!

--

--