Rancangan yang Indah

Angellica O.S.
8 min readSep 19, 2014

--

Rio berjalan cepat kembali ke kamarnya. Ia sakau dan ingin memakan pil yang barusan dibawa sembunyi-sembunyi oleh temannya. Biarpun sudah masuk panti rehabilitasi ia tetap tidak dapat terlepas dari yang namanya narkoba. Namun di tengah perjalanan ia menabarak teman sesama panti. Ia seorang gadis 14 tahun. Dia 18 tahun. Ia ingin marah tapi ia benar-benar harus memakan pil itu karenanya ia langsung berlari masuk ke kamarnya.

*

Rio membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya yang penuh dengan padang gersang yang luas sekali.

“Hai!” sapa seorang cewek.

“Hai… Ini di mana?” Rio memandang sekelilingnya yang tentu saja ia tidak mungkin mengenali tempat ini.

“Ini padang gersang yang nggak enak banget. Aku tinggal di sini. Sebenarnya aku ingin keluar dari padang rumput ini. Itu lho pintu keluarnya, cahaya yang terang di antara kedua pohon besar itu. Tapi aku takut. Aku nggak pernah bisa sampai sana. Tapi semakin lama aku tinggal di sini, semakin jauh aku dari pintu itu. Hh… Oh ya, kenapa kamu bisa di sini, Rio?”

“Eh, kenapa kamu tahu namaku?” Rio mengerutkan keningnya.

“Tahu saja. Eh, kenalin, aku Sasha. Kenapa kamu bisa di sini?”

“Nggak tahu. Pas buka mata aku udah ada di tempat ini.”

“Oh…” Mereka pun mulai berbincang-bincang dan rupanya mereka langsung cocok satu sama lain.

Tak lama sekeliling mereka mulai memudar. “Eits, kita musti berpisah nih. Sampai ketemu lagi ya.”

“Hah?” Rio terbangun dari tidurnya. Mimpi apa barusan?

*

Rio berada di padang rumput itu lagi. Ia juga bertemu lagi dengan Sasha.

“Hei, kamu datang lagi?”

“Haha… iya nih. Biarpun di sini gersang tapi aku merasa diriku sehat-sehat saja.”

“Iya. Tapi sebenarnya di sini nggak enak. Kamu mau tinggal sama aku di sini?”

Rio memperhatikan sekelilingnya. Padang ini benar-benar mati dan tidak nyaman sekali. Walaupun ia merasa sehat di sini.

“Nggak deh. Makasih.”

“Karena itu kamu harus menjaga diri dan jangan sampai dirimu ada yang merusak atau kamu merusaknya sendiri. Mungkin di sini kamu nggak merasa sakit. Tapi suasana di sini tidak pernah bisa membuat kita tenang dan bahagia. Tapi, setiap aku berdoa, aku selalu tenang dan merasa kuat untuk dapat berjalan menuju cahaya itu. Tapi setiap aku mencoba mendekatinya, selain dadaku sesak, aku serasa ditarik oleh rantai yang kuat sekali dan aku nggak pernah bisa melawannya. Pokoknya kamu jangan sampai mendekam di sini.”

“Memangnya kenapa kamu bisa sampai mendekam di sini?”

“Hm, nggak usah ngomongin itu ya. Hm, kamu penghuni rehabilitasi ya?”

“Koq tahu?” Rio terkejut.

“Adikku juga mengenakan pakaian yang sama. Enak nggak di panti rehabilitasi?”

“Ya nggak lah! Aku musti tahan nggak make! Biarpun udah nyoba, tetep susah!”

“Tapi langsung menyerah kan? Kamu nggak pernah mau coba lagi. Iya kan?”

Rio diam. Benar juga.

“Susah sekali memang mencapai cahaya terang itu. Tapi aku akan terus coba karena nggak mau terperangkap di sini lama-lama. Sumpek! Nggak enak! Kalau gitu, gimana kalau kita berusaha bersama untuk melewati rintangan ini? Kamu berjuang untuk nggak tergoda lagi dan aku berjuang agar bisa mencapai cahaya itu. Memang susah, sakit, dan nggak enak, tapi kita harus coba. Ya?”

Rio mengangguk pelan, agak ragu sebenarnya.

Lalu sekeliling pun memudar perlahan.

*

Rio bertemu dengan teman-temannya.

“Kita bawa lagi. Lo bisa bayar nanti. Gue bakal jumlah berapa yang harus lo bayar.”

Rio menerimanya dengan ragu-ragu.

Ketika sampai di kamar, ia tergoda untuk memakannya. Ia sedikit menggigil. Lalu ia pun merasakan dirinya tenang dan tak lama ia tertidur. Rupanya pil tersebut merangkap obat tidur dosis tinggi sehingga ia tidur sampai pagi.

*

“Rio! Kamu makan lagi ya?! Dasar bandel!” Sasha tiba-tiba muncul di belakangnya. “Kenapa sih kamu nggak pernah mau coba untuk tahan diri?”

“Hm, susah, Sha. Nggak bisa.”

“Memang! Yang bilang gampang siapa? Justru itu, kita harus mencobanya dan melakukannya. Dan jangan bilang nggak bisa dulu! Hm, kamu selalu berdoa minta pertolongan Tuhan nggak?” Rio menggeleng pelan.

“Pantas saja. Semua nggak akan bisa kalau kamu nggak minta pertolongan Dia. Karena hanya Dia yang bisa membantumu. Orang lain hanya perantara-Nya. Karena itu kamu harus selalu berdoa jika mau melakukan apapun selama itu benar di mata-Nya. Dan yang pasti bertobat dan lahir baru adalah hal yang benar, bukan begitu?”

Ya, benar. Aku udah lelah. Aku nggak mau begini terus. “Iya, makasih ya.”

*

“Hei, kita datang lagi nih. Lihat, gue bawa lebih banyak dari biasanya.”
Rio diam. Ia tidak menerima apa yang diberikan padanya. “Maaf, udah cukup. Gue udah nggak mau, dan nggak akan pernah mau lagi untuk berurusan dengan barang itu!!” Rio berdiri dari tempat duduknya. Ia menepis tangan temannya itu sehingga barang haram tersebut jatuh ke lantai. Rio pun pergi dan masuk ke kamarnya.

Rupanya di kamar ia sakau. Karena nggak tahan, ia langsung masuk kamar mandi dan menyalakan air dingin. Ia pun menyiram tubuhnya dengan air dingin dari pancuran tersebut. Badannya serasa terbakar.
Tuhan! Bantu aku! Aku harus tahan. Nggak boleh kalah!

*

Makin hari keadaan Rio makin membaik. Ia tidak lagi memakai barang tersebut. Ia merasa dirinya dapat melakukan lagi apa yang ia selalu inginkan di luar sana. Bermain basket tanpa harus sakau di tengah pertandingan. Karena itulah yang membuatnya masuk panti rehabilitasi.

*

“Bagus kamu udah bisa tahan… Selamat ya…”

“Makasih. Benar katamu. Hanya Tuhan yang bisa membantu kita dan perantara-Nya adalah manusia. Dan manusia yang menjdi tangan Tuhan bagiku adalah kamu. Makasih ya.” Makasih, Tuhan, Kau sudah menolongku melalui Sasha.

“Iya, sama-sama.”

“Ngomong-ngomong, Sha, koq kita makin menjauh dari cahaya itu ya? Kayaknya pertama kali kia ketemu tuh cukup dekat. Dan…” Rio melihat ke belakang, “…kita sudah makin dekat jurang lho…”

“Ya, benar. Kita sudah makin dekat jurang. Dan sebentar lagi aku akan masuk jurang itu dan kita nggak pernah bisa ketemu lagi,” ucap Sasha pasrah, “aku nggak bisa…”

“Hei! Kamu lupa ya! Jangan bilang gitu dulu! Kamu… juga minta pertolongan Tuhan nggak sih?”

“Aku… aku minta… tapi… akunya nggak pernah bisa. Aku selalu mencoba untuk mencapai cahaya itu. Tapi begitu sudah dekat aku selalu terhalangi oleh sesuatu. Sekelilingku nggak mengizinkan aku untuk melewati cahaya itu. Aku nggak bisa!”

“Bisa! Pasti bisa! Kamu ini gimana sih? Kamu yang bilang aku untuk nggak boleh nyerah tapi kenapa kamu nggak bisa? Memang manusia seperti itu. Kita tahu mana yang harus dilakukan dan kita hanya bisa bilang ke orang lain, tapi kita sendiri nggak melakukannya. Itu kan juga salah! Ayo, sebelum kamu jatuh kamu harus lari mencapai cahaya itu,” Rio menarik tangan Sasha dan mengajaknya berlari.

Sasha menarik tangannya. Ia terduduk dan menunduk. Rupanya ia menangis.

Rio mendekatinya. Ia lalu berlutut di depan Sasha dan mengangkat dagunya. “Jangan nangis…” Rio membersihkan air mata Sasha, “Kalau kamu benar percaya, maka harus terus percaya. Jika kita terus percaya maka akan ada sesuatu yang indah buat kita. Kamu udah menyadarkan aku. Aku nggak pernah menyerah dan percaya Dia akan menolongku maka itu aku sembuh. Kamu tahu kan? Tuhan memiliki rancangan indah bagi kita semua dan Dia akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya.”

Sasha tersenyum. Ya benar. Dia nggak boleh nyerah. Sasha pun bangkit berdiri dan melangkah melewati Rio. “Ayo!” Sasha berlari. Rio mengikutinya. Dia nggak mau menunggu lebih lama lagi di tengah padang gersang ini.

Mereka terus berlari hingga akhirnya Rio terjatuh. Ia merasa kakinya keram seketika.

“Hei, kenapa?” Sasha membalikkan badannya.

“Nggak. Udah, kamu lanjutin aja! Sepertinya aku nggak diizinkan untuk membantumu langsung. Aku hanya bisa dari belakang. Kamu harus maju sendiri. Ini membuktikan kamu benar-benar mau melewati cahaya itu atau nggak. Ayo!”

Sasha tersenyum. “Makasih ya!” Ia berlari lagi.

“Ukh!” Ia terhenti. Ia merasa dadanya sesak dan kakinya seperti ditarik oleh rantai yang sangat kuat, sakit sekali. “Ahhhkk!!!” Sasha berusaha melangkahkan kakinya yang begitu berat. Tapi ia lalu terjatuh. Ia bangun dan mencoba melangkah lagi dan terjatuh lagi.

“AAAAKKKKKHHHHHHH!!!!!!!!” Sasha meraung sambil menangis histeris. Ia ingin menyerah saja. Ia sudah tidak kuat, ia benar-benar sudah sulit untuk bernapas.

“Sasha! Maju terus jangan menyerah! Aku masih ingin bertemu denganmu! Karena itu kamu harus bisa melewati cahaya itu! Sasha! Ingat! Tuhan besertamu! Kamu pasti bisa!”

“Ya… benar… uh…” Sasha berdiri lagi. Ia memegang dadanya sambil berusaha melangkahkan kakinya yang berat. “Harus bisa. Pasti bisa! Hiaahhh… Hh… Sedikit lagi… Akkhhh!!!” kali ini seluruh tubuhnya seperti ditusuk jarum. Ia benar-benar tersiksa.

Pasti bisa! Tuhan, tolong bantu aku. Tanpa-Mu aku tidak bisa apa-apa.
Tuhan, tolong bantu Sasha agar dia bisa melewati rintangan ini.
Amin. Ucap hati mereka bersama-sama.

Dengan tersiksa ia bangkit. Mau nggak mau kaki ini HARUS mau berdiri. Ia melangkahkan kakinya. Ia nggak boleh kalah dari rantai maya itu. “Maju, Sasha!” Ia nekad melompat untuk mencapai cahaya yang tinggal sedikit lagi tercapai, biarpun itu sangat sakit karena jarum maya yang makin banyak menusuknya dan makin dalam sehingga ia merasa dirinya remuk.

Ia berhasil! Seketika itu juga cahaya makin terang sehingga membuat Rio silau dan ketika ia membuka matanya ia melihat langit-langit kamarnya di panti rehabilitasi.

*

Sejak saat itu ia tidak pernah lagi bertemu dengan Sasha dalam mimpi. Sekarang ia sudah keluar panti rehabilitasi. Saat ini ia sedang berada di taman menikmati indahnya bunga-bunga dan pohon yang tumbuh di sana. Sungguh di taman ini seribu kali lebih nyaman daripada di padang gersang itu.

Sasha. Sebenarnya siapa dia? Kenapa dia bisa tahu nama Rio padahal mereka baru bertemu? Dan anehnya, mereka bertemu dalam mimpi!
BRUK! Rio menabrak seseorang. Rupanya seorang gadis 14 tahun yang ia tabrak ketika di panti. Gadis itu keluar bersamaan dengan Rio, tapi Rio masih menjalani pengobatan dalam rumah. Gadis itu lalu duduk di bangku taman dan menyapa seorang cewek yang sudah duduk duluan. Rio malah memperhatikan mereka. Rupanya gadis itu benar-benar sudah jauh dari yang waktu pertama kali mereka bertemu. Pasti dia benar-benar ingin lahir baru dan sekarang ia sudah menjadi baru.

“Ngomong-ngomong, taman ini makin indah ya. Benar-benar berbeda dari padang gersang itu.”

Padang gersang?

“Iyalah! Ih, aku serem deh denger cerita kakak tentang padang gersang itu. Untung bukan aku yang di sana. Ah tapi di panti rehabilitasi juga nggak enak! Udah ah kak, aku kapok, nggak mau lagi coba-coba narkoba!” adiknya bergidik ngeri.

“Ya, kamu juga sih ditawarin orang iya-iya aja…”

“Ya aku kan saat itu lagi sedih, Kak. Kamu kecelakaan dan koma 2 tahun. Aku harus lari ke mana? Kan kita tinggal berdua…”

Sasha hanya mengelus sayang kepala adiknya.

“Eh, Kak, ada permen kapas tuh di sana. Kubeliin permen kapas ya? Bentar ya…” Adiknya berdiri dan langsung meninggalkan kakaknya.

Gadis tersebut memperhatikan sekelilingnya sampai akhirnya matanya bertemu dengan mata Rio. Ia terpaku. Lalu ia memiringkan kepala dan menyipitkan matanya.

Rio mendekat. Gadis itu berdiri dan berjalan sampai akhirnya mereka bertemu di bawah pohon yang lebat. Jauh berbeda dengan pohon di padang gersang yang tentunya sudah mati.

“Hai, apa kabar? Kamu masih ingat aku, Sasha?”

Sasha diam. Ia hanya memandang Rio dengan tatapan bingung.

“Kamu… nggak ingat? Ya udah, nggak apa-apa. Yang pasti aku senang kamu bisa melewati cahaya itu. Jadi selama ini kamu koma di rumah sakit ya? Aku nggak tahu. Jadi selama kamu koma 2 tahun itu jiwamu tinggal di padang gersang itu? Wah, benar-benar nggak enak ya…” Sementara itu Sasha hanya memerhatikannya dengan bingung dan ingin sekali mengingat orang yang ada di depannya ini. “Aku bersyukur banget ketemu kamu. Memang benar, Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Setengah tahun ini aku mencari kamu dan akhirnya kita bertemu juga. Aku senang — “

“Rio?” Sasha sekonyong-konyong mendapatkan pencerahan. Sasha menutup mulutnya. Perlahan ada sebutir bening yang mengalir membentuk lintasan di wajahnya.

Rio tersenyum, “Terima kasih, Tuhan…”

Sasha pun ikut tersenyum. “Jadi kamu… selamat ya!”

“Selamat untuk kita berdua.” Keduanya tersenyum semakin lebar. “Eh tapi ada yang mau aku tanya, koq kamu bisa tahu namaku ya saat pertama ketemu?”

Sasha terdiam sesaat sebelum akhirnya menyuruh Rio untuk duduk di sebelahnya. “Mungkin hal ini terdengar nggak nyata, tapi beginilah yang terjadi saat itu…”

THE END

--

--

Angellica O.S.

start writing as a part of lifetime learning and dedication to share