Mengapa Saya Meninggalkan Go-Jek, Unicorn Start up Indonesia

Anggit Yuniar Pradito

--

Bekerja di Go-jek. Mungkin merupakan impian bagi sebagian orang di Indonesia, khususnya programer ataupun desainer. Produknya merajai pasar, menjadi salah satu must have app bagi penduduk indonesia. Sebuah unicorn startup dengan kucuran dana yang melimpah dari investor, uang tentu bukan masalah. Start up yang sedang di atas, menjadi sorotan publik. Menjadi Big Four start up di Indonesia. Orang yang bekerja di dalamnya tentu memperoleh perhatian masyarakat. Lantas, kenapa saya meninggalkan GO-JEK?

Mengapa memilih tidak lagi menjadi designer untuk unicorn start up?

Sebelumnya saya akan sedikit bercerita tentang UX Design, divisi saya bekerja. Bagaimana cara dan proses kerjanya dan apa yang membuatnya istimewa. Kalo boleh saya menyebutnya sedang dalam golden era, sudah matang setelah melewati halang rintang di masa sulit sebelumnya. Apa alasannya?

1. Design is a thing in Go-jek

Di GO-JEK desain sangat penting, maka GO-JEK mempunyai Vice President khusus untuk mengurusi. Monika Halim, tentu menjadi jaminan kualitas hasilnya. Pengalaman dan kiprahnya membentuk kualitas yang mumpuni. Jika kamu bekerja sebagai desainer di GO-JEK kamu akan dimentori dia. Momo, panggilan Monika, akan menjadi coach-mu. Siap mengritisi desainmu, membentuk karaktermu, mengawalmu berproses dalam mendesain. Kamu bakalan ditempa habis-habisan menjadi desainer yang terus tumbuh ke arah ke arah yang lebih baik.

Apa penting design bagi GO-JEK? Sangat penting. Setiap fitur, flow, pixel yang kita lihat di aplikasi telah melewati diskusi panjang lebar, testing siang-malam agar aplikasi yang di tangan pengguna merupakan yang terbaik. Untuk mencapai flow yang ideal kita (Desainer) harus berdiskusi dengan semua element produk. Mulai dari Product Owner, Product Manager, bahkan teman-teman dari Engineering. Semuanya bersinergi agar produk yang dihasilkan mampu mencapai tujuan bisnis dengan berkendaraan desain dan berbahan bakar teknologi yang terbaik. Desain dan desainer menjadi katalisator tumbuhnya produk GO-JEK.

2. Team yang Solid

Berbicara sesoal team, GO-JEK penuh dengan desainer-desainer terbaik. Semuanya sangat asik di dalam atau pun di luar kantor. Jujur, bekerja dengan mereka menjadi salah satu pengalaman kerja yang paling berkesan bagi saya. Cair, sangat-sangat cair. Tak berasa sedang bekerja, meski dalam tekanan deadline. Unik, lucu, menarik dengan karakternya masing-masing. Teamnya terdiri dari UX Designer dan UX Researcher yang berada di 2 negara, Indonesia dan India. Semuanya berdedikasi untuk membangun produk terbaik untuk masyarakat Indonesia.

Sedikit serius, soal pekerjaan. Desainer di GO-JEK dituntut punya ownership yang tinggi pada produknya. Desainer sangat-sangat dilibatkan proses pembuatan produk. Dari awal diajak membangun pondasi, meninggikan tembok, memasang genteng untuk produknya. Laiknya ibu dengan anaknya, desainer harus mengasuh produknya dari bayi hingga besar. Sejak dari konsep, wireframe, hingga development dan bahkan analisis data, desainer harus selalu ada. Diskusi menjadi menu harian, membahas apa saja untuk meningkatkan mutu layanan.

3. Over Communicate

Diskusi. Chat. Diskusi.
Riset. Test. Chat.

Cari masalah, identifikasi masalah, chat, solusi, solusi. Hampir setiap waktu kita selalu berkomunikasi, baik itu diskusi, debat, ataupun rapat. Asyiknya, semuanya open minded. Semuanya siap menerima challenge untuk memperjuangkan kepentingan user. Satu tujuan, untuk user. PO, PM, Developer, tak hanya desainer, mempunyai hak bersuara yang sama untuk memikirkan user. Apa yang terjadi, apa sebabnya, apa solusinya, apa tujuannya menjadi landasan dalam bekerja.

Setiap produk mempunyai kanal sendiri, bahkan setiap masalah mempunyai kanal diskusi. Setiap waktu. Semakin cepat semakin baik. Tak hanya urusan pekerjaan, grup Whats App yang isinya random? Channel Slack yang jualan barang bekas? ADA.

Untuk menjaga kedekatan, kami sering bertukar kunjungan. Kadang team Jakarta melancong ke Yogyakarta untuk kerja bareng. Bulan berikutnya team Yogya yang bertandang ke Jakarta. Bahkan, tak jarang desainer merapat ke India untuk bertemu developer produknya. Keintiman terus dijaga untuk merawat produk bersama.

Tak jarang GO-JEK membuat outing bersama. Semua divisi semua posisi berekreasi, menjaga bounding merawat semangat. Berbaur satu sama lain, melepas penat dari rutinitas karena tenggat. Apalagi perusahaan multi nasional. Perbedaan waktu dan tempat bukan menjadi masalah. Ketika anggota team berada di beda negara, komunikasi menjadi jembatannya. Over communicates. Bagi siapa saja, dengan siapa saja dan kapan saja. Kepada Product Owner, Product Manager ataupun Developer. Desainer harus berbaur bercampur ke semua bagian. Dan mereka adalah partner diskusi yang menyenangkan. Over communicate untuk melibas perbedaan tempat dan waktu.

4. Data Driven Design

Asumsi membunuh dari dalam. Benar, begitulah adanya. Bakal tak ada ujungnya perdebatan yang tak memakai data. Kamu akan bertemu asyiknya data driven design . Semua keputusan, harus dengan data. Bukan hanya asumsi, semuanya harus tervalidasi. Kamu akan bertemu ux researcher yang sangat membantu kerjamu. Terbaik!

Perubahan harus berdasar data, hasilnya terukur. Tak hanya semena-mena, berdasar naluri atau logika, semuanya pasti, dapat dipertanggungjawabkan dan terbukti. Testing dengan pengguna asli, wawancara dengan pengemudi. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk memaksimalkan desain yang sudah ada. Terus tumbuh, terus berkembang.

5. Social impact

Kami selalu ditanamkan, kita bekerja bukan untuk diri sendiri. Tapi untuk orang banyak. Bagi mereka, puluhan ribu driver se-Indonesia. Yang bisa makan di Mc.D karena ordernya ramai, yang dulu hanya sebatas mimpi. Untuk mereka yang sedang diburu-buru waktu melawan macet dan butuh solusi.

Jikalau desainmu dipakai banyak orang, mampu sedikit membantu mereka mencari rejeki adalah kebahagiaan tersendiri. Tak terbeli oleh uang, bukan sekedar pamer keindahan, ini lebih sesoal hati. Bekerja dengan hati, maka uang akan menghampiri.

Jika ditanya, bagaimana bekerja di GO-JEK? Dengan jujur saya menjawab, pengalaman yang sangat berharga. Sekarang saatnya. Golden time!

Pertanyaan selanjutnya, mengapa saya keluar dari team design GO-JEK saat golden time-nya?

Terlepas dari isu sentralisasi, saya merasa inilah waktunya. Waktu yang tepat untuk saya mewujudkan impian, merealisasikan cita-cita. Membangun studio design sendiri, Omnicreativora. 👉🏾 http://omnicreativora.com/

Meninggalkan zona nyaman, menantang diri sendiri. Dari menumpang tenar start up terkemuka menjadi waktunya berkarya mandiri, berkerja sendiri.

Sebuah studio desain sederhana, dengan karya yang semoga megah. Berawal dari nol, betul-betul nol besar. Meninggalkan zona nyaman untuk membangun cita-cita. Bermodal pengalaman dan tekad, membangun dengan hati dan cinta. Kami merancang User Experience dan User Interface untuk produk digital, siap bermitra dengan start up untuk membangun Indonesia.

Silakan simak podcast Omniangle untuk obrolan ringan seputar dunia kreatif

>> Omniangle

I constantly get out of my comfort zone. Looking cool is the easiest way to mediocrity. Once you push yourself into something new. And whole new world of opportunities opens up. But you might get hurt in fact you will get hurt. But amazingly when you heal — You are somewhere you’ve never been.
Terry Crews

For my beloved team in GO-JEK UXD

--

--

Anggit Yuniar Pradito

Designing User Happiness in Omnicreativora Studio | Adding Value with Different Way | omnicreativora.com | https://dribbble.com/anggityuniar @anggityuniar