Masih Zaman Gotong Royong di Era Modern?

Elvina Christyani
4 min readJul 24, 2023

--

  1. Prinsip gotong royong masyarakat Indonesia

Masyarakat Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan gotong royong yang sudah menjadi prinsip dari masyarakat. Di Indonesia sendiri rakyatnya sangat menjunjung tinggi prinsip gotong royong ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gotong royong memiliki arti bekerja bersama-sama, tolong-menolong, bahu-membahu, bantu-membantu, sehingga dapat disimpulkan bahwa gotong royong adalah dimana masyarakat berkerja bersama dalam menyelesaikan suatu kegiatan. Gotong royong sendiri memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah membangun rasa solidaritas antara masyarakat, mempererat tapi persaudaraan, meringankan suatu pekerjaan. Gotong royong sendiri memiliki jenis seperti kerja bakti, tanggap bencana, sampai belajar bersama. Namun di era modern seperti sekarang ini apakah gotong royong masih terlaksana secara baik didalam masyarakat? Ternyata generasi milenial memiliki caranya tersendiri dalam melaksanakan prinsip gotong royong di era modern ini. Para generasi milenial melakukan upaya berupa mengumpulkan dana lewat sosmed untuk disumbangkan kepada korban bencana, membuka ruang diskusi untuk membahas pelajaran, dan menyebarkan informasi. Rupanya para milenial sudah menemukan caranya tersendiri dalam melaksanakan prinsip gotong royong ini, dan semuanya dilaksanakan secara online.

2. Etika Deontologi dan Teleologi

Etika memiliki dua sifat utama, yaitu deontologi dan teleologi. Etika deontologi berfokus pada kewajiban manusia dalam berperilaku baik, penilaian tindakan didasarkan pada motif, kemauan baik, kesadaran, dan watak pelaku, tanpa memperhatikan akibat dari perbuatan tersebut. Etika deontologi mengandalkan tiga prinsip, di antaranya: (a) tindakan harus berdasarkan kewajiban untuk memiliki nilai moral, (b) nilai moral dari tindakan tergantung pada niat baik yang menjadi motivasi, bahkan jika tujuan tidak tercapai, dan © kewajiban adalah tindakan yang dilakukan dengan menghormati hukum moral universal. Sementara itu, etika teleologi menilai baik atau buruknya suatu perbuatan berdasarkan pada tujuan atau akibat yang dihasilkan. Terdapat beberapa aliran dalam etika teleologi, seperti egoisme yang menitikberatkan keuntungan pribadi sebagai motivasi tindakan, utilitarianisme yang menilai baik atau buruknya berdasarkan manfaat yang dihasilkan dan dirasakan oleh banyak orang, serta hedonisme yang menganggap tujuan hidup manusia adalah mencari kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi.

3. Analisis Masalah (Dari Sudut Pandang etika)

Dalam kegiatan gotong royong, orang-orang tidak hanya memperhatikan hasil dari apa yang mereka lakukan, baik itu berhasil atau gagal, tetapi lebih menekankan pada niat baik di balik tindakan tersebut. Mereka sadar bahwa gotong royong adalah bentuk kewajiban moral untuk berperilaku baik dan saling membantu sebagai bagian dari tanggung jawab manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pandangan deontologi, membantu orang lain merupakan kewajiban moral yang harus diemban oleh setiap individu. Hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling memerlukan satu sama lain. Kewajiban untuk berkontribusi dalam kegiatan gotong royong menjadi semacam tuntutan moral yang mendasari perilaku manusia. Gotong royong dipandang sangat positif karena dijalankan berdasarkan niat baik dan kewajiban moral, serta memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Selain itu, kegiatan gotong royong hampir tidak memiliki sisi negatif, kecuali jika tujuan dari gotong royong tersebut ternyata bertentangan dengan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi. Namun, masyarakat menghadapi kekhawatiran bahwa nilai gotong royong ini dapat pudar di tengah generasi milenial yang cenderung terpaku pada penggunaan gadget dan jarang berinteraksi secara langsung dengan lingkungan sekitar. Akan tetapi, dari perspektif deontologi, teknologi dan media sosial tidak selalu dianggap sebagai sesuatu yang buruk jika digunakan dengan niat baik. Dalam hal ini, generasi milenial masih memiliki kesempatan untuk mempertahankan prinsip gotong royong dengan memanfaatkan internet dan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan positif, memperkuat ikatan sosial, dan memupuk semangat saling membantu. Diharapkan bahwa semua orang, termasuk generasi milenial, akan terus memegang teguh prinsip gotong royong ini, baik melalui interaksi langsung maupun melalui media digital. Dengan menerapkan nilai-nilai deontologi dalam kehidupan sehari-hari, tujuan berbuat baik dan saling membantu dapat selalu terjaga dan hidup dalam masyarakat. Dalam pandangan teleologi, dapat dikatakan bahwa gotong royong adalah tindakan yang baik karena akibat positifnya. Ketika masyarakat menerapkan gotong royong, mereka menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan mendukung, di mana kebutuhan dan kepentingan banyak orang dapat terpenuhi dengan lebih baik. Namun, ada kekhawatiran tentang pudarnya nilai gotong royong di kalangan generasi milenial karena ketergantungan pada teknologi dan gadget. Dalam konteks ini, teori teleologi dapat menilai dampak dari ketergantungan tersebut. Jika penggunaan gadget dan teknologi oleh generasi milenial menyebabkan mereka lebih terisolasi secara sosial, kurang peduli terhadap orang lain, dan berkurangnya semangat saling membantu, maka itu bisa dianggap sebagai dampak negatif dari tindakan tersebut. Namun, ada juga pandangan positif dari perspektif teleologi terkait penggunaan teknologi oleh generasi milenial. Jika generasi milenial dapat menggunakan media sosial dan internet dengan bijak untuk menyebarkan pesan-pesan positif, memperkuat ikatan sosial, dan memupuk semangat saling membantu, maka itu bisa dianggap sebagai akibat positif dari tindakan mereka dalam menggunakan teknologi.

4. Kesimpulan

Gotong royong adalah kegiatan saling membantu dalam masyarakat dengan mengutamakan niat baik. Pandangan deontologi menegaskan bahwa membantu orang lain adalah kewajiban moral, dan gotong royong dianggap positif karena memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa sisi negatif, kecuali jika melanggar nilai-nilai moral. Generasi milenial dapat mempertahankan prinsip gotong royong melalui teknologi dan media sosial dengan menyebarkan pesan positif dan memperkuat ikatan sosial. Semua orang diharapkan untuk menjunjung tinggi prinsip gotong royong guna menciptakan masyarakat yang saling berbuat baik dan membantu satu sama lain. Dalam pandangan teleologi, gotong royong dianggap sebagai tindakan baik karena menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan mendukung, memenuhi kebutuhan banyak orang. Namun, kekhawatiran timbul tentang nilai gotong royong yang pudar di kalangan generasi milenial karena ketergantungan pada teknologi. Penggunaan teknologi oleh generasi milenial dapat memiliki dampak negatif, seperti isolasi sosial dan kurangnya semangat saling membantu. Namun, jika teknologi digunakan dengan bijak, generasi milenial bisa memperkuat ikatan sosial dan menyebarkan pesan-pesan positif yang dapat dianggap sebagai akibat positif dari tindakan mereka

--

--