Memori lama yang terputar kembali

Ann
4 min readMay 15, 2023

--

“Seru banget kayaknya”

Rui menoleh, mendapati pacarnya sudah selesai membersihkan diri, tetes tetes air terlihat membasahi wajah tampan tersebut. Sepertinya kegiatan Rui saat menontoni tiktok sambil tertawa terlihat oleh Jerico. Ada sedikit rasa malu hinggap di kepala, tapi Rui menepisnya, ia justru beralih untuk beranjak, menghampiri yang lebih tua kemudian menariknya untuk duduk di bawah, menyender pada sisi ranjang.

Yang lebih tua menurut, seolah membiarkan Rui melakukan apapun kepadanya. Si manis duduk di sisi ranjang, kedua pahanya mengapit bahu lebar kekasihnya yang mati-matian menahan rasa kantuk. Rui berniat untuk membantu mengeringkan rambut Jerico, agar kakak kesayangannya itu tidak merasa pusing saat tidur.

Rui menggusak-gusak pelan rambut lebat berwarna hitam legam tersebut, tangan lentiknya kemudian berhenti bergerak sesaat, “Kak, punya hairdryer?” Yang ditanya mengangguk, kemudian menunjuk ke arah laci nakas. “Ada sayang, ambil aja disitu.”

Karena posisi nakas tidak terlalu jauh, Rui terlalu malas untuk bangun, jadi ia hanya mencondongkan tubuh ke arah nakas, kemudian dengan susah payah membuka laci dan menarik hairdryer tersebut keluar. Jerico yang berada diantara paha Rui semakin terapit dibuatnya, mau protes pun enggan, Jerico hanya menyenderkan kepalanya di perut yang lebih muda.

Melihat reaksi santai dari kekasihnya, Rui diam-diam mengulum senyum. Aksi yang dilakukannya ini bukan semata-mata ketidaksengajaan. Rui — yang berinisiatif menaruh Jerico di antara pahanya yang hanya terbalut celana pendek, Rui yang bergerak dengan ceroboh semakin mengapit Jerico diantara kedua pahanya, itu semua hanya siasat belaka. Rui melakukan ini untuk melakukan tes, kira-kira reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh kekasih barunya ini.

Jerico bahkan tidak bergeming, reaksinya jauh dari hal yang dikhawatirkan Rui. Lelaki itu malah menampilkan ekspresi mengantuk sembari menyender manja, benar-benar tidak ada gertakan. Sang mantan kekasih, kala itu, hanya dengan melihat Rui menggunakan celana pendek saja isi kepalanya seolah dibuat berantakan, sekalipun Rui menggertak dengan berkata “Tidak!” Lelaki itu bahkan tidak berhenti.

Kepalanya sakit mengingat kepingan memori tersebut, Jerico membuka mata, menyadari pergerakan sang kekasih terhenti. Yang lebih tua menatapnya, mendapati Rui tengah memegang kepala dengan alis mengerut. Jerico dengan cepat menegakkan tubuh, kemudian meraih pergelangan tangan si manis. “Sayang? Kenapa? Ada yang sakit?” Tanya si Jangkung yang langsung mendapat gelengan pelan.

No, i’m okay.“ Rui mengulas senyum, tapi tetap ada kerutan samar di dahinya, Jerico dilanda kebingungan, padahal sebelumnya Rui tidak menunjukkan gejala orang sakit.

Jerico mengambil alih hairdryer dari tangan Rui, kemudian beranjak dari duduknya, “Tidur ya sayang ya? Biar aku sendiri yang ngeringin rambut.” Ujarnya lembut sembari mengelus pelan dahi berkerut yang lebih muda.

Rui ingin sekali menolak, dirinya belum mengantuk, tapi kepalanya sakit. Suruhan dari sang kekasih mungkin adalah pilihan terbaik baginya sekarang. Rui lantas mengangguk kecil, Jerico ikut membantu Rui menyamankan posisi tidurnya di kasur, kemudian lelaki jangkung itu menyelimutinya sampai ke dada.

Rui memejamkan mata, tak lama terdengar suara hairdryer menginterupsi indra pendengarannya, dirinya tidak tertidur, hanya memejamkan mata. Tapi kala gelap menyapa, memori-memori traumatis itu malah terputar semakin jelas, akhirnya Rui memilih untuk membuka mata, memperhatikan sang kekasih yang sedang mengeringkan rambut dalam diam.

Setelah dirasa rambutnya sudah mulai kering, Jerico mematikan alat tersebut kemudian menyimpannya kembali ke laci. Tangan kasarnya ia bawa untuk menyisir rambut ke atas agar tidak menusuk mata. Jerico kemudian berbalik, sedikit terkejut melihat Rui yang tidak tertidur, si manis malah sibuk menatapnya dengan tatapan sayu.

“Ga tidur?” Jerico kemudian berjalan menghampiri, menaiki kasur dan membaringkan tubuh di sebelah sang kekasih, Rui menggeleng sebagai jawaban, tidak memutus kontak matanya dengan mata tajam milik Jerico.

Jerico yang sadar terus diperhatikan mulai memfokuskan diri kepada yang lebih muda, mata tajam itu bergerak menelisik dan mengartikan tatapan yang dilayangkan si manis. Terlihat sedikit ada emosi kesedihan di dalamnya, tapi Rui seolah enggan menyampaikan kesedihan itu, Jerico mengangkat tangan, mengelus surai pirang yang terasa lembut di tangan.

“Ga bobo sayang? Kenapa kamu malah ngeliatin begitu?” Jerico yang merasa heran dengan tingkah laku Rui mulai buka suara, Rui mengigit bibir, kemudian meraih telapak tangan kasar yang bertengger di kepalanya, menggenggam tangan tersebut pelan.

“Takut kalau aku tutup mata, kamu nya hilang.” Celetuk Rui dengan sorot mata yang meredup, Jerico tidak mengerti harus mengartikan pacarnya ini sedang dalam mode menggemaskan atau bagaimana. Rui memang menggemaskan sekarang, tapi kalimatnya aneh, seperti ada yang menganggu pikirannya.

Jerico memilih untuk menenangkan keadaan pacarnya yang mungkin sedang emosional, ia meraih kepala si manis untuk ditenggelamkan di dadanya. “Engga sayang, peluk aja kalau takut hilang.” Seolah mengiyakan ucapannya, Rui bergerak semakin dalam ke pelukan Jerico.

Keduanya diam dalam posisi tersebut, sampai dengkuran halus terdengar dari seseorang di rengkuhan yang lebih tua, Rui tertidur pulas. Ada banyak pertanyaan bermunculan di kepala Jerico, tapi lelaki itu menahannya. Setidaknya untuk sekarang, Rui sudah sedikit lebih tenang.

--

--