Mendaki Gunung

Otasee
6 min readFeb 2, 2022

--

https://ovajourney.com/keindahan-alam-kawah-ijen-banyuwangi/
Puncak Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur

Bagaimana caranya, disaat hatimu menyayangi dan menaruh rasa pada orang yang selalu ada untukmu dan mengetahui isi hatimu. Namun tak pernah menggubris perasaan itu.

Itulah yang dirasakan oleh Lova selama bertahun-tahun ia pendam hingga pada akhirnya ia menganggap perasaannya itu hanya sebatas perasaan anak pertama yang mengharapkan perhatian seorang kakak laki-laki.

Perhatian dan kebersamaan yang dia lewati bersama Hobi, itu bukanlah hal biasa ia alami. Yap, selama ini itulah yang dia pendam. Ia tak pernah tahu apa yang ada dihati Hobi.

Hingga kini pun, Hobi masih perhatian kepadanya layaknya seorang kakak laki-laki yang menjaga adiknya.

Menempatkan posisinya layak seorang adik, membuatnya leluasa untuk menceritakan semuanya. Bahkan kondisi pernikahannya saat ini. Meskipun tidak secara keseluruhan dia mengatakan pada Hobi, tapi dia sering mengatakan apa yang ia rasakan dan membuatnya bersedih.

Pandangan terhadap kenangan yang kini berbekas sebuah potrait yang ada di meja kerja Lova, itulah hasil potrait Hobi. Saat pertama kali mereka mendaki gunung.

Lova masih teringat jelas, usaha Hobi mengajaknya untuk mendaki gunung untuk pertama kali baginya.

“Yakin gak mau ikut?” ajak Hobi untuk meyakini Lova sekali lagi. Karena dia tahu, Lova sangat menyukai traveling alam sejak dulu, namun mendaki gunung yang belum pernah dicoba Lova.

“Kamu terlalu mendadak, Oppa”

“aku sudah mengajakmu sejak sebulan lalu, kamu tidak mau mempertimbangkannya kembali?”

JHope

Hobi menanyakannya kembali, “jangan panas ya nanti jika aku berfoto bagus di puncak gunung menggunakan kamera baru yang ku beli” Hobi lagi-lagi tahu kelemahan Lova adalah pemandangan yang bagus.

Tentu ia akan panas jika melihat hasil portrait Jhope. Lova terdiam sejenak, mencoba mempertimbangkan kembali.

“yaaa, Oppa, kau sangat tahu aku lemah akan hal itu. Okay, aku ikut ya, tapiii….

“kenapa?”

“aku tak punya perlengkapan gunung, Oppa. Ottokae?”

“Tenang, nanti aku persiapkan semua, kamu cukup menyiapkan semua keperluan pribadimu ya”

Itulah langkah pertama Lova mendaki gunung, hingga akhirnya ia ketagihan untuk mendaki gunung.

Rautan wajahnya pun berubah menjadi lebih bahagia saat mengingat momen bersama Hobi. Kenapa bisa ia bertemu dengan lelaki yang begitu baik seperti Hobi.

Dan kini keinginannya untuk mendaki gunung menjadi kuat, apakah mungkin dia bisa mendaki gunung disaat kondisi tubuhnya yang kini sedang hamil. Namun layaknya seorang yang sedang ngidam dan sangat ingin mendaki gunung seperti suatu keharusan.

Tentang ngidam, terkadang dia iri dengan Nesya, dia mengalami yang namanya ngidam seperti orang lain. Sedangkan Lova, jarang sekali dia memiliki keinginan yang aneh-aneh selama awal kehamilannya.

Dia ingin juga bermanja dengan Namjoon, dia ingin merasakan yang dirasakan oleh ibu hamil umumnya. Tapi, dia beruntung dikondisinya yang gak memungkinkan untuk bermanja dengan suaminya ini, dia memiliki kehamilan yang tidak neko-neko.

“Terima kasih, Nak, kamu mengerti kondisi Mommy” ujar Lova sambil mengelus perutnya.

Tapi, justru keinginannya tak biasa dari wanita hamil pada umumnya, yaitu dia sangat ingin mendaki gunung. Apa yang harus dia lakukan saat ini.

Dia raih handphone, hanya satu orang yang ada dipikirannya saat ini, yaitu Hobi.

“Oppa, sedang sibukkah dirimu?”

“Hey, Va, bagaimana kondisi kamu, apakah baik-baik saja?

“Aku baik, Oppa. Hmmm…

“ada apa, ceritakan saja jika sesuatu terjadi” suara hobi seperti khawatir di seberang sana. Lova tersenyum, pasti Hobi tak akan menduga apa yang akan dia katakan.

“Aku ingin mendaki gunung” Lova dengan pelan mengatakannya. “aku tidak salah dengar, kan? Kamu harus tahu kondisi tubuhmu saat ini, ada-ada saja punya keinginan seperti itu Va!” suara Hobi seperti menekan dan tegas.

“Bawaan bayi…

Hobi tertawa terbahak-bahak. Lova keheranan kenapa Hobi justru tertawa demikian. “Yaaa, Oppa. Kenapa kau tertawa??”

Hobi masih belum bisa berhenti tertawa, Lova manyun sambil menunggu Hobi selesai tertawa.

“Aku teringat waktu kali pertama kita mendaki gunung….

“Lalu?” Lova mencoba berpikir apa yang sedang diingat Hobi

“Saat kamu kira Daehyun, teman setendamu kesurupan, padahal dia sedang kedinginan”

Seketika Lova tertawa mengingat momen tersebut. Mereka tertawa bersama, memang itu adalah momen yang tak terlupakan bagi Lova dan Hobi. Lova dan Hobi sangat mengingat bagaimana Lova ketakutan memanggil Hobi saat Daehyun meriang kedinginan.

Mereka tertawa bersama, tanpa Lova sadari bahwa ada tatapan yang sedang menyorotinya. Yang sedari memerhatikannya sedari tadi.

“Jadi, bagaimana? Aku sangat ingin mendaki gunung saat ini, Oppa” celetuk Lova. Tampaknya Hobi masih mempertimbangkan di seberang sana. Saat menunggu respon dari Hobi, tiba-tiba handphone yang ditangan Lova direbut oleh seseorang.

Lova langsung menoleh, ternyata itu Namjoon.

“Kamuuu???

Namjoon menatap Lova penuh amarah. Entah apa yang sedang ada dipikiran Namjoon saat ini. Lova tak bisa membacanya, namun tatapan itu sudah memperlihatkan amarah Namjoon.

“Balikin hp-ku!”

Namjoon menepis tangan Lova. “Kamu sedang menelepon dengan siapa?” ketus Namjoon.

“Kamu gak perlu tahu!

Namjoon menatap layar handphone tersebut, panggilan masih tetap berlanjut, “Halo, saya suami Lova, apa mungkin seorang laki-laki menghubungi wanita bersuami hingga larut malam?”

Lova tak mengetahui apa respon abang Hobi diseberang sana. Namjoon masih menepis tangan Lova yang berusaha meraih handphonenya.

Lalu Namjoon mematikan telepon tersebut, tatapannya masih penuh amarah.

Lova terdiam karena tatapan tersebut.

“Untuk apa kamu ikut campur dengan urusan pribadiku? Aku sendiri tak pernah mengganggu urusanmu”. Air mata itu hampir saja jatuh, namun Lova berusaha untuk tidak menangis. Dia terlalu lelah.

“Va,,,

Namjoon tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Dia pun tak mengerti alasannya bertindak seperti ini. Pastinya dia tidak terima Lova yang tersenyum saat bersama dengan orang lain.

Seperti saat ini, lagi, Lova tampak ingin menangis. Kenapa senyumannya tak pernah tampak saat bersamanya.

Namjoon menyerahkan handphone Lova kembali, disaat Lova mengambil handphone tersebut, Namjoon justru menarik Lova ke dalam pelukannya.

Lova terpaku. Dia tidak mengerti akan sikap Namjoon ini.

“Lepaskan aku, Namjoon…

Justru Namjoon mengeratkan pelukannya. Seperti tak ingin melepaskan Lova.

“Maafkan aku

Masih dalam pelukan Namjoon, mata Lova terbelalak, dia mencerna apa yang baru saja dia dengar. Lova berusaha lepas dari pelukan yang begitu membuatnya sesak.

“Kamu selalu meminta maaf dengan apapun yang kamu lakukan, tapi ku rasa tak ada ketulusan di kata maaf mu itu, Namjoon! Terlalu sering kamu ikut campur akan urusanku!” Lova beranjak hendak meninggalkan Namjoon.

Namun, tiba-tiba Namjoon menarik tangannya. Dan seketika lova tersandar di dinding kamarnya. Lagi, Lova tak kuat untuk melawan tenaga Namjoon.

Tangannya terkunci oleh genggaman Namjoon, dia tidak bergerak sama sekali.

“Namjoon, kamu gilaaaaaaa! Lepasin!”

Namjoon menatap Lova dalam, dan jujur saat ini Lova sangat tidak nyaman dengan posisi ini, dia merasa sesak, berusaha melepaskan diri dari Namjoonn pun tak kuasa.

“lepasin aku!!!!”

Namjoon justru mencium Lova seketika. Lagi, Lova dikejutkan dengan tindakan Namjoon. Lova mencoba menghindari ciuman itu justru membuat Namjoon makin mudah mengakses seluruh bibirnya.

Hati Lova gusar, meskipun terkesan memaksa, namun ciuman ini berbeda dengan ciuman yang sebelumnya dilakukan Namjoon. Apa karena Namjoon melakukan secara sadar terhadap Lova?

Lova tetap berusaha untuk berontak, dia tak mau terhanyut akan tindakan yang dilakukan Namjoon. Lova tidak mau hatinya gusar dan akan menyulitkan keberadaannya nanti.

Namjoon, tampak menikmati ciuman itu. Meskipun dalam hati Lova pun menikmatinya, namun Lova tak mau mengakui itu, dia mencoba menepis perasaan itu.

“Puas?” tanya Lova yang tampak menahan air matanya itu.

Namjoon yang masih mengunci tangannya, tak bergeming sama sekali, dan menatap Lova kembali.

“Lepasin aku! Atau mau aku teriak sekencang-kencangnya agar Nesya melihat semua ini”

Lova mencoba menggunakan Nesya untuk menyadari Namjoon. Namjoon tampak menghela napas panjang.

“Va….

Lagi, tak ada kalimat lanjutannya. Namjoon terdiam, dan Lova masih tertahan dalam genggaman Namjoon.

“Jangan menangis lagi saat di depanku. Jangan menahan tangis lagi.” Ucap Namjoon dengan manatap Lova.

Lova membuang mukanya, sungguh tatapan Namjoon saat ini membuat Lova tak berdaya, jantung, jantungnya terasa tidak aman. Debarannya sangat kencang, dan Lova khawatir Namjoon mengetahui debaran itu.

Dia berusaha melepaskan diri dari Namjoon lagi, kali ini Namjoon melepasnya.

“Namjoon, kamu harus intropeksi diri dengan apa yang kamu lakukan saat ini.” Ketus Lova yang beranjak ke ranjangnya.

Namjoon menariknya lagi, namun Lova langsung menepisnya.

“Ok, aku tak akan menarikmu lagi, tapi Va, bisa-bisanya kamu tersenyum dengan orang yang bahkan tidak ada di depanmu. Tapi tidak kepadaku”

Lova tersenyum miris, Namjoon menanyakan hal itu. “Kamu pasti tahu jawabannya, Joonie. Tak perlu kamu pertanyakan itu”

Lova langsung menarik selimutnya, “Dan, silakan keluar kamar ini, aku lelah, aku tidak mau Nesya mempermasalahkan keberadaan kamu dikamarku”

Tak lama Namjoon pun hendak keluar dari kamarnya. “Soal mendaki gunung, aku mendengar kamu membahasnya, nanti akan ku cari tahu tempat yang ramah untuk wanita hamil.”

Dan dalam selimut, Lova menangis, lagi. Hatinya tak tenang, bercampur aduk.

--

--