Apridhan Arga Khairi
4 min readSep 17, 2018

“Mending saya nyari orang yang bisa nulis lalu saya ajarin soal aplikasi, Pak, daripada saya ambil developer trus diajarin nulis” — Product Manager di sebuah perusahaan IT

Sekitar 3 tahun lalu saya mulai bekerja secara profesional tanpa keahlian apapun, hanya berbekal pengalaman sebagai pelayan di sebuah café sepi di kota kecil. Itupun selama 6 bulan. Kemudian saya merantau ke Jakarta. Kirim lamaran sana-sini via JobStreet. Awalnya tanpa tahu harus melamar untuk posisi apa.

Menulis satu-satunya yang bisa saya kerjakan. Berbekal satu (ya, hanya SATU) Hot Thread di kaskus, saya coba melamar semua pekerjaan yang berhubungan dengan penulisan: Business Writer, Copy Writer, dan Content Writer.

Di salah satu interview, user menawarkan saya menjadi Technical Writer. Saya menyanggupi. Dikeluarkannnya lembar tes Technical Writer dan diberi laptop, saya mulai mengerjakan soal-soal tersebut. Cukup gampang, menurut saya. Hanya membuat manual. Apakah pekerjaan saya nantinya seperti ini? Betul, lebih banyak seperti ini, jawab user. Oke, saya siap.

Saya tak pernah mendengar tentang Technical Writer. Saya tidak tahu apa saja yang harus Technical Writer kerjakan, apa saja yang Technical Writer harus kuasai. Saya bukan anak teknik. Saya IPS sejak dalam kandungan. Tapi saya butuh pekerjaan.

Lalu di sinilah saya sekarang. Di sebuah perusahaan semi-rintisan. Dengan pekerjaan MASIH sebagai Technical Writer. Tapi ditambahi Pre Sales.

Secara simpel, Technical Writer (TW) bertugas untuk membuat user guide/manual. Sebuah dokumentasi yang menerangkan bagaimana sebuah produk digunakan.

Secara rinci, produk-produk yang dibuat oleh orang teknis (dalam pekerjaan saya, para software/system developer) harus didokumentasikan ke dalam tulisan. Mulai dari dokumentasi fungsi aplikasi (FSD, Functional Specification Document), teknis aplikasi (TSD, Technical Specification Document), hingga User Manual. Juga beberapa QRG (Quick Reference Guide) dan installation guide/manual.

Di beberapa pekerjaan lain, TW juga membuat FAQ (Frequently Asked Questions), proposal dan presentasi teknis, serta wireframe.

Apabila perusahaan tersebut menjual produk jadi, baik bikinan sendiri maupun dari principal, dan TW termasuk ke dalam tim Produk, maka TW juga akan mengerjakan dokumen pengembangan produk (PDP, Product Development Plan) dan analisis produk (PA, Product Analysis).

Technical writing is any written form of writing or drafting technical communication used in a variety of technical and occupational fields, such as computer hardware and software, engineering, chemistry, aeronautics, robotics, finance, medical, consumer electronics, and biotechnology.

Wikipedia, the source we always trust

Mengapa Butuh Technical Writer?

Pembuatan dokumen merupakan hal yang mutlak untuk sebuah perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah dokumen teknis.

Dengan adanya dokumen, pengetahuan tentang produk dapat disalurkan ke banyak orang. Pembuatan sebuah aplikasi, algoritma, struktur database, alur data, hingga tipe dan jumlah karakter, dapat diketahui dengan membaca TSD. Dengan begitu, apabila developer yang mengerjakan resign, maka penggantinya hanya perlu melihat dokumen, tanpa perlu banyak berkoordinasi dengan yang digantikan.

Dokumentasi juga diperlukan untuk menjaga pembuatan aplikasi tetap sesuai jalurnya. Juga untuk menghindari adanya permasalahan (dispute) mengenai pembuatan aplikasi antara klien dan vendor.

Contoh FSD

Meskipun terlihat teknis, sangat teknis, sebuah dokumen harus mampu merangkum hal-hal teknis tersebut hingga mampu dimengerti bahkan oleh orang awam teknis sekalipun.

Di situlah peran seorang TW, menerjemahkan hal-hal teknis menjadi tidak teknis tanpa mengurangi substansi teknikal yang harus disampaikan. Seorang TW harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan menuliskan hal-hal teknis dengan kebutuhan pembaca yang bisa jadi tidak mengerti teknis sama sekali.

Siapa yang cocok menjadi Technical Writer?

Atasan pertama saya pernah mengatakan, “Lebih baik saya mencari orang yang bisa menulis lalu saya ajari soal aplikasi, ketimbang saya menerima developer kemudian saya ajari menulis”.

Terdengar berlebihan, memang. Hanya saja, pada kenyataannya, masih sedikit orang teknis yang mempunyai kemampuan dan sense menulis yang baik. Ditambah pula, untuk orang teknis, menulis dokumen merupakan pekerjaan pilihan kesekian.

Seorang TW harus mempunyai kemampuan, pertama, menulis yang baik. Mampu menuangkan pikirannya ke dalam tulisan secara runut, ringkas, dan lugas. Serta mampu bertindak pula sebagai pembaca: “Apakah dengan kalimat ini pembaca dapat mengerti yang saya maksudkan? Apakah tulisan saya sudah merangkum semua informasi yang dibutuhkan pembaca? Apakah kalimat ini dan itu bertele-tele?” dan lain sebagainya.

Kedua, kemauan belajar, terutama untuk TW dengan latar pendidikan nonteknis. Di perusahaan IT, terlalu banyak istilah teknis yang digunakan dan jarang dijumpai di tempat lain, bahkan di Kompas Tekno maupun detikiNet sekalipun: “varchar, alfanumerik, ERD, apa itu?”. Setelah memahami istilah-istilah tersebut, TW juga harus mengerti mengenai alur teknis dan bisnis suatu aplikasi secara high level (gambaran umum).

Wireframe mobile application

Ketiga, keahlian membuat flow diagram maupun wireframing. Keahlian ini salah satu nilai lebih bagi seorang TW. Flow diagram maupun wireframing akan sangat dibutuhkan dalam dokumen untuk memberikan gambaran sebuah alur proses dan sketsa tampilan aplikasi yang dibuat. Selain itu, dapat membuat dokumen terlihat menarik dan tidak membosankan.

Selain ketiga hal di atas, masih banyak menurut saya kemampuan yang harus dimiliki seorang TW. Seperti, mampu berpikir kritis, kemampuan analisis yang baik, dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut belum mampu saya terapkan. Masih banyak yang harus saya pelajari.