ANALISIS BUDAYA ORGANISASI PADA PERUSAHAAN GOOGLE DAN APPLE

Muflih Apriliansyah
10 min readMar 6, 2023

--

CP074 — Muflih Apriliansyah — STIE Tridharma

BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya adalah suatu pola semua susunan baik materi maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalahmasalah para anggotanya. Budaya didalamnya juga termasuk cara yang telah diorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah (Kretch). Organisasi berasal dari bahasa Yunani yaitu organon yang berarti alat, bagian, anggotam atau bagian badan. Sedangkan kata “organisasi” itu mempunyai dua pengertian umum (Malayu 2003:11). Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dalam mana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien. Setiap perusahaan atau organisasi memiliki budaya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Budaya organisasi memberi peran penting terhadap beberapa hal. Hal tersebut seperti, peran budaya organisasi terhadap kinerja karyawan, kepuasan kerja karyawan dan komitmen keorganisasian. Karena dalam hal ini budaya organisasi berperan penting dalam beberapa hal tersebut dan memiliki keterikatan terhadap karyawan atau sumber daya manusia dalam perusahaan atau organisasi. Kinerja karyawan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Ismail, 2006). Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri karyawan, yang meliputi kepuasan kerja dan komitmen organisasional.

PERAN BUDAYA ORGANISASI PADA PERUSAHAAN

Sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang dijunjung tinggi dan diterapkan oleh semua anggota organisasi, tentunya budaya organisasi memiliki beberapa fungsi.

1. Fungsi budaya organisasi yang pertama adalah memiliki peran yang kuat dalam mendefinisikan batasan-batasan yang sangat berarti agar dapat membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Misalnya, budaya organisasi terhadap kinerja karyawan di organisasi A harus mencapai 100% secara minimum. Mungkin organisasi C belum tentu memiliki target yang sama, sehingga hal inilah yang membedakan organisasi A dan organisasi C.

2. Kedua, fungsi budaya organisasi akan membantu kita dalam menciptakan rasa identitas bagi seluruh anggota organisasi. Sebagai contoh, dikarenakan budaya dalam organisasi A sangat menekankan kedisiplinan dan itu benar-benar diterapkan oleh para anggotanya, maka anggota dari organisasi A akan memiliki rasa identitas bahwa mereka adalah orang-orang yang disiplin.

3. Selain itu, fungsi budaya organisasi juga akan mendorong para anggota agar lebih mengedepankan kepentingan organisasi dibandingkan kepentingan pribadi mereka. Mereka sadar bahwa kepentingan bersama dalam organisasi adalah hal yang harus diprioritaskan daripada kepentingan perseorangan.

4. Fungsi budaya organisasi yang keempat adalah membantu meningkatkan stabilitas sistem sosial. Tidak hanya itu, budaya organisasi juga dikenal sebagai pedoman dalam menyatukan organisasi dengan memberikan standar yang tepat tentang apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

5. Terakhir, fungsi budaya organisasi dapat menjadi mekanisme akal dan kontrol yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.

ANALISIS BUDAYA ORGANISASI PADA PERUSAHAAN GOOGLE

Sejumlah peneliti telah melakukan kajian seputar konsep budaya organisasi. Walter R. Freytag mendefinikan budaya organisasi sebagai

… a distint and shared set of conscious and unconscious assumptions and values that binds organizational members together and prescribes appropriate patters of behavior.”

Freytag menitikberatkan pada asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang disadari atau tidak disadari yang mampu mengikat kepaduan suatu organisasi. Asumsi dan nilai tersebut menentukan pola perilaku para anggota di dalam organisasi.

Peneliti lain seperti Larissa A. Grunig, et.al., mendefinisikan budaya organisasi sebagai

… the sum total of shared values, symbols, meaning, beliefs, assumption, and expectations that organize and integrate a group of people who work together.”

Definisi Grunig et.al. ini mirip dengan yang telah disampaikan Freytag sebelumnya, yaitu bahwa budaya organisasi adalah totalitas nilai, simbol, makna, asumsi, dan harapan yang mampu mengorganisasikan suatu kelompok orang yang bekerja secara bersama-sama.

Definisi lain, dan ini merupakan definisi dari seorang perintis teori budaya organisasi, diajukan oleh Edgar H. Schein. Schein menyatakan budaya organisasi sebagai

“…. a pattern of shared basic assumption that was learned by a group as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new member as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problem.”

Schein menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah pola asumsi-asumsi dasar yang bersifat valid dan bekerja di dalam organisasi. Serangkaian asumsi dasar dapat dipelajari oleh para anggota organisasi. Budaya organisasi mampu bertindak sebagai pemberi solusi atas masalah organisasi, berperan selaku adaptor terhadap faktor-faktor yang berkembang di luar organisasi, serta dalam melakukan integrasi internalnya dari para anggotanya.

Definisi yang lebih rinci mengenai budaya organisasi diberikan oleh Matt Alvesson, bahwa saat bicara mengenai budaya organisasi, maka

“ … seems to mean talking about the importance for people of symbolism of rituals, myths, stories and legends and about the interpretation of events, ideas, and experiences tha are influenced and shaped by the groups within they live. I will also, however, take organizational culture to include values and assumptions about social reality …”

Sintesis dari pemahaman tersebut adalah budaya organisasi merupakan totalitas nilai, simbol, makna, asumsi, dan harapan yang dapat memberikan solusi bagi faktor-faktor yang berkembang di luar organisasi sekaligus mampu menjadi perekat bagi anggota-anggotanya.

Google mempertahankan budaya organisasionalnya pada istilah sederhana: futuristik dan tidak mementingkan diri sendiri, akan tetapi pemikiran tersebut dibagikan dan diikuti, seperti yang dikatakan oleh salah seorang pendirinya, Sergey Brin bahwa dia tidak berpikir bahwa budaya merupakan sasaran, tetapi justru berpikir bagaimana untuk meningkatkan budaya. Lebih lagi, seperti yang dikatakan culture chief officer Google, Stacy Savides Sullivan bahwa dia mencirikan budaya sebagai sesuatu yang berorientasi pada tim, sangat kolaboratif dan mendorong orang untuk berpikir non-tradisional, berbeda dari mana mereka pernah bekerja sebelumnya — bekerja dengan integraitas dan untuk kebaikan perusahaan maupuns eluruh dunia, yang terikat pada keseluruhan misi untuk mewujudkan semua informasi dapat diakses di seluruh dunia (berdasarkan Strategi global market Google menyadari bahwa budaya organisasional harus dimodifikasi sesuai dengan budaya nasional sehingga membuatnya senantiasa menjadi yang terbaik dalam industri. Dengan meningkatnya globalisasi, kinerja dan nilai-nilai karyawan yang disejajarkan dengan strategi perusahaan serta manipulasi budaya untuk mencapai sasaran organisasional (Ogbonna and Harris, 2002).

Secara organisasional, Google memelihara atmosfer causal dan demokratis, menghasilkan diferensiasinya sebagai flat company. Perusahaan yang tidak dicirikan dengan banyaknya personel pada middle management dan otoritas dari upper management, akan tetapi sangat sulit untuk membedakannya pada kategori terpisah. Tim merupakan seluruh anggota dengan otoritas dan tingkat otonomi yang sama.

Tekno-demokrasi merupakan hal yang dipelihara oleh Google. Google mempertahankan aspek budaya yang unik:

  • Sentuhan lokal seperti gondola di Zurich, mengekspresikan lokasi dan kepribadian masing-masing kantor yang unik.
  • Anjing, lampu lava, dan kursi pijat.
  • Double rooms (hanya ada sangat sedikit single office) dengan tiga atau empat orang anggota.
  • Foozball, darts, beragam video games, pianos, meja ping pong, lap pools, gyms yang juga terdapat yoga dan kelas dansa.
  • Kelompok-kelompok sosial seperti kelas mediasi, klub film, kelompok pencicip wine, dan klub salsa.
  • Makanan sehat yang beragam di café, tempat duduk outdoor
  • Snack dan minuman untuk semua karyawan sepanjang hari

Budaya Google adalah yang paling positif, berpengaruh, mencakup semua, memacu produktivitas, yang dapat dilihat oleh dunia.

Etzioni mengajukan tipologi organisasinya yaitu : (1) Organisasi Koersif; (2) Organisasi Utilitarian; dan (3) Organisasi Normatif. Organisasi Koersif adalah organisasi di mana para anggotanya terperangkap dalam alasan fisik dan ekonomi sehingga harus mematuhi apapun peraturan yang ditimpakan oleh otoritas. Organisasi Utilitiarian adalah organisasi di mana para anggota dimungkinkan untuk bekerja yang adil untuk hasil yang adil pula serta adanya kecenderungan untuk mematuhi beberapa aturan yang esensial di samping para pekerja menyusun norma dan aturan yang melindungi diri mereka sendiri. Organisasi Normatif adalah organisasi di mana para individunya memberi kontribusi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri.

Berdasarkan tipologi organisasi yang diajukan oleh Etizoni, maka Google termasuk organisasi normatif karena semua anggota organisasi memiliki visi yang sama dengan Google, yaitu berusaha untuk mengedepankan inovasi dan semangat untuk memajukan organisasi menjadi leader dalam dunia dot-com. Sedangkan tipe budaya perusahaan menurut Cameron dan Quinn, Handy diantaranya yaitu:

  1. Budaya Kekuasaan (Power Culture). Merupakan sumber kekuatan inti yang menonjolkan kontrol. ada beberapa peraturan atau prosedur dan atmosfer kompetitif, berorientasi pada kekuatan, dan politis.
  2. Budaya Peran (Role Culture). Pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan. Peran atau deskripsi jabatan adalah lebih penting daripada orang yang mengisi jabatan tersebut.
  3. Budaya Pendukung (Support Culture). Tujuannya bersama-sama membawa orang yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas. Pengaruhnya lebih didasarkan pada kekuatan ahli daripada kekuatan posisi atau pribadi.
  4. Budaya Orang (People Culture). Individu adalah titik utama, perusahaan hanya ada untuk melayani individu yang ada dalam perusahaan.

Berdasarkan tipe-tipe tersebut, maka budaya perusahaan yang berlaku pada Google adalah People Culture. Hal ini dinyatakan pada pernyataan Larry Page selaku CEO Google, yang mengakui bahwa:

“Orang-orang di balik layarlah yang membuat Google menjadi perusahaan seperti saat ini. Kami memperkerjakan orang-orang yang cerdas dan tekun, dan kami lebih mengutamakan kemampuan di atas pengalaman. Meskipun Karyawan Google berbagi tujuan dan visi yang sama untuk perusahaan, kami menerima semua orang dari latar belakang yang berbeda dan dengan keragaman bahasa, yang mencerminkan pengguna global yang kami layani. Di luar pekerjaan, Karyawan Google melakukan bermacam hobi, mulai dari bersepeda hingga beternak lebah, mulai dari bermain frisbee hingga berdansa foxtrot.

Kami berusaha mempertahankan budaya terbuka yang sering kali dikaitkan dengan perusahaan rintisan, yang mana setiap orang merupakan kontributor aktif dan merasa nyaman untuk berbagi ide serta opini. Dalam pertemuan wajib mingguan kami (“TGIF”) — tidak termasuk yang lewat email atau di kafe — para Karyawan Google mengajukan pertanyaan langsung kepada Larry, Sergey, serta eksekutif lainnya mengenai masalah perusahaan, berapa pun banyaknya. Kantor dan kafe kami dirancang untuk mendorong interaksi antara Karyawan Google di dalam tim dan antartim lainnya, serta untuk menghidupkan percakapan tentang pekerjaan serta bermain.”

Kultur Google sangat informal. Googlers bekerja secara berkelompok di tempat yang sangat padat, dengan tiga atau empat staff berbagi tempat dengan sofa dan anjing. Hierarki korparat hampir tidak kelihatan dan karyawan mengenakan pakaian yang tidak seragam.

ANALISIS BUDAYA ORGANISASI PADA PERUSAHAAN APPLE

Budaya organisasi di Apple yang berpusat pada pola berpikir Think Different, bukanlah hanya sekedar tag line semata. Karena tag line ini terdapat dalam setiap aspek perusahaan, setiap interaksi antar karyawan, dari manajemen eksekutif hingga tenaga penjualan di toko Apple yang terkenal di seluruh dunia.

Bagaimana budaya organisasi itu sendiri dirumuskan oleh Apple ? Pada awalnya Apple membentuk tim budaya, selanjutnya mereka melakukan assesment budaya dan membuat rumusan value dan slogan baru. Kemudian perusahaan mulai melakukan kampanye internal atas hal tersebut, dan untuk itu Apple sering mengundang pakar atau motivator handal guna berbicara di depan karyawannya tentang budaya baru dan perubahan. Bahkan Apple juga melakukan dialog dengan karyawannya mengenai kejadian-kejadian terbaik yang pernah dialami oleh karyawan perusahaan Apple (pada semua level). Kejadian terbaik adalah kejadian dimana tercapai keberhasilan, dengan adanya passion-antusiasme, adanya kepercayaan diri, dan memicu lahirnya keinginan untuk mengembangkan diri.

Secara umum ada sembilan budaya organisasi yang diyakini oleh semua karyawan Apple, berawal dari tag line Think Different ini dan hal tersebut adalah:

1. Memberdayakan Karyawan Untuk Berbeda.

Ketika reporter CBS bertanya kepada satu sumber mengapa karyawan Apple selalu tampak bersemangat dalam bekerja, dia menjawab memang kedengarannya aneh, tapi dalam hal ini memang leinginan dari Steve Jobs sendiri. Dia mengatakan bahwa mereka dapat membuat perbedaan, dan dengan cara seperti menganggapnya dewa teknologi dan mereka mempercayainya. Membuat sesuatu yang benar-benar baru di dunia memang merupakan cita-cita yang sangat tinggi dan tidak masuk akal, tapi untuk Jobs dan Apple hal tersebut sepenuhnya adalah realitas. Walaupun keinginan tersebut akan bisa mengguncangkan alam semesta.

2. Hal Terpenting Adalah Nilainya.

Menurut banyak karyawan di Apple, bekerja di tempat tersebut sangat menyenangkan. Karena banyak memiliki peraturan kerja yang fleksible, mereka datang dan pergi sesukanya. Namun semuanya menyakini akan tujuan bersama yang harus dicapai untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Keyakinan tersebut tidak hanya 100 persen tetapi 110 persen. Jadi pada intinya kebebasan dan fleksibilitas kerja yang bertanggung jawab, asalkan pekerjaan mereka bisa selesai tepat waktu. Bahkan pernah ada sebuah cerita ketika seorang manajer Apple muncul dalam rapat tanpa mengenakan alas kaki, an tidak ada seorangpun yang memperdulikan atau bahkan memperhatikannya.

3. Menghargai Jasa Para Inovator.

Dalam sebuah reportase dari BNET menyebutkan bahwa proses bekerja di Apple adalah sebuah perpaduan antara dunia industri hi-tech dengan karya seni lukisan dari Leonardo da Vinci. untuk itu manajemen Apple selalu mensupply input berkualitas tinggi kepada grup tertentu dengan sangat cermat, sehingga mereka nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Dengan demikian karyawan yang paling berharga dan produktif — adalah salah satu aset perusahaan yang paling tangguh.

4. Lakukan Hal Penting Secara Internal.

Hal ini sebenarnya bertentangan dengan budaya organisasi, yang ada pada sebagian besar perusahaan teknologi di masa lalu. Dimana semuanya terdapat pada hirarki organisasi secara vertikal. Apple justru melakukan hal sebaliknya karena semua hal yang penting bagi perusahaan ditempatkan dalam satu lokasi. Mulai dari desain industri, sistem operasi, desain perangkat keras, bahkan untuk bagian marketing, dan Apple berhasil melakukannya dengan memusatkan perhatian pada produk yang jauh lebih sedikit daripada perusahaan elektronik konsumen konvensional.

Memperkuat Pemasaran. Pemasaran adalah salah satu kelemahan besar industri teknologi. Untuk beberapa alasan, CEO berteknologi tinggi tidak memahaminya, atau bahkan kurang menghargai nilainya sebagaimana mestinya. Apple menghabiskan banyak riset untuk memprediksikan keinginan konsumen dan membuatnya menjadi sebuah produk yang disukai oleh banyak orang. Apple selalu mencari tahu apa yang orang inginkan, bahkan ketika mereka sendiri belum pernah memikirkan secara spesifik. Apple tidak menggunakan kelompok fokus atau penelitian khusus yang melibatkan pihak luar, fokus mereka adalah keinginan mereka sendiri.

5. Mengontrol Informasi

Kemampuan ini telah membuat banyak perusahaan teknologi iri, karena Apple mampu melakukan kontrol yang ketat atas segala informasi mengenai produk barunya. Walaupun banyak konsumen antusias dan menantikan informasi mengenai produk dari Apple yang akan datang, mereka tetap tidak akan bisa mendapatkannya hingga saat terakhir ketika Steve Jobs mengumumkannya sendiri. untuk mengontrol hal ini bahkan Apple tidak segan untuk memecat semua pihak yang terbukti melakukan pembocoran informasi, bahkan di level manajer sekalipun.

6. Hal Kecil yang Sangat Bermanfaat

Seorang karyawan Apple menceritakan bahwa saat peluncuran iPhone 4, manajemen Apple memberikan makanan gratis kepada mereka semua. Bahkan ada beberapa gerai Apple yang menyediakan fasilitas pijat untuk semua karyawan. Semua pelayanan kelas utama tersebut disediakan oleh Apple secara gratis.

7. Membantu Orang Melakukan Aktivitasnya Dengan Nyaman

Steve Jobs dalam sebuah wawancara pernah mengatakan bahwa tugasnya adalah membuat hidup mereka lebih nyaman saat melakukan aktivitasnya. Untuk itu dirinya akan mengumpulkan mengambil orang-orang hebat yang dimiliki oleh Apple, kemudian memotivasi mereka dengan visi yang lebih agresif tentang bagaimana hal itu bisa terjadi. Sehingga akhirnya mereka bisa membuat sesuatu yang bisa membuat hidupnya lebih nyaman dan berarti. para karyawan menyetujuinya dan bahkan sangat menikmati proses ini.

8. Teruslah Berusaha Menciptakan Hal Berguna.

Cara kerja Apple saat ini bukanlah ditentukan oleh beberapa desain besar yang diciptakan oleh Jobs atau tim manajemennya. para karyawan sebenarnya menemukan jalan mereka sendiri secara bertahap, selangkah demi selangkah. Bedanya ada pada cara Apple mengaturnya, bagaimana mereka bisa cepat beradaptasi dengan ide atau proses baru yang berhasil. Setelah berpuluh tahun lamanya Apple hanya bisa memberika kontribusi berkisar satu digit saja setiap tahun, namun setelah launching iPod / iTunes mereka telah menemukan formula kemenangan yang gemilang. Kemduian hal tersebut menjadi template bagi keberhasilan Apple pada saat melakukan launching iPhone dan iPad.

9.Berani Berpikir Beda.

Dalam melakukan launching produknya Apple tidak melakukan hal yang seperti dijalankan oleh perusahaan teknologi lainnya, bahkan memilih hari porses pengumuman yang tidak lazim. Seperti menghindari waktunya yang bersamaan dengan penyelenggaraan Consumer Electronic Show (CES) sebuah pameran bergengsi tingkat dunia yang banyak menjadi panutan perusahaan elektronik terkemuka. Apple memiliki pertimbangan sendiri yang berbeda mengenai bagaimana hal-hal yang harus dilakukan atau dilakukan di tempat lain. Apple selalu menemukan caranya sendiri. Seperti kata Jobs dalam sebuah pidato di Universitas Stanford, jangan biarkan opini orang lain menenggelamkan suara hati Anda sendiri.

Sekian semoga bermanfaat yaa…

#STIETridharma #kemendikbudristek #studiindependenbersertifikatmandiri #kampusmerdeka #magangmerdeka #erp #odoo #odooindonesia #Odoo

#OdooIndonesia #PTCtechERPIndonesia #EnterpriseResourcesPlanning

#sisteminformasiintegrasi #totalintegratedsolution #businessdigitaltransformer #crm

#sales #accounting #manufacturing #inventory #purchase #teknikindustri

#teknikinformatika #ilmukomputer #manajemen #sisteminformasi #akuntansi

#akuntansikeuangan #teknikkomputer #SWOT

--

--