PojokanPIM
4 min readDec 22, 2021

Bu Anjani, Selamat Hari Ibu. 🌻

Bu Anjani mengirim pesan pada Ami untuk mengabarkan bahwa ia sudah sampai di depan Amuz Gourmet. Namun, Ami memintanya masuk seolah Ami membutuhkannya di dalam sana secara darurat.

Pramusaji Amuz mengantarkan Bu Anjani ke salah satu meja yang sudah tersedia hidangan pembuka, sebuket bunga matahari, serta gadis semata wayangnya dengan baju putih membalut tubuhnya.
Wajahnya terkejut namun matanya berbinar atas kejutan yang Ami buat malam itu.

🌻: "Cami.. ini apa, sih?"
β˜† : "Selamat Hari Ibu, ya, Bu Anjani. Hehe. Seneng, nggak?"
🌻: "Ya seneng, lah! Lebih ke kaget sih kok kamu bisa begini? Ini disiapinnya dari kapan? Setau aku kalo untuk acara spesial gini harus reservasi dari jauh-jauh hari."
β˜† : "Dari bulan Oktober! Hahaha. Aku tuh tadinya mau ngajak Ibu makan di sini pas ultah Ibu, tapi Ibu ke Semarang kan seminggu, trus pas Ibu pulang aku malah UTS. Jadi keburu basi, kelewat jauh. Aku reschedule deh, buat hari ini."

Bu Anjani menikmati chestnut soup yang masih hangat di hadapannya, sedangkan Ami fokus memperhatikan Bu Anjani.
🌻: "Kamu ngga mau makan apa dulu gitu, appetizer?"
β˜† "Aku nungguin tenderloinnyaaa, tadi sebelum berangkat makan sup tahu-nya Teteh dulu."

Ami sengaja memesan 2 menu utama berbeda dengan Ibunya, agar bisa saling cicip satu sama lain. Grilled Wagyu 9+ Beef Tenderloin untuk Ami, dan Roasted Australian Bultara Organic Lamb Rack untuk Bu Anjani.
Senyum mereka merekah lebih indah dari bunga yang dibawa Ami, lebih hangat dari suhu ruangan Amuz, lebih berkesan dari pemandangan pegunungan di pagi hari, dan lebih ikhlas dari perjalanan hidup di hari-hari kemarin.
Tidak ada pembahasan soal pekerjaan Bu Anjani sebagai psikolog di RS atau dosen di kampus, pun Ami sebagai murid sekolah yang ceritanya agak berwarna tentang pacarnya. Hanya mereka berdua sebagai dua manusia β€” Ibu dan anak.

β˜† : "Bu, aku punya 1 permintaan lagi."
🌻: "Feeling-ku tak enak~"
β˜† : "Aku mau cobain wine, hehehe. Segelas aja, deeeh. Please?" pinta Ami mengiba.
🌻: "No, not today. Aku nyetir, Mi. Nyetir abis minum minuman beralkohol apalagi bawa kamu sebagai penumpang? No."
β˜† : "Ibu bilang aku dugem aja boleh asalkan sama Ibu, ini nggak dugem β€” dan lagi sama Ibu. Cicip sedikit aja kok. Ya ya ya?"
🌻: "Maaf, Sayangku. Tidak. Wine itu bukan kayak Buavita Jambu yang mau kamu refill berapa kali juga gapapa. Gini, deh. Malam tahun baru, aku janji aku bawain white wine kita minum bareng-bareng di rumah. Ajak Arhami, Kak Nad, sama Kak Ariya kalo dia pulang ke Jakarta."

Setelah menghabiskan dessert, Ami masih memesan baguette sandwich untuk dibawa pulang.

Baik Ami maupun Bu Anjani sudah sama-sama mengenakan piyama dan siap tidur, namun Bu Anjani memilih untuk tidur di kamar Ami malam ini.
🌻: "Aku tidur di sini, ya, Mi?"
β˜† : "Enggak mau, ih! Kamu urakan kalo tidur." gurau Ami pada Ibunya yang diakhiri dengan sama-sama tertawa.

🌻: "Cami.. terima kasih, ya? Untuk makanannya, untuk dibayarinnya, dan.. untuk menjadi anakku-nya."
β˜† : "Cami yang makasih sama Ibu. Makasih udah kuat sebagai manusia, sebagai Ibu β€” selepas perceraian sama Ayah, sebagai kakak, sebagai teman. Apa yang aku kasih hari ini, nggak ada seujung kukunya dibanding semua jasa Ibu ke aku."

Bulir hangat mulai mengalir di pipi Anjani sambil terus mendengar Ami berbicara dalam pelukannya.

β˜† : "Buat aku, Ibu itu cukup. Aku bangga sama Ibu yang selalu bisa bantu mengurai kusut dalam kemelut klien Ibu. Ibu yang selalu merentangkan tangan setiap jemput aku pulang sekolah. Ibu yang tetap baik sama Oma, padahal Oma kan mertua Ibu β€” bukan Ibu kandung. Ibu yang nggak memandang rendah Teh Sopi sebagai ART. Ibu yang bisa ikut berteman sama teman-temanku. Ibu yang sigap tiap aku jatuh sakit. Aku mau jadi kayak Ibu suatu saat nanti."

🌻: "Berarti aku juga harus bangga sama diri aku sendiri, Mi."
β˜† : "Kok??"

🌻: "Aku masih jauh dari sempurna sebagai manusia, tapi dipandang kagum sama anak sendiri begini rasanya aku nggak butuh apa-apa lagi. Waktu orangtuaku meninggal, hidupku beneran nggak mudah. Aku kesandung ini dan itu. Dulu, aku mikirnya mau mati ajalah ikut Mama Papaku. Tapi sejak kamu lahir, aku justru ngerasa aku nggak bisa dan nggak boleh mati. Aku harus hidup buat kamu, buat berterima kasih sama Tuhan karena udah nitipin kamu ke aku.

β˜† : "Kita harus sehat dan hΓ¬dup yang lama, ya, Bu. Aku nggak bisa kalo Ibu nggak ada."
🌻: "Di tubuh kita ada darah yang sama, kita hirup udara yang sama, di beberapa waktu, aku kayak liat diri aku di kamu. I promise we had each other, Mi. Ibu sayang sekali sama Cami."

Mereka pun menutup hari dengan hati yang penuh, cinta yang utuh, dan segala beban terasa luruh.