Gagal SBMPTN, Ternyata Salah Jurusan!

Annisa Ardiani
10 min readMay 26, 2017

--

SBMPTN adalah salah satu momen yang paling penting dalam kehidupan tahun akhir di SMA. Memang tidak semua yang menantikan momen ini, tetapi mayoritas lulusan SMA ingin masuk ke PTN.

Segala usaha dan doa dilakukan. Ikut bimbingan belajar, belajar hingga larut malam, ibadah, berdoa, dan yang lainnya. Konsultasi tentang jurusan dan universitas pun tidak dilakukan hanya sekali. Tapi, jika semua itu sudah dilakukan tapi tetap tidak tembus jurusan dan PTN impian, bagaimana?

Nama gue Icha. Gue merupakan lulusan SMAN 8 Jakarta tahun 2015, jurusan IPA. Kalo dilihat dari asal SMA gue, pasti orang-orang langsung bilang:

Wah, lo mah pasti masuk UI atau ITB. Kan anak 8.

Enak yaa anak 8, pasti gampang masuk UI atau ITB.

Dan lain sebagainya.

Apakah hal itu benar? Nggak juga.

Dulu, gue ingin sekali menjadi dokter gigi. Alasannya sederhana, gue nggak suka fisika jadi nggak mau ambil teknik dan gue nggak mau ambil kedokteran yang umum karena pesaingnya banyak (also I didn’t want to be a doctor anyway). Sebenarnya bukan hanya itu, gue juga ingin membantu orang lain dan gue pikir kalau jadi dokter gigi bisa kerja di rumah dengan buka klinik. Jadi, gue masih bisa mengawasi rumah dan anak-anak gue nanti.

SNMPTN, SBMPTN, dan Ujian Mandiri 2015

SNMPTN 2015 atau undangan, gue memilih hanya 1 pilihan: FKG UI. Sebenarnya nilai gue nggak bagus-bagus amat. Termasuk yang menengah ke bawah di urutan anak-anak yang mau masuk FKG UI di angkatan gue. Setelah pengumuman dan dinyatakan nggak lolos, gue nangis.

Sebenarnya gue udah tau dan nggak seharusnya gue berharap di SNMPTN, tapi tetap sedih karena teman-teman gue banyak yang lolos. Jadi, ada pressure tersendiri dan teman belajarnya jadi berkurang. Akhirnya gue benar-benar usaha dan banyak ibadah. Nilai try out di bimbingan belajar gue segitu-gitu aja. Dengan tekat kuat serta minta doa dan konsultasi sana sini, akhirnya gue optimis.

SBMPTN 2015, gue pilih: 1. FKG UI 2. FKG UB 3. FKG Unsoed. Sebenarnya itu jauh dari yang gue inginkan. Pengennya pilihan kedua dan ketiganya Unpad/UGM. Tapi mengingat nilai TO gue yang segitu-gitu aja, I had to be realistic. Gue akhirnya memilih pilihan itu. Gue termasuk orang yang nekat juga pilihan 1 nya UI. Gue memang masih sangat UI-minded dulu.

Saat pengumuman dan dinyatakan tidak lolos, gue nangis sejadi-jadinya. Gue sampai berpikir, “even di pilihan ke 3 gue masih ga dapet??” Demotivasi. Pressure semakin bertambah, melihat teman-teman gue banyak yang menyusul anak-anak yang lolos SNMPTN. Tapi gue terus berdoa semoga dikasih yang terbaik, meskipun dalam hati sangat ingin FKG UI.

SIMAK UI 2015, gue pilih: FKG, Arsitektur, Arsitektur Interior. Kenapa arsitektur? Gue dulu pernah bercita-cita menjadi arsitek. Gue suka melihat bentuk bangunan. Tapi, mengingat arsitektur tidak lepas dari fisika, gue mengubur cita-cita itu. Untuk kasus ini, gue benar-benar menggunakan prinsip “coba aja, siapa tau jalannya di situ.”

Akhirnya, gue nggak lolos juga. Pupus sudah harapan kuliah di UI. Mau tidak mau gue harus kuliah di luar Jawa Barat. Sedih banget. Gue nggak mau jauh-jauh dari rumah.

Terjun di Akuntansi

Akhirnya gue ikut ujian mandiri. Hampir semua ujian PTN mandiri gue ikuti. Bahkan gue rela terbang ke Surabaya dan Malang untuk ikut ujian mandiri Unair dan UB. Gue juga ikut ujian mandiri Undip dan seleksi mandiri UNS dengan nilai SBMPTN. Alhamdulillah, gue lolos Agribisnis UNS. Sisanya tidak lolos. Gue juga ikut seleksi D3 FEB Unpad dan akan ikut STAN. Alhamdulillah, lolos D3 Akuntansi Unpad.

Memilih antara Agribisnis UNS dan D3 Akuntansi Unpad bukan perkara mudah. Apalagi, gue benar-benar nggak mau masuk rumpun sosial humaniora sama sekali. Mama gue lebih menyarankan agribisnis. Selain tingkatnya sarjana, prospek kerjanya juga lumayan fleksibel, masih bisa apply kerja ke bank. Tapi, gue merasa buta banget tentang agribisnis. Belajarnya apa, prospek kerjanya apa, gue nggak tau sama sekali. Kalau akuntansi, gue pernah belajar di SMP walaupun dasar-dasarnya aja. Moreover, my parents are accountants. Jadi kalau gue kesulitan pas kuliah, gue bisa tanya-tanya mereka.

Kemudian orang tua gue tanya, “Di Unpad ada ekstensi buat S1, nggak?” I have no idea. Akhirnya kami mencari tahu dan ternyata Unpad sendiri udah nggak buka program ekstensi. Katanya sih, karena pemerintah udah nggak bolehin universitas buat buka program ekstensi. Tapi, masih ada universitas yang buka program ekstensi: UI dan Unair. Setelah menimbang-nimbang lama, akhirnya orang tua gue setuju ambil D3 Akuntansi Unpad.

Disclaimer: Gue nggak bilang kalo program diploma jelek. No. Menurut gue bahkan program diploma punya kelebihan karena apa yang dipelajarin lebih aplikatif di dunia kerja. Tapi, gue sendiri punya rencana dan mimpi yang mungkin nggak akan bisa gue capai kalau ambil program Diploma.

Kuliah di Bandung

Jujur, gue minder. Banget. Parah. Melihat teman-teman gue yang lain. Ini mungkin titik di mana self-esteem gue terjun bebas. Gue memasuki kampus tanpa mengenal siapa-siapa. Cuma bisa berharap semoga it’s not as bad as I imagine.

Tapi ternyata, gue bisa dapet temen deket just in a month, I guess? Gue mengenal mereka dari ospek jurusan. Mungkin karena beberapa dari kita sama-sama dari Jabodetabek (HAHA maaf agak sentris) dan nyambung kalo ngobrol jadi ya udah deket (credit to my loves: Sonya, Deti, Nana, Elista, Alnat, Rena, Fira, Riny). Karena itu, gue ga kepikiran sama sekali buat SBMPTN lagi pas semester 1. Tapi, gue tetep tes STAN. Atas permintaan kedua orang tua gue yang merupakan alumni STAN. “Mungkin aja kamu bisa masuk STAN. Kan mama sama ayah dulu di STAN,” begitu katanya. Ya sudah sebagai anak berbakti gue menuruti. Sampe rela bolos kelas pengantar akuntansi yang dosennya killer.

Tahap 1 (tes tulis), alhamdulillah lolos. Tahap 2 (tes fisik), ga lolos. Sebenarnya, gue ga kecewa banget. Tapi ada perasaan “Orang tua gue bisa masuk STAN, kok gue ga bisa?”. Ya, kalo ga rezeki ya gimana. Jadi akhirnya gue melanjutkan kuliah gue di sana.

Lalu, teman gue ngajak nonton Jazz Goes to Campus alias JGTC alias acara festival jazznya FEB UI. Akhirnya berangkatlah kita, berlima kalau nggak salah, pokoknya nggak semua ikut karena satu dan lain hal. Singkat cerita, setelah gue nonton JGTC, terbesit di kepala gue “Gila, ini kampus keren! Gue mau kuliah di sini!” Since then, gue mantap mau ikut SBMPTN 2016. It was November 2015. H-7 bulan. Masih ada waktu.

Persiapan SBMPTN untuk kedua kalinya

Persiapan gue menuju SBMPTN 2016 termasuk gila-gilaan. Kenapa? Karena gue sama sekali nggak suka pelajaran IPS. Jadi, gue pikir kalau mau lolos jalur Soshum gue harus superambis. Berhubung gue udah belajar akuntansi dan sedikit ekonomi di kuliah, jadi gue memutuskan untuk belajar sejarah dulu — materinya paling banyak, hafalan, dan gue pernah remedial pas SMA.

Gue mulai belajar Desember 2015, setelah UAS di Unpad. Gue belajar sendiri dengan bantuan Zenius. Gue udah pake Zenius dari persiapan SBMPTN 2015. Tapi memang, nggak gue pergunakan dengan optimal. Surprisingly, gue jadi suka sejarah. Banget. Yes, you read it right! Zenius menjalaskan materi sejarahnya step-by-step dan jelas. Nggak bikin bosan, nggak bikin mumet. Gue selesain semua materi sejarah itu dalam 1 bulan.

Gue pikir nggak perlu ikut bimbingan belajar dari awal, ikutnya pas intensif aja. Tapi, Mama dengan tetiba bilang ke gue. “Yuk, ke Bandung cari bimbel,”. Antara senang dan takut. Gue kuliah, BEM juga. Kalau kuliah gue jadi lepas banget gimana? Kalau IP gue terjun gimana? Kalau orang-orang jadi tahu gue mau SBMPTN lagi gimana? (Yes, gue sebisa mungkin nutupin ini dari orang-orang karena nggak enak). Tapi, akhirnya gue mengiyakan Mama karena IP gue semester kemarin lumayan tinggi jadi masalah IP nggak jadi beban. Kalo BEM? Alhamdulillahnya, kegiatan BEM gue udah padat di semester kemarin dan somehow semester kedua gue superlenggang. Jadi, nggak masalah.

Setelah survei bimbel, akhirnya gue pilih Ganesha Operation alias GO. Kenapa ga Inten lagi? Nggak kuat sama jadwalnya, padet banget ngalahin jadwal kuliah gue. Di antara semua itu, GO yang jadwalnya paling memungkinkan. Dan ternyata, Sonya juga daftar GO! Seneng banget jadi ada teman. (By the way, Sonya juga dari awal udah mau ikut SBMPTN lagi. Dan parahnya, dia bener-bener melepas kuliahnya. Padahal belom tentu SBMPTN 2016 dapet). Di GO, gue bertemu dengan orang-orang baru. Gue di kelas 3IPSJ21 bersama Sonya. Awalnya cuma kenal Sonya tapi karena Sonya sksd dan berisik dan udah sohib sama guru-gurunya (yes, doi alumni GO) jadinya sekelas rame. Dari sekian orang, beberapa orang akhirnya jadi deket karena sering belajar bareng dan sampai sekarang pun masih sering berkabar (credits to: Sonya — yes, you again lol dan sekarang di HI UGM, Ilman — sekarang di Bisnis Islam FEB UI dan satu fakultas sama gue, Fahmi — sekarang di Atropologi UGM, Diky dan Dito — sekarang di UPI, Esther — sekarang di Polban, dan Raudya/Dea — sekarang di Unjani). Since then, jadwal gue tiap hari jadi pagi ngampus siang GO. Dan di GO bisa sampe malem alias maghrib (gue sempet heran kenapa baru maghrib udah tutup, padahal kalau tempat les di Jakarta bisa sampe jam 10 malem). Abis GO biasanya gue mengulang pelajaran tadi siang atau yang gue belom bisa. Bahkan waktu itu pernah belajar bareng di Mcd Dago sampe subuh lol.

Selain itu, guru-guru GO juga baik-baik banget! (By the way, gue dulu GO di Jalan Sumatra). Bu Kika, wali kelas yang baik banget dan selalu relain kelas tambahan sosiologi, pak Aryo alias AK (sebenernya lupa tapi seinget gue begitu, huhu maafkan gue emang pelupa) yang jelasin ekonominya enak banget — kalo kata Sonya udah kayak eksekutif muda kalo ngajar, bu Isni yang lucu banget dan bikin belajar sejarah jadi fun, bu SV yang supermodis dan superpinter geografinya (yang akhirnya memecahkan peresepsi kalo kunci dari geografi itu hafalan, sebenarnya bukan hafalan tapi harus luas banget pengetahuannya), dan guru-guru lainnya yang gue lupa nama-namanya but they are so helpful and kind. Oh iya lupa cerita, gue dan Sonya pas daftar langsung disuruh TO. Surprisingly, peringkat TO gue langsung yang pertama. Gila! Nggak nyangka banget. Even gue ngalahin anak-anak SMA yang udah 3 tahun belajar IPS. Di situlah gue sangat optimis kalo gue bisa berhasil tahun itu.

Selain bimbel dan belajar sendiri, gue juga minta soal ke teman-teman gue yang bimbel di tempat lain buat nambah referensi soal dan ikut try out di luar bimbel. Ini pertama kalinya gue ikut try out di luar bimbel, sebelumnya gue males ikutan. Gue ikut TO nya FK Unpad, dan beberapa TO lainnya yang kalo gue nggak salah ingat ada 4 mungkin. Setelah itu, gue merasa kalau try out di luar bimbel itu penting. Karena even lo di tempat bimbel segede Inten yang siswanya ratusan, tapi tetap saingan lo masih banyak di luar sana. (By the way, FEB UI juga ada try out SBMPTN tiap tahunnya. Klik di sini kalau mau ikutan ya! *sekalian promosi*).

Pas tibanya pendaftaran SBMPTN 2016, gue udah memutuskan kalau gue mau ambil akuntansi wherever the university is. Sempat berpikir untuk ambil manajemen, tapi karena pernah mengalami ujian manajemen dan rata-rata ujiannya esai gue jadi takut kalau nanti nggak bisa survive. Akhirnya, gue pilih akuntansi lagi karena gue merasa bisa-bisa aja dan nilai gue selama kuliah lumayan bagus. Tadinya, gue mau pilih UI, UGM, Unpad. Yes, pilihan yang sangat optimis karena gue melihat progress gue selama ini kiranya bisa mencapai itu. Tapi, nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi di hari H. Jadi, gue pilih posisi aman di pilihan ketiga. My final option was: UI, Unpad, Undip.

Seperti kebanyakan orang, semakin dekat hari H malah semakin nggak semangat. Tapi, gue sangat insecure. Jadi, walaupun udah mumet belajar tetap gue baca-baca tapi nggak dipaksain. Akhirnya, gue kuatin di doa. Banyak ibadah (Oh iya, gue dari awal ga cuma kuatin di belajar aja, ibadah juga sebisa mungkin meng-fardhu-kan yang sunnah).

Hari H

Tempat tes gue jauh lebih bagus dari yang tahun lalu. Bersyukur juga karena sebenernya tahun lalu agak ke-distract gara-gara kepanasan, ruangannya gak ber-AC. Deg-degan pastinya. Soal TKPA-nya gila. Beda tipe dari yang tahun-tahun lalu dan bikin lumayan menguras waktu. Tapi Alhamdulillah lumayan banyak ngisinya. Soshum-nya Alhamdulillah lancar. (Oh iya, buat TKPA gue beli buku di Gramedia buat latihan-latihan tipe soal TPA). Mama ga nungguin kayak tahun kemarin, bikin deg-degan juga. Tapi, pas pulang tetep dijemput Mama.

Gue juga daftar SIMAK UI 2016. Pilhannya: Akuntansi reguler, Akuntansi paralel, Manajemen, Ilmu Administrasi Niaga reguler, Ilmu Administrasi Niaga paralel, dan Ilmu Administrasi Fiskal. Sebenarnya dalam hati mau daftar sastra, tapi ya sudahlah (ini cerita lain lagi). Tempat tesnya sama seperti tahun lalu. Sama seperti tes SBMPTN, gue merasa lebih tenang dan lebih bisa ngerjain soal-soalnya.

Pengumuman

Hari H pengumuman, gue lagi sibuk sesuatu (again, lupa sibuk apa). Tapi gue maksain buat nyempetin buka pengumuman di rumah. Seperti biasa, server-nya down. Emang, anaknya nggak pernah belajar dari pengalaman. Bukannya buka di mirror link website universitas yang kiranya nggak banyak di buka, malah buka website SBMPTN. Setelah menunggu sekian lama (minta bantuan seseorang alias Gaff buat buka di website lain) akhirnya bisa diakses. Setelah ngasih tahu nomer tesnya, gue nunggu dengan deg-degan dan entah kenapa nggak se-deg-degan dulu. Kalau kayak gini, biasanya pertanda baik buat gue.

Setelah ada notifikasi “sent you a picture” di line, akhirnya langsung gue buka. Alhamdulillah, bukan warna merah, dan Akuntansi UI! Seneng banget! Oh iya, gue juga ikut tes mandiri Universitas Diponegoro (Undip) dan alhamdulillah lolos juga Akuntansi Undip. Lega banget rasanya segalanya paid off dan bisa “balas dendam” sama tahun kemarin ditolak berkali-kali dan tahun ini lolos 2. Alhamdulillah🙂

Akhirnya gue bisa bikin orang tua senang dan bangga. Dan akhirnya bisa membuktikan ke diri sendiri kalau gue bisa. Gue bisa kayak teman-teman gue yang lain. Tapi gue dulu salah pilih jurusan. Gue kurang ambis. Dan emang Allah udah kasih jalannya kalau gue harus telat setahun. But it isn’t that bad, kalau di kuliahan banyak kok yang telat setahun bahkan dua tahun. I’m not alone. Since then gue percaya, Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik buat kita, asal kita mau berusaha. Do the best, then let God do the rest.

Tapi, apakah berarti sekarang gue nggak salah jurusan? Let’s see. Gue nggak mau banyak berespektasi. Apapun yang terjadi nanti, gue yakin itu yang terbaik yang bisa gue dapatkan.

It’s so worth the fall when you land where you want to.

-Daydream, Tori Kelly

By the way, kalau kalian ada pertanyaan terkait gap year atau tips untuk bisa mengejar ketertinggalan buat persiapan SBMPTN, feel free buat DM ke Instagram: @ardianicha. I’ll happy to help you:)

--

--

Annisa Ardiani

Marketing, Travel, Fitness, and Education Enthusiast | A graduate student in Marketing at NYU | Social Media: @ardianicha | LinkedIn: Annisa Ardiani