hari ini aku lihat bulan terang sekali.

Arina Salsabila
3 min readJun 15, 2020

Pada suatu malam, di sela sela isak yang perlahan mereda, aku putuskan untuk menghubungimu.

Jujur aku bingung sekali, takut kamu tak akan merespon dengan baik karena mungkin kamu sedang sibuk, atau sekedar tak mau diganggu.

Kuputuskan untuk tetap memberanikan diri karena mungkin aku sedang butuh didengar, sekedar didengar olehmu menurutku sudah lebih dari cukup.

Aku tahu kamu tak sehangat itu, tetapi aku selalu nyaman dengan kamu yang dingin seperti ini.

Dering teleponku akhirnya berhenti dan aku mulai bicara. “Hai, apa kamu dengar aku?”

Seperti ada jeda sepersekian detik, hingga akhirnya kamu menjawab,

“Hai, iya aku dengar suaramu.” Suara beratmu terdengar di seberang telepon.

Aku masih ragu apakah aku akan melanjutkan ceritaku atau aku bertanya hal lain saja atau aku matikan saja teleponku agar aku tak menggangumu, aku bingung.

“Kamu, sedang sibuk ya?”

“Hmm, tidak begitu.”

Akhirnya aku mencoba untuk memberanikan diri untuk memulai cerita,

“Aku ingin sedikit bercerita tentang hari hariku akhir akhir ini, bolehkah?”

“Silakan.” Jawabmu setelahnya.

“Akhir-akhir ini entah kenapa rasanya sesak, aku seperti muak dengan rutinitas rutinitas baru yang menurutku — membuat aku semakin malas dan terlena.

Aku tahu tidak seharusnya aku salahkan semesta, tidak seharusnya aku marah dengan waktu yang seakan selalu berlari. Padahal aku belum bergerak, bangun dari kasur pun rasanya seakan sulit sekali.

Aku juga tahu diluar sana kenyataannya banyak sekali orang yang sudah bisa beradaptasi dengan baik, sedangkan aku masih terseok-seok dan tak tahu harus mulai dari mana. Sebenarnya membandingkan diriku dengan orang lain bukanlah jawaban yang tepat dari masalah ini, malah bisa memperkeruh suasana kalau aku terus terusan membanding bandingi.

Harusnya aku mulai saja ya fokus dengan diriku sendiri, pelan pelan bangun, dan lihat bahwa hariku sebenarnya masih panjang, masih banyak yang bisa kuperbaiki.”

Aku mengambil jeda untuk mengambil nafas dan menenangkan diriku, melihat sekeliling kamar dan luar jendela yang memaparkan suasana malam dan juga bulan yang cantik sekali. Kemudian aku kembali melanjutkan cerita

“Hei, kamu masih disana?, masih dengar aku?”

Hari ini aku lihat bulan terang sekali, sinarnya seakan memberiku sedikit petunjuk kepadaku bahwa aku bisa memulai lagi.

“Yaa, aku dengar kamu, kamu masih mau lanjutkan cerita?” kamu menjawab dengan sedikit hangat, seperti kamu yang biasanya. Kamu adalah pendengar yang baik dan tidak pernah menyela cerita.

memulai mimpi yang mungkin sudah berhari-hari bahkan berminggu-minggu ini tak aku hiraukan lagi,

memulai menghargai diriku kembali yang sebelumnya sering aku maki maki,

memulai tersenyum dan bangkit lagi untuk hari yang lebih baik di depan nanti.

“Iya, sedikit lagi.” Aku kembali melanjutkan akhir dan simpulan ceritaku,

“Aku tahu ini bukan hal yang mudah, buatku, buatmu, juga buat semesta. Tetapi sekarang bukan saatnya kita untuk mengeluh lantas tak melakukan apa apa bukan?

Hidup ini penuh lika liku ya, tetapi berproses adalah hal yang harus bisa kita tempuh, memang tak ada yang sempurna dari hidup tetapi jika kita bisa belajar menjadi lebih baik setiap harinya bukankah itu sudah lebih cukup dari sebuah kesempurnaan?” Akhirnya, aku akhiri ceritaku.

Ada jeda yang tercipta cukup lama, membiarkan aku menebak nebak apa yang sedang kamu pikirkan, kamu dengan segala kecerdasanmu yang selalu membuatku penasaran, juga kekhawatiran karena mungkin hal ini akan terdengar bodoh olehmu.

“Iya, kamu benar, hidup kita terdiri atas bagian bagian kecil dari diri kita yang selalu melakukan proses setiap harinya. Tidak melulu hasilnya akan selalu baik, burukpun bisa kita jadikan proses. Sedihmu itu tidak apa, wajar sekali” jawabmu, yang membuatku sedikit tenang.

Jakarta,7 juni 2020.

--

--

Arina Salsabila

I tell stories through writings, melodies, and a glimpse of my shots and recordings. Hope this journal finds you well.