Jenjang Kecakapan dalam Berteknologi

Ariya Hidayat
4 min readJan 4, 2019

--

Beberapa pekan yang silam, semasa saya sedang asyik bertapa di gua yang ada WiFi-nya (baca: kedai kopi), terbersit sedikit pemikiran untuk mengelompokkan keakraban dan keterampilan menggunakan teknologi. Selain berfaedah untuk menajamkan pemahaman, perjenjangan ini juga bisa digunakan untuk berbagai macam kebutuhan lainnya (jika dikembangkan dengan tepat), mulai dari strategi pemasaran ataupun gagasan untuk produk-produk baru.

Secara ringkasnya, saya menjabarkan kecakapan dalam berteknologi menjadi empat tingkatan 4-P: penikmat teknologi, penggandrung teknologi, pujangga teknologi, dan punggawa teknologi.

Sejak dari bangun pagi hingga saatnya terlelap di malam hari, keseharian seorang manusia yang hidup di zaman now sudah tentu tidak lepas dari teknologi, mulai dari yang sudah dianggap wajar (menyalakan lampu dengan memencet sakelar) hingga yang sifatnya sangat kekinian (bercengkerama dengan kawan-kawan lewat Instagram Live). Tak heran, generasi muda sekarang amat terbiasa mengadopsi dan menikmati teknologi untuk bekerja, bersantai, dan berkomunikasi. Hidup kita berputar dari Instagram ke Spotify, dari GO-JEK ke Bukalapak, dari Google Docs ke YouTube. Tidak ada sedikit pun rasa ketakutan atau keengganan. Tak hanya itu, berbagai ragam produk dan layanan berbasis teknologi bahkan telah naik ke tingkatan yang sangat dinikmati penggunanya. Penikmat teknologi, rasanya ini adalah ungkapan yang akurat untuk melukiskan kegiatan kelompok yang satu ini.

Di sisi lain, kita barangkali juga kenal dengan kawan atau kerabat kita yang tidak hanya puas dengan menikmati teknologi itu sendiri. Berbeda dengan para penikmat teknologi, kelompok yang satu ini, yang marilah kita sebut sebagai penggandrung teknologi, punya ketertarikan yang lebih soal bagaimana teknologi tersebut bekerja di belakang layar. Sebagian besar dari kita sudah cukup puas bisa mengendarai motor atau menyetir mobil dari sini ke sana, sementara itu penggandrung motor/mobil tak akan bahagia manakala belum paham mekanisme kopling, cara menguras dan mengganti oli, dan hal-hal utak atik lainnya. Dalam dunia komputer, si tukang gandrung tak cukup sekedar bermain-main Instagram atau Spotify. Dia pun rela menggelontorkan dompetnya untuk membeli Macbook paling gres sehingga bisa digunakan untuk mengoprek dan mengembangkan aplikasi iPhone-nya sendiri. Ada pula yang selalu mengikuti perkembangan dunia pemrograman terkini, CV-nya penuh dengan kelihaian and kepiawaian dalam menggandrungi React Native, TypeScript, Kotlin, hingga Swift. Yang menggandrungi Android tetapi juga punya kerjaan sampingan sebagai seorang YouTuber, barangkali tubuhnya pun sudah dilingkar beragam gadget, dari ponsel teranyarnya Xiaomi, tablet yang menyembul dari jaketnya, tidak lupa juga jam cerdas ala Samsung ataupun pelacak fitness di pergelangan tangan, dengan masing-masing gadget tersebut sudah punya video ulasan di YouTube dengan rinci dan seksama.

Sementara itu, pujangga teknologi adalah binatang yang lain lagi. Tidak cukup hanya menikmati dan menggandrungi teknologi, ada lagi rekan-rekan kita yang masuk ke jenjang yang lebih jauh lagi, yaitu keinginan dan semangatnya untuk menjadi pabrik sumber daya manusia (SDM) sehingga menghasilkan lusinan penikmat, penggandrung, dan pujangga teknologi baru. Bagaimana caranya?

Ternyata seorang pujangga teknologi punya kegemaran yang lain, yakni menuangkan pemikiran, pelajaran, dan pengalamannya supaya bisa diikuti dan diteladani oleh orang lain.

Ini adalah kunci yang sangat penting. Sebagaimana pepatah berkata, pengalaman adalah guru yang paling berharga, dan ini berlaku juga untuk pengalaman orang lain. Di jaman sekarang, mudah bagi kita untuk tenggelam dalam berbagai tren teknologi terkini, dari IoT hingga fintech, kalau tidak pandai memilah apa yang akan dikonsumsi. Nah, tulisan dari seorang pujangga teknologi (dari rentetan ciutan di Twitter ataupun berlembar-lembar makalah di Medium) dalam liku-likunya menggandrungi dan menekuni sebuah teknologi tertentu bakal menjadi bekal yang menarik untuk dibandingkan dengan perjuangan kita sendiri.

Misalnya ada yang mau belajar pemrograman yang kekinian seperti TypeScript, Rust, atau Go, lebih menghemat waktu bila kita menengok pengalaman seseorang yang sudah melewati masa-masa belajar tersebut. Paling kurang, kita akan mencermati langkah apa yang mestinya sudah mulus dan batu sandungan apa yang harus kita waspadai.

Mendalami sebuah teknologi terkadang perlu motivasi yang kuat. Nah, tip-tip yang dibagikan oleh si pujangga teknologi cocok dijadikan pemompa motivasi tersebut.

Jenjang terakhir yang lumayan langka hanya dikuasai oleh para punggawa teknologi. Gamblangnya, grup yang bisa dianggap manusia setengah dewa ini bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan teknologi dengan menjadi penggagas dan pencetus teknologi baru yang akan mengubah dunia (kadang setelah beberapa dekade ke depan). Sebutlah Brendan Eich yang meluncurkan ide membuat JavaScript untuk browser di tahun 1995. Tanpa beliau, entah bagaimana dunia Internet saat ini. Ada lagi Anders Heljsberg yang sangat produktif dari dahulu kala, instrumental sekali dalam pengembangan Turbo Pascal, Delphi, C#, dan belakangan juga TypeScript. Dan tentu saja, di zaman now, banyak yang tidak asing lagi dengan si Satoshi Nakamoto, nama samaran perancang basisdata Blockchain dan pencipta Bitcoin, dua teknologi yang sangat mengundang kontroversi tetapi juga merintis wacana mata uang berbasis kriptografi yang sejatinya bakal mempengaruhi dunia finansial ke depannya.

Tentunya masih banyak lagi punggawa-punggawa teknologi lainnya, yang kadang malah tidak termasyhur dan tidak dikenal khalayak ramai, tetapi hasil karyanya tercatat dalam goresan sejarah dan secara drastis mengubah arah perkembangan teknologi pada khususnya dan kehidupan manusia modern pada umumnya.

Mari kita tingkatkan keuletan dan semangat untuk tidak hanya berhenti menjadi penikmat dan penggandrung teknologi, tetapi juga mendongkrak jenjang kecakapan kita menjadi pujangga teknologi dan satu saat nanti punggawa teknologi!

--

--