Senandung Senyap dalam Kesepian yang Abadi: Refleksi Perjalanan Seorang Tuli

M Arsa Alamsyah
3 min readMar 25, 2023

Rentang sunyi yang selalu menyelimuti diriku, menjadi saksi dari kehampaan yang terus merayap dalam jiwa. Aku merenung dan terus mencari arti dari keberadaanku yang terus menerus dihadapkan pada segala keterbatasan ini.

Setiap hari, aku bertarung untuk melawan rasa galau yang menghimpit. Meski terkadang perjuangan itu memudar dan membuat aku terjerat dalam ketakutan. Namun, aku tak pernah menyerah dan tetap bertahan dalam senyap yang menyelimuti diri.

Suara-suara yang ku ingin kan tak pernah terdengar, bahasa yang ingin ku sampaikan tak pernah dimengerti. Aku merenung dalam kesepian yang menyiksa, mengikuti alur waktu yang tak terlihat dan terus merasakan rasa galau yang melumpuhkan.

Setiap hari, aku menatap dunia luar dengan rasa iri dan hasrat yang membara. Aku ingin melompat ke dalam kehidupan dan menjadi bagian dari dunia yang ramai dan penuh makna. Namun, rintangan yang selalu ada membuat aku tak mampu menggapainya.

Pernah kala, aku terdampar di lautan kebisuan yang gelap dan tidak terhingga. Teman-teman bergabung dalam kegembiraan dan canda, meninggalkan aku di tepi pantai yang sepi dan dingin. Aku hanya bisa menatap kejauhan, merenung dan mencoba untuk mengartikan gelombang-suara yang memecah kesunyian.

Ketika aku mencoba menyelami dunia mereka, tatapan kosong dan tersinggung dengan wajah datar yang tak terbaca. Seperti sebuah lukisan abstrak yang tak dapat kumengerti maknanya, mereka hanya memberikan respons yang sama sekali tak berarti bagiku. Dan aku merasa seperti sedang terdampar di tengah lautan yang tak berujung, tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Seperti dalam keadaan yang gelap gulita, aku meraba-raba dalam kehampaan tanpa harapan untuk menemukan cahaya yang mengarahkan jalanku. Seolah-olah aku hidup di dunia yang tidak dipahami oleh mereka yang menyertai aku dalam hidupku.

Perasaan tak adil menyelinap, seolah mereka tak merasakan rasa sepi yang selalu menghantui kehidupanku sebagai orang Tuli. Rasanya seperti ditinggalkan sendirian di tengah keramaian, diabaikan dan tidak dihargai.

Dalam senyap, aku selalu bertanya-tanya,

“Mengapa terlahir dengan kondisi seperti ini? Mengapa tak bisa mendengar seperti kebanyakan orang lain?”

Tak berhenti mencari jawaban. Ku belajar bahwa senyapku adalah bahasa yang kuat, bahasa yang bisa menginspirasi orang lain. Kadang sedih, aku berusaha mengisi hidup dengan makna dan kebahagiaan.

Meski terdiam dalam sunyi, ku tak pernah menyerah. Aku terus berjuang dan mencari jalan keluar dari kehampaan. Tiap tantangan adalah proses untuk menjadi kuat dan bijaksana. Menerima keadaan dengan tabah dan memperbaiki diri setiap harinya. Tiap usaha membawa hasil dan membantu tumbuh dan berkembang. Meski kadang sulit, aku akan terus berjuang sampai titik terang muncul dan kesepian teratasi.

Kini, aku memilih untuk terus berdiri meskipun dunia terasa berat, memilih untuk terus mencari keindahan di dalam kegelapan. Dan pada akhirnya, aku tahu aku akan menemukannya. Aku yakin bahwa, suatu saat nanti, senyapku akan menjadi cahaya yang membawa kebahagiaan bagi orang lain.

Seperti pohon yang merindukan air di musim kemarau, aku mencari sumber energi yang bisa menghidupkan kembali semangat. Aku mulai menemukan jalan keluar dengan cara berbicara kepada para bijak yang bisa dipercayai, membaca naskah-naskah luhur yang bisa memberikan inspirasi, dan bergabung dengan pertemuan-pertemuan yang bisa memperdalam pengetahuanku.

Dengan berusaha untuk mencari sumber energi yang tepat, aku percaya bahwa semangatku akan kembali membara dan membawaku ke arah kesuksesan yang lebih besar di masa depan.

.

.

.

“Dalam senyapku, aku menemukan bahasa yang kuat dan menginspirasi, bahasa yang dapat membawa kebahagiaan bagi orang lain dan menjadikan diriku lebih kuat dan bijaksana.”

--

--

M Arsa Alamsyah

Mengungkapkan makna dalam keheningan, menari di atas kertas kosong. Aku, penulis kelahiran Tuli, mengekspresikan jiwa yang tak terucapkan dalam kata.