Kehadiran Devin AI di Tengah Tech Winter: Ancaman atau Solusi?

Asada | The Analyst
4 min readMar 30, 2024

--

Beberapa dekade ini, dunia teknologi informasi (IT) menjadi ladang subur bagi para pencari karier yang tergiur oleh potensi besar dan janji-janji keemasan di masa depan. Pesona cepatnya kemajuan teknologi dan keunggulan finansialnya memikat berbagai lulusan untuk menapaki jalan di bidang ini. Namun, akhir-akhir ini dunia teknologi sedang tidak semanis dulu. Adanya fenomena tech winter yang berkelanjutan dan kehadiran kecerdasan buatan terbaru bernama Devin kerap membuat banyak mahasiswa mau pun lulusan IT merasa gelisah.

Photo by Jorge Jesus on Pexels

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan “tech winter”?

Tech winter merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode penurunan yang cukup besar dalam investasi dan minat di industri teknologi. Simpelnya, setelah masa-masa booming, tiba-tiba minat dan investasi di bidang teknologi menurun drastis. Sehingga investor jadi lebih berhati-hati dalam memberikan modal.

Sejak 2022 hingga awal 2023, jumlah orang yang kehilangan pekerjaan di dunia startup dan teknologi mencapai sekitar 190.230 orang, dilansir dari CNBC Indonesia. Angka yang cukup bikin merinding, ya? Oleh karena itu, banyak perusahaan startup yang mengalami kesulitan dan orang-orang kehilangan pekerjaan.

Selain itu, tech winter dapat dikatakan sebagai masa pasang-surutnya perindustrian teknologi. Dulu pasang, kemudian surut, pasang lagi, lalu surut lagi. Begitulah, seperti gelombang di lautan. Di tengah gelombang yang sedang surut itu, muncul kecerdasan buatan terbaru yang akhir-akhir ini sedang viral di dunia teknologi, yaitu Devin AI.

Apa itu Devin AI?

Devin AI adalah kecerdasan buatan software engineer pertama di dunia yang diluncurkan pada 13 Maret 2024. Hadir dengan klaim yang cukup menggoda, dikatakan bahwa Devin adalah teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang bisa membantu membuat program dan kode-kode rumit, mulai dari perencanaan konsep hingga pengkodean.

Dengan adanya AI super cerdas seperti Devin, beberapa orang mungkin senang karena pekerjaan mereka bisa terbantu. Di sisi lain, kemampuan luar biasa Devin dalam menyelesaikan tugas-tugas perangkat lunak mulai dari perencanaan hingga pengkodean, menimbulkan beragam pertanyaan tentang masa depan profesi programmer.

Dengan kecanggihan AI yang semakin meningkat, apakah AI akan dapat menggantikan profesi programmer?

Ada kekhawatiran bahwa penggunaan kecerdasan buatan dalam pengembangan perangkat lunak dapat mengurangi lapangan kerja bagi manusia. Terlebih lagi, ketika Devin diluncurkan, tech winter sedang mengganas. Banyak perusahaan teknologi yang mengalami kesulitan finansial, bahkan harus melakukan pemutusan hubungan kerja massal (PHK). Kondisi ini membuat lulusan IT merasa dilema.

Para programmer akan menghadapi tantangan yang mungkin cukup berat. Dalam hal kesempatan kerja dan stabilitas pasar, kekhawatiran ini bisa saja muncul. Persaingan di pasar kerja semakin ketat, sedangkan peluang untuk mendapatkan pendanaan untuk startup semakin sulit. Dalam konteks ini, munculnya Devin juga dapat memperkuat kekhawatiran tersebut.

Namun, bukan berarti tidak ada harapan. Misalkan, Anda bekerja di sebuah perusahaan yang memiliki database besar dengan struktur yang rumit. Database tersebut berisi berbagai macam komponen yang terpisah. AI tentu tidak akan langsung memahami apa yang harus dikerjakan sampai finish. AI juga tidak dapat langsung mengetahui metode apa yang seharusnya digunakan untuk memilah, membersihkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data-data tersebut.

AI lebih bermanfaat untuk membantu para programmer dalam menyelesaikan masalah-masalah kecil, seperti kesalahan dalam pengkodean. Akan tetapi, untuk masalah yang kompleks, AI belum dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, meskipun AI dapat menangani tugas-tugas dasar, programmer tetap memiliki peran penting dalam mengambil keputusan yang kompleks dan kreatif.

Lantas, apa yang harus dilakukan untuk menyikapi tantangan teknologi ini?

Kecerdasan buatan diciptakan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan mempermudah pekerjaan manusia, bukan untuk menggantikan peran manusia secara keseluruhan. Kemunculan kecerdasan buatan seperti Devin dapat menjadi peluang yang baik untuk belajar dan berkembang. Maka dari itu, penting untuk melihat tantangan dalam perkembangan teknologi ini dengan sikap optimis.

Di samping itu, kita bisa melihat bahwa industri teknologi sendiri terus berkembang dan berubah. Tren dan teknologi baru terus muncul, menciptakan peluang baru bagi para profesional IT yang tangguh dan mampu beradaptasi. Kita bisa mengambil contoh dari masa lalu di mana industri IT telah mengalami masa-masa sulit, tetapi kemudian pulih dan berkembang lebih kuat dari sebelumnya.

Contohnya, ketika krisis finansial global melanda pada tahun 2008. Saat itu, dampaknya juga terasa di industri IT dengan menurunnya investasi dan pemangkasan anggaran teknologi di banyak perusahaan. Banyak perusahaan IT menghadapi tantangan serius, bahkan beberapa di antaranya terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja dalam skala besar. Meskipun menghadapi tantangan yang besar, industri IT tidak menyerah begitu saja. Sebaliknya, situasi tersebut mendorong mereka untuk mencari inovasi dan solusi baru guna bertahan dan berkembang. Kemunculan startup teknologi yang revolusioner, seperti Airbnb, Uber, dan Slack, berhasil memanfaatkan teknologi untuk mengubah cara kita bepergian, berkomunikasi, dan bekerja.

Kesimpulan.

Oleh karena itu, meskipun teknologi terus berkembang, masih ada peran yang hanya bisa dilakukan oleh manusia, seperti kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan moral. Mungkin di balik tech winter dan kehadiran Devin AI, ada peluang baru yang menunggu kita di masa depan. AI seperti Devin tidak akan mengambil alih peran manusia. Mereka hanya membantu kita, bukan menggantikan kita. Sebaliknya, kita harus melihat tantangan ini sebagai peluang untuk terus berkembang dan membangun masa depan yang lebih baik.

Tulisan ini saya lansirkan ke kumparan.

--

--

Asada | The Analyst

A poetic soul of idealistic guise, captivated by art and philosophy.