Love Was Made For Me and You

L -ove,
4 min readDec 8, 2022

--

“Mia, sini keluar. Gua ada di depan. Maaf tiba-tiba dateng,”

Jujur saja, sebetulnya Amira kaget dan tidak tahu apa yang terjadi sampai tiba-tiba Kelana ada di depan rumahnya. Apakah mungkin karena pesan yang beberapa waktu lalu ia kirim-lah yang mengantar laki-laki itu? Tapi daripada menebak-nebak sendiri, Amira pilih untuk bertanya langsung kepada sang lawan bicara.

“Ngapain Lan? Lu nggak jadi main sama Yudha?”

Belum sampai beberapa detik, laki-laki yang ada di ujung telepon itu langsung membalas. Mungkin dirinya sudah siapkan jawaban, atau mungkin karena ia memang punya tujuan jelas.

“Tadi lu bilang ada yang mau dibicarain pelan-pelan kan?”

Ah, ternyata tebakan perempuan itu benar. Amira sudah menebak, tapi kalau dihadapkan dengan orangnya langsung, jantungnya tetap tak bisa diajak kerjasama. Dan Kelana, laki-laki itu memang datang untuk membicarakan hubungan keduanya.

Tak ingin buat sang lawan bicara menunggu lebih lama, Amira kembali balas kalimat sang lelaki dengan bilang bahwa dirinya akan mengganti pakaian terlebih dahulu. “Cuma 5 menit kok, sabar ya Lan.” Begitu katanya. Meski ada satu hal yang mungkin Amira tak tahu. Bahwa Kelana akan selalu bersedia menunggu perempuan itu entah seberapa lama waktunya. Dan 5 menit bukanlah waktu yang panjang.

Tapi daripada ucapkan kalimat itu, dirinya lebih pilih untuk ingatkan sang pujaan hati agar perempuan itu kenakan pakaian hangat daripada harus memulai pertengkaran. Kelana tak ingin sakiti Amira. Salah satu alasan kenapa dirinya ada di sini, yaitu karena ia tak ingin sakiti Amira dengan kalimatnya. Entah dalam keadaan sadar maupun tidak, dirinya tak mau hal itu terjadi.

“Pake jaket, udara malem nggak bagus.”

“Iyaa Kelana.”

Dan seperti biasa, Kelana akan ingatkan Amira untuk gunakan pakaian tebal sebelum laki-laki itu matikan sambungan telepon keduanya. Walau sebenarnya dirinya sedang marah, tapi sepertinya ia memang sudah kelewat cinta untuk hiraukan amarah dalam dirinya sendiri. Yang ada di dalam pikirannya saat ini hanyalah fakta bahwa kesehatan Amira jauh lebih penting dibanding amarahnya.

Tak berselang lama, Amira akhirnya muncul dari pintu rumah dengan jaket berwarna cokelat muda. Kelana tidak tahu karakter apa yang ada di bagian belakang jaket itu, tapi mungkin nanti dirinya akan cari tahu. Sekarang, ia hanya akan pikirkan Amira dan perihal kelanjutan hubungan keduanya.

Kini keduanya sudah duduk di dalam mobil dengan tubuh yang terikat sabuk pengaman. Saat Amira masuk tadi, Kelana langsung pakaikan dirinya sabuk pengaman dan ucapkan kata sapaan. Dari yang Amira perhatikan, sepertinya Kelana sudah tidak terlalu emosi lagi, dan mungkin dirinya sudah bisa mulai berbicara.

“Lan..”

Setelah panggil Kelana, Amira hembuskan napasnya. Sedikit kasar, dan Kelana dapat rasakan kefrustrasian dari sana.

“Kenapa Amira?”

“Maaf buat yang di chat tadi.. Gua beneran nggak maksud buat bilang lu mainin gua or anything that hurts you..

Habis dengar kalimat itu, Kelana bawa mobilnya untuk berhenti di pinggir jalan, lalu ia tatap mata Amira. Lagu berjudul L-O-V-E milik Nat King Cole mulai berputar dari radio mobil Kelana, menambah kesan akan suasana manis yang menyelimuti keduanya.

“Nggak apa Mia, i was just a bit offended, mungkin karna lagi cape juga?”

“Iya maaf,”

Setelah itu hening. Tak ada lagi yang berbicara, hanya ada lagu yang isi keheningan malam itu.

Love is more than just a game for two

Two in love can make it, take my heart and please don’t break it

Love was made for me and you.

Love is indeed made for us, don’t you think?”

Yang barusan itu Amira. Tampaknya perempuan itu sudah lelah dengan sunyi dan memutuskan bahwa keduanya tak perlu membicarakan hubungan mereka secara perlahan.

“Mhm, indeed.”

Dan Kelana hanya mengikuti permainan Amira. Kalau perempuan itu memang tak ingin membicarakan hubungan mereka secara perlahan, maka ia juga tak masalah.

Toh, keduanya sudah habiskan cukup waktu untuk saling mengenal satu sama lain.

“Jadi?”

“Jadi apa?”

Kelana tahu apa maksud Amira, tapi bermain-main sedikit tak masalah, kan?

“Jadi kita pacaran nggak? Katanya lu nggak mau mainin gua, gimana sih”

Tawa Kelana pecah setelah Amira lontarkan kalimat itu. Lucu, pikirnya. Amira yang sedang kesal selalu lucu.

Bukan seram, tapi malah gemas dan lucu. Kelana jadi semakin suka dengan perempuan yang sedang duduk di sampingnya ini.

Maka setelah itu, tangannya raih jemari Amira, lalu ia bawa telapak tangan sang lawan bicara ke depan bibirnya. Kelana cium lalu ucapkan iya.

“Iya, sekarang kita pacaran.”

Wajah Amira memerah, lalu ia tarik jemarinya dari hadapan Kelana. Tapi lagi-lagi Kelana berulah. Kali ini bukan mencium jemarinya, tapi Kelana usap pipi dan pucuk kepala sang perempuan. Keadaan wajahnya tak membaik, malah semakin memerah.

Little did Amira know, jantung Kelana juga berpacu sama cepatnya sekarang. Laki-laki itu juga tak bisa atur ekspresinya, yang ada hanya senyuman cerah karena kini perjalanan hubungan keduanya sudah resmi dimulai.

--

--