Precision Agriculture, Precision Farming dan Digital Farming

Aulia Gusning
4 min readAug 1, 2020

--

Precision agriculture, precision farming dan digital farming merupakan tiga istilah yang saling berkaitan satu sama lain. Bila ditelisik dari kata-kata yang ada, “precision” dalam bahasa Indonesia berarti presisi, akurat, tertakar, dan terukur. Kata “agriculture” atau agrikultur dalam bahasa Indonesia adalah pertanian. Sedangkan “farming” artinya berkebun, bertani, atau bercocok tanam. Pengertian dari kata-kata yang telah disebutkan di atas memberikan gambaran dari maksud ketiga istilah tersebut. Namun, apa sebenarnya precision agriculture, precision farming, dan digital farming secara lebih detail?

Precision agriculture atau pertanian presisi adalah suatu sistem pertanian yang mengintegrasikan penggunaan teknologi dalam mengumpulkan informasi sehingga dapat melakukan proses pertanian secara presisi atau dengan input, tempat, dan waktu yang tepat. Berkebun, bertani atau farming adalah salah satu kegiatan pertanian. Kegiatan bertani yang menerapkan teknik atau sistem secara akurat atau presisi disebut dengan precision farming. Sehingga banyak yang menyebutkan bahwa precision farming termasuk ke dalam precision agriculture. Dalam penerapan pertanian presisi banyak digunakan alat-alat berbasis digital dalam prosesnya.

Precision agriculture atau precision farming intinya ialah menggunakan input pertanian yang tepat dengan teknik, jumlah, tempat, dan waktu yang tepat untuk menghasilkan produksi panen secara maksimal. Input pertanian yang dimaksud ialah seperti pupuk, herbisida, insektisida, benih, dan lainnya. Meskipun untuk melakukan pertanian secara akurat ini membutuhkan banyak informasi, cenderung kompleks untuk kebanyakan petani, dan membutuhkan kerjasama dari berbagai multidisiplin ilmu, namun sistem pertanian presisi mampu meningkatkan laba, mengurangi limbah, mengurangi biaya produksi, dan menjaga kualitas lingkungan.

Konsep dari Precision agriculture atau pertanian presisi sebenarnya bukan merupakan istilah yang baru dalam pertanian global. Precision agriculture dicetuskan pertama kali pada sebuah Workshop yang digelar di Minneapolis pada tahun 1992. Kemudian pada tahun 1980-an akhir, mulai diterapkan pada proses pemupukan yang dilakukan berdasarkan peta kesuburan tanah yang dibuat pada saat itu. Namun proses monitoring masih belum dilakukan karena teknologi yang ada belum mumpuni. Pada tahun 1990, GPS mulai dapat digunakan dan akhirnya menjadi digunakan dalam pengontrolan pertanian. Proses pertanian dengan menggunakan satelit dalam pengontrolannya disebut dengan Satellite Farming. Teknologi yang semakin berkembang membuat pertanian presisi ini kemudian semakin dikenal dan digunakan oleh banyak petani modern di negara maju.

Sebelum melakukan proses pertanian maka seorang petani harus mengumpulkan berbagai informasi yang dapat mempengaruhi proses pertanian. Informasi yang diperlukan antara lain seperti struktur dan tekstur tanah, jenis tanaman yang akan ditanam, dan target panen. Struktur dan tekstur tanah perlu diketahui sebagai informasi dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok atau teknik pengaplikasian nutrisi pada tanah tersebut. Untuk menentukan jenis tanaman yang akan ditanam, petani juga dapat menentukan target panen yang diinginkan dari sebuah tanaman. Informasi berupa karakteristik lahan serta tanaman prospektif yang biasanya dimiliki oleh pemerintah setempat menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tanaman.

Apabila jenis tanaman dan target panen telah ditentukan, selanjutnya petani harus menentukan input seperti jumlah nutrisi yang dibutuhkan untuk tanaman tumbuh secara maksimal. Lagi-lagi petani harus menggali informasi yang mempengaruhi penentuan input pertanian seperti informasi mengenai tanaman pendahulu yang akan memberikan informasi nutrisi yang tersisa di dalam tanah, uji tanah seperti keasaman tanah, kandungan mineral yang terkandung di dalam tanah, suhu di sekitar lingkungan, dan parameter lainnya. Informasi ini harus didapatkan sehingga petani mampu melakukan proses pertanian sesuai dengan kondisi lahan. Meskipun lahan dalam wilayah yang sama namun kebutuhan nutrisi tidak dapat disamaratakan sehingga perlu pemetaan lahan. Dengan demikian, kebutuhan nutrisi seperti pupuk akan disesuaikan dengan data yang didapat. waktu pengaplikasiannya disesuaikan dengan tanaman yang ditanam, dan penggunaan herbisida digunakan berdasarkan data hama pengganggu dari tanaman sebelumnya.

Setelah informasi terkumpul, selanjutnya pengaplikasian input pertanian yang telah ditentukan dapat dilakukan. Dalam proses aplikasinya, proses pertanian seperti penanaman bibit, pengairan, pemupukan, dan lain-lainnya dilakukan menggunakan mesin yang tepat. Mesin-mesin tersebut berbasis digital sehingga dapat diatur secara akurat dan dikendalikan jarak jauh. Hal ini akan menghemat sumber daya manusia yang dibutuhkan. Informasi yang detail akan diolah dan diproses dengan bantuan alat-alat pertanian yang canggih. Meskipun demikian, petani harus memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan kemajuan teknologi pertanian yang ada.

Selama proses pertanian, pengontrolan dilakukan dengan berbagai alat baik hardware maupun software khusus. Contoh alat-alat yang digunakan antara lain Global Positioning System (GPS), Grid soil sampling and variable-rate fertilizer (VRT), Geographic information system (GIS), dan lain sebagainya. Penggunaan alat-alat tersebut akan membantu para petani untuk melakukan pengelolaan lahan pertaniannya secara spesifik sesuai dengan informasi yang didapatkan. Proses farming dengan menggunakan alat-alat berbasis digital ini disebut dengan Digital Farming. Digital farming akan mampu mengoptimalkan produksi, kualitas, meminimalkan resiko, dan dampak terhadap lingkungan.

Seperti yang telah disebutkan di atas, contoh dalam penerapan pertanian presisi antara lain, menggunakan sistem informasi geografis pada kegiatan pemupukan tebu. Sebelum melakukan pemupukan tebu maka dibuat terlebih dahulu peta hasil, peta tanah, peta pertumbuhan tanaman, peta informasi lahan, penentuan laju aplikasi, pembuatan yield sensor, dan variable rate applicator. Data tersebut didapatkan dari sistem informasi geografis yang menggunakan teknologi GPS, sensor tanah, sensor hama, satelit, atau foto udara. Dengan data tersebut pemupukan akan dilakukan lebih akurat sesuai dengan kebutuhan nutrisi tanaman. Petani akan memberikan pupuk pada tiap petakan dengan jumlah yang bervariasi. Contoh lainnya proses penerapan pertanian presisi ini ialah pada tahap panen. Pada perkebunan kurma di Saudi Arabia, setiap pohon-pohon kurma diberikan identitas atau ID yang akan di plot ke dalam peta tanaman secara digital.

Referensi:

Davis, Glen., Casady, William., Massey, Rey. Precision Agriculture: An Introduction. University of Missouri System: University Extension

Manalu, L. P. (2013). Aplikasi Kontrol Digital Untuk Pemupukan Secara Variable Rate Pada Sistem Pertanian Presisi. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 15(3).

Prabawa, S., Pramudya, B., Astika, I. W., Setiawan, R. P. A., & Rustiadi, E. (2009). Sistem Informasi Geografis Dalam Pertanian Presisi Aplikasi Pada Kegiatan Pemupukan Di Perkebunan Tebu. In Prosiding Seminar Nasional Himpunan Informatika Pertanian Indonesia (Vol. 2009).

Taylor, J., & Whelan, B. (2016). A general introduction to precision agriculture. Grains Research and Development Corporation.

Wisnu, Andy. 2009. Metode Precision Farming dari Utara. BBPP Lembang

Wiyono, Antasena. 2019. Memahami Precision Agriculture, Precision Farming, dan Digital Farming. Genagaris

--

--