Langit Senja
028.
Hari yang ditunggu akhirnya datang juga. Saat mereka tiba di kota tujuan, senyum Senja tak pernah sekalipun menghilang dari wajah cantiknya. Sementara Langit hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah laku kekasihnya.
Langit memilih Gunung Papandayan sebagai destinasi pendakian pertama untuknya dan juga Senja.
Selain karena gunung ini memiliki julukan, pendakian minimal view maksimal. Gunung yang berada di wilayah Garut, Jawa Barat itu terkenal memiliki jalur pendakian yang aman untuk pemula.
Sebelumnya Langit sudah menjelaskan kepada Senja jika mereka tidak akan mendaki berdua saja. Melainkan ditemani tour guide yang siap membantu semua kebutuhan mereka selama di perjalanan maupun di atas nanti.
Siang itu langit di atas masih terlihat cerah. Sorot matahari juga memberi rasa hangat di tubuh mereka. Setelah mendengarkan intruksi dari petugas dengan serius. Mereka pun memulai perjalanan menuju ke hutan mati.
Ketika sampai di tujuan utama yaitu hutan mati, mereka ditemani dengan jalur datar yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang sudah mati. Mereka juga sangat dipuaskan dengan bukit yang terlihat menghijau. Tak henti-hentinya Senja terus melemparkan kekaguman setiap kali matanya menangkap pemandangan cantik di sekelilingnya.
Setelah melewati hutan mati, mereka berjalan terus menuju ke pondok Saladah, untuk beristirahat sejenak dan mengisi perut yang sudah keroncongan. Tak lupa mereka juga menikmati hamparan bunga edelweiss yang terlihat sangat luar biasa indah.
Untuk perjalanan menuju ke destinasi terakhir atau kawah Gunung Papandayan, jalanan sudah tidak lagi semulus sebelumnya. Mereka harus melewati batu-batu kerikil, serta tanah-tanah lumpur akibat hujan semalam.
"Capek?" tanya Langit saat melihat beberapa peluh keringat mengumpul di dahi Senja.
Senja menggeleng. "Capek dikit aja kok."
Langit tersenyum, lalu meraih telapak tangan Senja yang terbalut sarung tangan dan melanjutkan perjalanan dengan tangan yang bergandengan.
Langit dan Senja yang baru pertama kali mendaki hanya butuh waktu sekitar 2 jam untuk sampai di destinasi akhir tujuan mereka. Walau mengalami beberapa kesulitan selama di perjalanan. Tapi pendakian pertama bagi keduanya dianggap berhasil tanpa masalah sedikitpun.
Sesampainya di kawah Gunung Papandayan, mereka langsung disuguhi oleh lautan awan yang membentang luas di sepanjang mata memandang. Terlalu indah hingga tak ada satupun kata yang mampu untuk menjelaskan keindahannya.
Senja sama sekali tidak percaya jika ia bisa menikmati semua ini bersama Langit. Rasa lelah yang awalnya terasa pun seketika sirna begitu saja saat matanya terus memperhatikan pemandangan di depannya.
Saat Senja sedang fokus, sebuah tangan menyentuh pundaknya. Ia membalikkan badan, di sana berdiri Langit yang kini sudah menatapnya.
"Kenapa?" tanya Senja disertai senyuman.
"Ada yang mau aku omongin sama kamu."
"Apa?"
Langit terdiam. matanya beberapa kali berpindah dari Senja lalu ke pemandangan lautan awan.
"Aku mau akhiri semuanya."
Kalimat dari Langit seketika membuat Senja mengernyitkan dahi. "Maksud kamu?"
"Aku mau akhiri hubungan kita yang sekarang."
Senja mencoba memahami semua kalimat yang diucapakan oleh Langit. Hubungan mereka akhir-akhir ini sedang baik-baik saja. Walaupun Senja atau Langit sibuk, tapi mereka berusaha menyempatkan waktu agar bisa bertemu.
Lalu apa alasan yang membuat Langit ingin mengakhiri semuanya? Apa karena Langit bosan? Atau karena ada gadis lain yang sudah menggeser posisinya di hati Langit?
Semua pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Senja.
Saat ia ingin menanyakan banyak hal. Langit lebih dulu berlutut dengan satu kaki ia gunakan sebagai tumpuan.
Dengan Matahari yang jatuh di kaki barat sebagai saksi. Langit mengeluarkan sebuah kotak dari dalam saku jaketnya.
"Di hadapan matahari yang perlahan tenggelam. Aku Wila Langit Danuardara, dengan kesungguhan dan ketulusan hati ingin mengatakan sesuatu."
Langit membuka kotak yang ia pegang, menampilkan sebuah cincin dengan kilauan indahnya. "Kiran Senja Sekar. Maukah kamu menikah denganku?"
Sejak Langit berlutut, air mata sudah jatuh memenuhi pipi Senja. Sekarang, air mata itu semakin jatuh tak bisa ia kendalikan.
Tangannya membekap mulut, agar isak tangisnya tak terdengar keras. Dengan penuh kepastian dan tanpa sedikitpun keraguan kepalanya mengangguk menerima lamaran dari Langit, sosok yang paling ia cintai.
Langit merasakan kelegaan luar biasa dan juga perasaan haru. Setelah memasangkan cincin di jari manis Senja. Langit berdiri lalu memeluk Senja dengan begitu erat.
Detik itu juga, dengan tangan yang saling merangkul. Serta di hadapan langit senja yang mulai nampak di sekitar Gunung Papandayan. Mereka berdua mengucapkan doa yang sama di hati masing-masing.
Agar kali ini tuhan mengizinkan mereka untuk saling menjaga hingga menua bersama.